Advertorial

BPJS Kesehatan Tak Benarkan Faskes Minta Masyarakat Beli Obat dengan Biaya Sendiri

Kompas.com - 16/11/2023, 17:18 WIB

KOMPAS.com - Permasalahan ketersediaan obat di rumah sakit (RS) masih jadi salah satu masalah yang sering dikeluhkan oleh peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) besutan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Bahkan, tidak sedikit peserta yang mengaku diminta oleh pihak RS untuk membeli obat di luar dengan biaya sendiri lantaran stok obat yang diresepkan tidak tersedia.

Praktik tersebut jelas tidak dibenarkan. Pasalnya, ketersediaan obat untuk peserta JKN merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah (pemda), dan fasilitas kesehatan (faskes).

Tak hanya itu, pelayanan obat juga sudah termasuk dalam komponen tarif paket INA CBG’s yang dibayarkan BPJS Kesehatan kepada faskes rujukan.

Oleh karena itu, dalam memberikan pelayanan kesehatan, faskes tidak diperkenankan menarik biaya dari peserta untuk obat ataupun alat kesehatan.

Pelayanan obat, termasuk alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, harus mengikuti daftar pedoman yang diterapkan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang tertuang dalam Formularium Nasional (Fornas).

Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 58 dan 59.

Selain itu, dalam kontrak kerja sama yang ditandatangani oleh BPJS Kesehatan dengan faskes, ditegaskan bahwa faskes tidak dibolehkan melakukan pungutan biaya tambahan kepada peserta JKN di luar ketentuan berlaku.

Pungutan biaya tambahan yang diperbolehkan hanya terkait selisih biaya rawat inap untuk pasien yang ingin naik kelas perawatan di atas hak kelas rawatnya dan alat bantu kesehatan yang dibayarkan di luar paket INA CBG’s.

Berdasarkan perjanjian tersebut, pemungutan biaya tambahan untuk obat yang dilakukan oleh faskes dengan alasan kekosongan obat jelas melanggar ketentuan Program JKN dan kerja sama yang telah disepakati dengan BPJS Kesehatan.

Namun, pada praktiknya, masih ditemukan oknum yang meminta pasien JKN menebus obat di luar RS. Pelanggaran ini biasanya juga terjadi karena ketidaktahuan peserta JKN mengenai ketentuan pelayanan obat.

Meski begitu, jika ditemukan pihak RS yang memungut biaya tambahan di luar ketentuan, BPJS Kesehatan berhak melakukan teguran tertulis.

Teguran tertulis tersebut dapat diberikan maksimal sebanyak tiga kali dengan tenggang waktu masing-masing surat teguran minimal 30 hari kalender.

Apabila BPJS Kesehatan telah memberikan teguran tertulis sebanyak tiga kali dan tidak ada perbaikan dari faskes, maka BPJS Kesehatan berhak meninjau kembali atau mengakhiri perjanjian kerja sama dengan RS bersangkutan.

Untuk menjaga kualitas obat, BPJS Kesehatan pun secara aktif terus berkoordinasi dengan Kemenkes terkait masa berlaku dan harga acuan obat. Koordinasi umumnya dilakukan setiap awal tahun.

BPJS Kesehatan dan Kemenkes juga berkoordinasi untuk menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 terkait pengoptimalan interoperabilitas sistem dalam pengelolaan obat.

Kedua pihak pun siap mendukung terlaksananya satu data obat nasional yang diusulkan Kemenkes.

Selain itu, BPJS Kesehatan juga terlibat dalam keanggotaan Komisi Nasional (Komnas) Fornas untuk dapat memberikan masukan berkaitan dengan kebijakan pelayanan obat dalam program JKN.

Masukan tersebut meliputi ulasan obat-obat yang dicantumkan dalam Fornas sesuai aspek keamanan dan efikasi serta mengusulkan perubahan-perubahan terkait ketidakjelasan pengaturan restriksi yang dapat menyebabkan sengketa.

Sistem pendistribusian obat

Selain berkoordinasi dengan sejumlah pihak, BPJS Kesehatan juga selalu memantau proses pendistribusian obat agar bisa tepat sasaran.

Proses pendistribusian obat untuk faskes dan penyusunan Fornas, termasuk penetapan batas atas harga obat, biasanya dilakukan oleh Kemenkes bersama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa (LKPP).

Usai menentukan harga, Kemenkes akan melakukan tender obat dengan industri farmasi yang hasilnya dimasukkan dalam e-Katalog LKPP agar dapat dipesan oleh faskes yang membutuhkan.

Untuk melayani peserta JKN-KIS, BPJS Kesehatan sejauh ini telah bekerja sama dengan 1.817 apotek rujuk balik, 1.779 apotek obat kronis, termasuk instalasi farmasi RS, serta 238 apotek obat kronis dan rujuk balik.

Lewat semua upaya tersebut, BPJS pun berharap stok obat yang ada di sejumlah faskes dapat disesuaikan dengan kebutuhan peserta JKN.

Adapun jika menemukan kecurangan, BPJS Kesehatan mengimbau masyarakat untuk mengadukan hal tersebut ke sejumlah kanal pengaduan yang telah disiapkan.

Khusus pengaduan untuk RS, BPJS Kesehatan telah menghadirkan layanan petugas BPJS Siap Membantu (BPJS SATU!).

BPJS SATU! adalah optimalisasi dari peran petugas pemberian informasi dan penanganan pengaduan (PIPP) yang ada di RS.

Layanan ini dihadirkan guna memberikan kemudahan kepada peserta JKN, mulai dari pemberian informasi terkait program JKN serta memberikan pelayanan pengaduan dan memastikan terselesaikan pengaduan tersebut, termasuk pengaduan terkait pelayanan obat.

Petugas BPJS SATU! selalu hadir dengan menggunakan rompi berwarna kuning beserta aksesori yang mudah dikenali oleh peserta JKN.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com