Advertorial

Pemasangan Kembali Chattra Borobudur Dinilai Jadi Energi Baru Indonesia

Kompas.com - 14/12/2023, 22:01 WIB

KOMPAS.com – Sejumlah tokoh dan umat Buddha Indonesia berharap, rencana pemasangan chattra atau payung di puncak Candi Borobudur bisa segera diwujudkan. Pasalnya, hal ini akan semakin memperkuat aspek spiritualitas dan menjadi kesempurnaan Borobudur sebagai tempat peribadatan.

Tak sebatas untuk umat Buddha, pemasangan chattra dinilai juga akan menjadi energi baru bagi Indonesia.

Direktur Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Buddha Kemenag Supriyadi mengatakan, pemasangan chattra menjadi salah satu fokus Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dalam mewujudkan Candi Borobudur sebagai tempat ibadah bagi umat Buddha Indonesia dan dunia.

Pemasangan chattra, lanjutnya, telah menjadi impian lama tokoh dan umat Buddha akan menjadi babak baru dalam optimalisasi dan pengembangan Candi Borobudur.

Lewat pemahaman, kesadaran dan tanggung jawab bersama itu, Candi Borobudur diharapkan menjadi destinasi yang kian memikat orang untuk datang tanpa menggerus aspek perlindungan kecagarbudayaan.

Lebih lanjut, Supriyadi menuturkan, pemasangan chattra diyakini memberikan dampak spiritualitas yang mendalam. Apalagi, saat pemugaran Borobudur yang dipimpin Theodoor van Erp pada 1907-1911 silam, chattra diyakini pernah terpasang megah di puncak stupa utama.

Tak hanya itu, sejarah chattra juga banyak diceritakan dalam berbagai kitab ataupun literatur, misalnya dalam kitab Lalitawistara Sutra yang menyebut kata “payung” berkali-kali. Kitab ini juga terukir dalam 120 keping relief di badan Candi Borobudur.

“Penggunaan kata ‘payung’ dapat ditemukan dalam Gandawyuha Sutra. Kitab ini mengisahkan Sudhana yang berkelana demi belajar kepada lebih dari 50 orang guru untuk mengejar pencapaian ‘Pencerahan Sempurna’. Dalam kisah tersebut, Sudhana digambarkan sebagai seorang pemuda yang selalu memiliki sebuah payung yang melindunginya. Gambaran payung ini terukir dalam 332 keping relief di Candi Borobudur,” jelas Supriyadi dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (14/12/2023).

Dirjen Bimas Buddha Kemenag Supriyadi. Dok. Kemenag Dirjen Bimas Buddha Kemenag Supriyadi.

Supriyadi menambahkan, istilah chattra juga ditemukan dalam kisah-kisah Jataka, Awadana, dan Karmawibhangga Sutra. Adapun kisah Jataka dan Awadana juga terukir dalam 720 keping relief di Candi Borobudur. Payung tersebut tergambar sebagai pelindung para brahmana.

Dijelaskan Supriyadi, melalui ruang interpretasi keagamaan (Buddha), dapat ditemukan pula kesatuan pandangan bahwa kepingan batu-batu ada dan ditemukan di Candi Borobudur sebagai payung. Chattra pernah terpasang di tempat yang paling mulia pada masanya.

“Sesuai arahan Gus Men, keputusan untuk memasang kembali chattra merupakan salah satu upaya dalam menyempurnakan Borobudur sebagai pusat kunjungan wisata religi agama Buddha Indonesia dan dunia,” ucap dia.

Dukungan pihak

Dukungan terkait chattra, kata Supriyadi, secara masif juga disampaikan oleh seniman, budayawan, akademisi, baik dalam maupun luar negeri, serta sejumlah perwakilan umat Buddha dari berbagai wilayah Indonesia.

Hal itu salah satunya muncul saat Dirjen Bimas Buddha bersama Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) menggelar dialog bertajuk “Chattra dalam Sudut Pandang Teologi Buddhis dan Arkeologi” di Universitas Negeri Malang (UNM), Sabtu (25/11/2023).

