Advertorial

BPJS Kesehatan Jamin Pengobatan Pasien Obesitas

Kompas.com - 22/11/2023, 17:47 WIB

KOMPAS.com – Obesitas merupakan salah satu penyakit yang mengancam kesehatan masyarakat Indonesia.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), prevalensi obesitas di Indonesia meningkat dari 15,3 persen pada 2013 menjadi 21,8 persen pada 2023.

Sementara itu, Institute for Health Metrics and Evaluation melaporkan bahwa obesitas menjadi penyebab kematian keempat di Indonesia, setelah tekanan darah tinggi, diabetes, dan merokok. Obesitas juga dapat menyebabkan berbagai komplikasi penyakit, seperti jantung, stroke, dan diabetes.

Menurut laporan itu pula, lebih dari 5 juta orang di dunia pada 2019 meninggal karena obesitas. Sebanyak 186.657 di antaranya berasal dari Indonesia.

Untuk mengatasi masalah obesitas, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memberikan jaminan perawatan medis bagi penderitanya.

Asisten Deputi Komunikasi Publik dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan Agustian Fardianto mengatakan, penjaminan pengobatan pasien harus sesuai dengan indikasi medis dari dokter.

“Penjaminan ini tidak berlaku untuk tujuan estetika, tapi untuk kuratif,” jelas Agustin dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (22/11/2023).

Untuk diketahui, beberapa kasus pasien obesitas berat yang sempat viral di media sosial telah mendapatkan jaminan pengobatan dari BPJS Kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Mereka adalah Moch Fajri Rifana, pemuda asal Tangerang yang berbobot hampir 300 kg; Cipto Raharjo, pasien obesitas asal Tangerang yang berbobot 200 kg dan mengalami gangguan pernapasan dan nyeri kaki; serta Muhammad Kenzie Alfaro, bayi 16 bulan asal Bekasi yang berbobot 27 kg.

Ketiganya dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dengan status kepesertaan JKN aktif.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti mengatakan bahwa pasien obesitas memiliki hak dan dijamin pembiayaan perawatan medisnya melalui JKN sesuai indikasi medis.

“Kami memastikan pasien telah dilayani dengan baik sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Fajri merupakan peserta JKN yang terdaftar aktif dari segmen mandiri,” ujarnya.

Selama dirawat, ia melanjutkan, kondisi pasien obesitas dipantau secara intensif dan setiap tindakan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan indikasi medis yang muncul.

Ghufron pun memastikan bahwa masyarakat, khususnya peserta JKN, akan mendapatkan pelayanan yang maksimal sesuai haknya di fasilitas kesehatan.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes Lovely Daisy menyebutkan, obesitas sudah masuk ke sistem klasifikasi penyakit internasional (ICD) 10 yang disusun oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan kode E66.

“Kalau sudah ada di ICD 10, dipastikan pasti penyakit. Jadi, tidak perlu ada komorbid. Kalau sudah begitu namanya, sudah jadi penyakit dan otomatis akan ditanggung,” jelasnya.

Meski begitu, Daisy berpesan kepada masyarakat untuk tetap menjalankan hidup sehat agar terhindar dari obesitas. Salah satu caranya adalah lewat penerapan pola makan bergizi seimbang.

Ia menambahkan, agar biaya pengobatan ditanggung BPJS Kesehatan, pasien harus terdaftar sebagai peserta JKN dan rutin melakukan pembayaran iuran tiap bulan.

Gencar gelar skrining kesehatan

Selain menanggung biaya pelayanan yang bersifat kuratif, BPJS Kesehatan juga memberikan pelayanan kesehatan promotif preventif bagi peserta obesitas melalui layanan skrining riwayat kesehatan dan skrining kesehatan.

Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati mengatakan, pihaknya terus memperluas pelaksanaan upaya tersebut.

Ia menjelaskan, skrining kesehatan bertujuan untuk mengidentifikasi dini penyakit yang berisiko tinggi dapat timbul pada seseorang dengan obesitas, seperti diabetes, hipertensi, ginjal kronis, dan jantung koroner.

Dengan begitu, fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) ataupun fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) dapat menindaklanjuti kebutuhan pasien dengan prosedur yang berlaku. Selain mencegah risiko pemburukan, hal ini membuat pelayanan primer bisa dilakukan secara tuntas.

Skrining riwayat kesehatan dapat dilakukan melalui aplikasi Mobile JKN, website BPJS Kesehatan, dan chat assistant BPJS Kesehatan (CHIKA). Peserta JKN bisa pula melakukan skrining di FKTP.

Skrining kesehatan oleh BPJS Kesehatan dilakukan sekali setiap tahun dan dapat diikuti oleh seluruh peserta JKN, khususnya yang berusia lebih dari 15 tahun. Tiap tahun, peserta perlu mengulang skrining sehingga kondisi kesehatan peserta dapat terus terpantau.

Lily menjelaskan, skrining kesehatan dilakukan dengan mengisi sejumlah pertanyaan tentang riwayat kesehatan diri sendiri, keluarga, dan pola konsumsi makanan.

Bila peserta sudah mengunduh Mobile JKN, notifikasi pengisian skrining akan muncul di aplikasi tersebut. Peserta bisa pula langsung memilih fitur “Skrining Riwayat Kesehatan” di Mobile JKN untuk melakukan pengecekan.

Selanjutnya, BPJS Kesehatan akan mengirimkan pesan WhatsApp kepada peserta jika hasil skrining mengindikasikan terdapat risiko penyakit. Isi pesan itu meminta peserta JKN yang berisiko untuk mendatangi FKTP agar mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan.

Pelayanan kesehatan di FKTP setelah hasil skrining penting dilakukan agar penyakit yang terdeteksi dapat dikendalikan atau diobati sejak dini. Hal ini menjamin kualitas hidup peserta JKN.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com