Advertorial

Kemenkominfo Ingatkan Generasi Muda untuk Lindungi Anak-anak dari Kekerasan di Ruang Digital

Kompas.com - 06/12/2023, 17:33 WIB

KOMPAS.com - Saat ini, anak-anak mudah mengakses media sosial dan platform media digital untuk berbagai kebutuhan, mulai dari menikmati hiburan pendidikan.

Meski berdampak positif, pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga dapat menimbulkan dampak negatif, seperti perundungan.

Presiden Joko Widodo telah menetapkan perlindungan anak menjadi prioritas nasional dengan membuat empat arah kebijakan.

Cakupan kebijakan tersebut meliputi peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan serta pengasuhan anak, penurunan kekerasan terhadap anak, penurunan pekerja anak, serta pencegahan perkawinan anak.

Direktorat Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar ikut aktif dalam melindungi anak-anak dari hal negatif, terutama generasi muda

Salah satu upaya dalam menanggulangi masalah tersebut adalah mengadakan forum diskusi dan literasi bertema "Ciptakan Ruang Digital yang Aman untuk Anak" di Bandung pada Selasa (5/12/2023).

Ketua Tim Informasi dan Komunikasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Kemenkominfo Astrid Ramadiah Wijaya mengemukakan, komitmen negara dalam memberikan perlindungan terhadap anak dibuktikan dalam beberapa hal, salah satunya menyertakan perlindungan anak dalam konstitusi.

"Anak-anak rentan mengalami kasus kekerasan seksual online. Tindakan ini dapat menimbulkan trauma dan gangguan psikis yang berdampak bagi tumbuh kembang anak," terang Astrid dalam siaran tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (6/12/2023).

Berdasarkan hasil survei dari U-Report tentang Hak Anak di Dunia Digital pada 2022, 86 persen dari 4.499 responden muda Indonesia mengaku pernah mengalami, melihat hal yang tidak baik, serta merasakan hal yang tidak menyenangkan di platform online.

Hal tersebut meliputi konten negatif, hoaks, perundungan siber, dan tindakan pelecehan. Interaksi anak dengan media sosial memerlukan perhatian khusus dari semua pihak, khususnya orangtua.

"Anak menggunakan berbagai platform media digital untuk melakukan beragam aktivitas online,seperti media sosial, hiburan, chatting, termasuk untuk mengakses pendidikan," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jawa Barat Ato Rinanto mengungkapkan bahwa saat ini, fenomena sosial telah bergeser dikarenakan dampak kemajuan teknologi. Pergeseran ini juga berlaku tentang cara memperlakukan anak-anak dari setiap masa.

"Saat ini, orangtua sudah jarang membacakan dongeng untuk anak-anak mereka. Akibatnya, anak-anak malah mengonsumsi cerita dan drama dari media sosial," kata Ato.

Arus globalisasi yang tak bisa dihindarkan, kata Ato, membuat masyarakat tak bisa menentukan pilihan yang baik.

"Saat ini, konten menjadi primadona. Semua hal dan kegiatan bisa dibuat konten," katanya.

Hal tersebut dapat menciptakan peluang menghilangkan jati diri bangsa, terutama jati diri anak-anak Indonesia. Menurutnya, berbagai konten negatif bisa dicegah dengan tidak membagikan konten tersebut di media sosial.

"Pengguna media sosial harus bisa membedakan konten negatif dan konten positif. Para orang tua harus terus mengawasi anak-anak," ujar Ato.

Ato menegaskan bahwa ruang digital yang ramah untuk anak bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan tugas masyarakat, termasuk generasi muda sebagai calon orang tua.

"Untuk generasi muda, buatlah konten positif yang mencirikan jati diri Indonesia,” katanya.

Ato mengungkapkan bahwa saat ini, tantangan yang paling sulit adalah menyelesaikan masalah kekerasan di ruang digital pada masyarakat di pedesaan. Masalah ini lebih pelik di perdesaan karena psikolog sulit untuk dijumpai.

Psikolog sekaligus influencer Anastasia Sartiyo, M Psi menyoroti kesehatan mental dalam melindungi anak-anak dari kekerasan di ruang digital.

"Sebagai calon orang tua, generasi muda harus membuat pondasi kesehatan mental, yakni menjaga kesehatan otak anak-anak nantinya," jelas Anastasia.

Anastasia mencontohkan, orang tua dapat menjaga kesehatan otak anak dengan tidak menunjukkan kekerasan verbal pada mereka.

"Misalnya, mengancam anak-anak dengan kata-kata yang menyakitkan atau kasar, baik secara langsung atau di ruang digital," ujarnya.

Ia juga menyarankan agar anak-anak di bawah usia 2 tahun tidak diberikan gawai. Pasalnya, hal ini dapat berdampak pada konsentrasi ketika mereka mendapatkan informasi.

Ato menambahkan bahwa cara terbaik untuk mencegah anak-anak dari hal negatif adalah menjadikan orangtua sebagai idola.

"Hal tersebut merupakan cara ampuh untuk mengamankan keluarga dari kekerasan yang mengancam di ruang digital," kata Ato.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com