Advertorial

DPRD DKI Ingin Pencabutan Perda 11 Tahun 1992 Jadi Momen Peningkatan Kesejahteraan Warga Pulau Seribu

Kompas.com - 17/11/2023, 14:17 WIB

KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengusulkan agar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta mencabut Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 1992 tentang Penataan dan Pengelolaan Kepulauan Seribu Kota Madya Jakarta Utara.

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, pencabutan perda tersebut dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan kondisi terkini, serta untuk membuat aturan baru yang dapat mengembangkan sektor pariwisata di Kepulauan Seribu.

Ia berharap, perda baru nantinya dapat memberikan manfaat bagi masyarakat setempat, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan.

Usulan itu pun disambut positif oleh DPRD DKI Jakarta, dengan catatan, Pemprov Jakarta harus fokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan di Pulau Seribu.

Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) DPRD DKI Jakarta Gani Suwondo Lie meminta Pemprov DKI Jakarta untuk mengatur penguatan pengawasan, penjagaan ekologi laut, dan meningkatkan kemampuan para nelayan dalam perda Pulau Seribu terbaru.

“Dengan begitu, kebutuhan dasar akan protein hewani di DKI Jakarta, khususnya dari perikanan dan kelautan, akan bisa terpenuhi. Di samping itu, sudah bisa dipastikan akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di DKI Jakarta,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (17/11/2023).

Hal serupa juga disampaikan Wakil Sekretaris I Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Esti Arimi Putri. Ia meminta Pemprov DKI Jakarta untuk mengatur secara spesifik mengenai perlindungan aset berupa tanah milik pemprov yang berada di Kepulauan Seribu dalam perda terbaru.

“Pemprov harus melindungi warga kepulauan yang telah menetap resmi sejak lama. Kami tidak ingin mendengar lagi sengketa lahan milik warga seperti halnya kejadian di salah satu pulau yang tanahnya tiba-tiba berpindah kepemilikan,” katanya.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD DKI Jakarta Desie Christhyana Sari meminta Pemprov DKI Jakarta untuk mematuhi Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang agar penataan Kepulauan Seribu dapat berlangsung selaras dengan kebijakan pemerintah pusat.

“Fraksi Demokrat berharap, pencabutan perda tersebut dapat mempercepat pembangunan destinasi pariwisata di Kepulauan Seribu. Dengan begitu, wilayah ini dapat menjadi alternatif tempat wisata nasional dan berkembang secara optimal,” tutur Desie.

Anggota Fraksi Partai PSI DPRD DKI Jakarta Justin Adrian juga meminta Pemprov DKI Jakarta untuk mengutamakan keluhan masyarakat Pulau Seribu, khususnya terkait keterbatasan lahan guna kegiatan sosial, termasuk tempat pemakaman umum (TPU).

“Melalui pencabutan ini, Fraksi PSI ingin memastikan bahwa segala bentuk aspirasi masyarakat tentang pemanfaatan lahan di Kepulauan Seribu dapat lebih dioptimalkan. Utamanya, untuk pembangunan berbagai infrastruktur sosial dan ekonomi masyarakat Kepulauan Seribu melalui peraturan perundang-undangan yang ada,” ujarnya.

Difokuskan jadi kawasan strategis pariwisata nasional

Heru menjelaskan, Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional tahun 2010-2025 mengamanatkan bahwa Kepulauan Seribu dan sekitarnya yang ditetapkan sebagai sebagai Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional.

Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, dikatakan Heru, adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata nasional yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.

Terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, Peraturan Pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja, serta regulasi rencana tata ruang yang ditetapkan secara berjenjang, telah menjadi instrumen pendukung atas upaya percepatan peningkatan nilai investasi dan kemudahan berusaha.

Hal tersebut mengakibatkan adanya perubahan arah kebijakan serta perubahan norma pengaturan di berbagai sektor usaha, termasuk kebijakan di sektor penyelenggaraan penataan ruang, baik di wilayah darat, maupun di wilayah laut dan pesisir.

"Oleh karena itu, perlu dilakukan pengaturan kembali dasar hukum yang digunakan dalam menetapkan kewenangan kelembagaan di wilayah Kepulauan Seribu, mengingat wilayah Kepulauan Seribu secara umum memiliki karakteristik yang berbeda dengan kawasan daratan," terangnya.***

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com