Advertorial

Alasan Ketua DPRD Jakarta Tekankan Pelaksanaan Anggaran Kemiskinan-Stunting Harus Tepat Sasaran

Kompas.com - 27/11/2023, 22:04 WIB

KOMPAS.com – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menyetujui penambahan anggaran pada Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2023 hingga akhir tahun sebesar Rp 28 miliar.

Berdasarkan hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), anggaran tersebut ditambahkan sebagai bentuk apresiasi pemerintah pusat kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam bentuk dana transfer.

Dana tersebut telah diatur alokasinya dengan rincian, peningkatan kesejahteraan masyarakat sebesar Rp 13,36 miliar dan penambahan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Non-fisik Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) sebesar Rp 15,059 miliar.

Dalam rapat bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) DKI Jakarta pada awal November 2023, Prasetyo menegaskan bahwa penyaluran anggaran tersebut harus dilaksanakan tepat sasaran, khususnya pada alokasi peningkatan kesejahteraan masyarakat sebesar Rp 13,36 miliar.

"Harus tepat sasaran dan menyentuh langsung kepentingan kesejahteraan masyarakat Jakarta," ujar Prasetyo dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Senin (27/11/2023).

Pasalnya, pria yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Jakarta itu mengatakan, data kemiskinan di DKI Jakarta saat ini masih karut-marut.

Sebagai contoh, di lapangan masih banyak ditemukan keluarga dengan kategori mampu mendapatkan subsidi biaya pendidikan dari Kartu Jakarta Pintar (KJP).

Baru-baru ini, Dinas Pendidikan DKI Jakarta menemukan sekitar 75.000 siswa usia 6-21 tahun tidak layak menjadi penerima KJP. Hal ini lantaran alamat rumah kosong dan tidak sesuai, berstatus keluarga PNS/TNI/Polri, memiliki mobil, rumah memiliki Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di atas Rp 1 miliar, berkategori anak keluarga mampu, telah meninggal dunia, serta telah pindah sekolah ke luar DKI Jakarta.

"Jangan sampai (hal itu menimbulkan) stigma warga Jakarta miskin semua. Oleh karena itu, perlu ada sinkronisasi dan pembaruan data secara berkala. Petugas perlu turun langsung ke lapangan agar yang bantuan yang diberikan tepat sasaran," katanya.

Begitu juga dengan pelaksanaan penanganan stunting. Prasetyo meminta Dinas Kesehatan DKI Jakarta hingga perangkat lingkungan (RT dan RW) untuk terlibat, mulai dari mendeteksi, penanganan, hingga pengawasan.

Berdasarkan data stunting.jakarta.go.id, Senin, sebanyak 39.793 balita di DKI Jakarta masih berstatus mengalami permasalahan gizi.

"Saya mendapat laporan adanya ketidaksesuaian kerja dan tanggung jawab di bawah. Ini harus dibereskan, harus bersinergi, mulai dari deteksi, menangani, sampai pengawasannya. Anggarannya sudah ditambah hingga akhir tahun. Saya berharap dapat tertangani dengan baik," tegas Prasetyo.

Ketua Tim Anggaran Pendapatan Daerah (TAPD) DKI Jakarta Joko Agus Setyono menjelaskan, pengalokasian penambahan anggaran Rp 13,36 miliar untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat disalurkan melalui dua kegiatan.

Pertama, penanganan kemiskinan ekstrem di Jakarta sebesar Rp 5,96 miliar. Kedua, penurunan angka stunting di Jakarta sebesar Rp 7,36 miliar.

"Penambahan pagu ini bukan kami yang harus mencari dananya, tetapi insentif dari pemerintah pusat yang tujuannya sudah ditetapkan, yakni untuk mengurangi status stunting dan kemiskinan ekstrem," jelas Joko.

Menurut Joko, dana tersebut diberikan pemerintah pusat kepada Pemprov DKI Jakarta karena dinilai berhasil dalam penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem. (***)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com