Bhante Ditthisampanno yang hadir pada kesempatan itu menyampaikan, chattra dekat dengan pandangan dan ajaran agama Buddha. Secara harfiah, chattra bermakna payung atau pelindung yang merupakan mahkota sehingga dipasang pada puncak stupa. Chattra juga dianggap sebagai bentuk keberanian dan simbol kesucian tahapan spiritual.

Chattra itu melambangkan kesatuan unsur. Secara spiritual, chattra dapat memberikan penguatan dan pengembangan keyakinan bagi umat Buddha. Dari sisi spiritualitas, pemasangan chattra dapat menambah kesempurnaan dari Candi Borobudur. Kelompok agamawan dan biksu mendukung pemasangan kembali chattra,” ujar Bhante.

Candi Borobudur. Dok. Kemenag Candi Borobudur.

Bhante Ditthisampanno juga mendorong agar Borobudur terus dikembangkan dari aspek kemanfaatan. Tak sebatas nilai spiritual, pengembangan candi terbesar di dunia ini juga bisa dilakukan pada sisi lain, khususnya pariwisata dunia.

Upaya itu diyakini tidak sulit karena pemerintah juga memiliki kebijakan yang searah yakni menjadikan Candi Borobudur sebagai Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP).

Sementara, Anu Mahanayaka Sangha Agung Indonesia Biksu Bhadra Ruci juga menilai bahwa Candi Borobudur sebagai sebuah mandala yang tak terpisahkan dari elemen chattra atau payung mulia. Dari aspek tantra, chattra akan selalu ditemukan dalam praktik harian persembahan mandala seorang praktisi buddhis.

Biksu Bhadra Ruci mengatakan, dalam praktik meditasi mandala tantra, ornamen chattra pun selalu hadir dalam visualisasi. Keberadaannya tak sekadar menjadi hiasan, tetapi juga mengandung makna dan fungsi spiritualitas tertentu.

Hal itu sebagaimana dinyatakan dalam Arya Manggala Kuta Nama Mahayana Sutra, “Karena kepala Buddha adalah payung pelindung yang jaya.”

“Dari sini jelas bahwa ketiadaan chattra ibarat tubuh tak berkepala,” ucap Biksu Bhadra Ruci.

Sementara, Dosen Antropologi Universitas Diponegoro (Undip) Stanley Khu berpandangan, pemasangan chattra tidak hanya penting dari perspektif filosofis atau arkeologis. Pemasangan itu juga memengaruhi tata cara keagamaan umat Buddha di Indonesia, khususnya generasi muda.

“Dengan kata lain, dipasang atau tidaknya chattra adalah persoalan mengenai bagaimana generasi Buddhis saat ini dan yang akan datang memaknai posisi Borobudur dalam imajinasi keagamaan dan proyek etis mereka,” terangnya.

Menurut Stanley, chattra akan menjadikan Borobudur sebagai ruang hidup yang dapat dimasuki umat Buddhis dalam dialog spiritual antara diri dan potensi kebuddhaan.

Dengan perantara chattra, stupa tidak lagi berupa tumpukan batu biasa, tetapi dapat pula dibayangkan sebagai perlambang batin Buddha yang senantiasa hadir bersama umat dalam upaya sadar dan bertahap untuk menapaki jalan pencerahan.

Pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengembangan Lima DPSP di Borobudur, 21 Juli 2023, rencana pemasangan chattra ini juga mendapat dukungan dari pemerintah.

Rakornas itu dihadiri Menteri Koordinator (Menko) Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menag Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Azwar Anas, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Menteri ATR/BPN) Hadi Tjahjanto, serta Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Kemenag memandang, berbagai perspektif di tengah rencana pemasangan chattra justru merupakan hal positif. Kemenag juga mendorong berbagai pandangan itu agar dapat bisa dijembatani secara positif sehingga kesepahaman baru yang konstruktif terwujud.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com