Advertorial

Cerita Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Progo, UMKM Binaan BRI yang Berhasil Dorong Perekonomian Nelayan Sulsel

Kompas.com - 27/03/2024, 22:50 WIB

KOMPAS.com -Masyarakat di Kampung Lasepang atau Kampung Pogo, Kecamatan Lamalaka, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel), menggantungkan kehidupan perekonomian dari sumber daya laut. 

Selain nelayan, masyarakat di sana juga beraktivitas sebagai pembudi daya rumput laut. Profesi ini ditekuni oleh Sudirman. Ia telah aktif berkecimpung dalam kegiatan budi daya rumput laut sejak 2003.

Saat ini, Sudirman menjadi Ketua Klaster Usaha Rumput Laut di Kampung Pogo. Ia telah mencicipi berbagai suka duka selama menjalankan usaha budi daya rumput laut.

Awalnya, ada beberapa orang di sini yang membudidayakan rumput laut dan terlihat berhasil. Dari sana, ia mulai tertarik ikut menjalankan usaha yang sama.

Saat itu, ia ikut pergi melihat mereka bekerja untuk mengetahui cara memasang jangkar, memasang tali besar, tali kecil, serta membuat bentangan.

“Dari sana, saya belajar hingga akhirnya bisa bikin sendiri,” cerita Sudirman melalui siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (27/3/2024).

Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, lanjut Sudirman, berdiri pada 2019. Ia bercerita, pendirian kelompok usaha itu didasari atas masukan dari penyuluh Dinas Perikanan.

Terlebih, masyarakat Kampung Pogo sudah memiliki budi daya rumput laut. Hal ini memudahkan Dinas Perikanan untuk membantu membentuk kelompok usaha di Kampung Pogo.

Hingga saat ini, terdapat 10 anggota klaster usaha yang saling membantu dalam menjalankan operasional budi daya rumput laut.

“Misal, jika ingin menekuni budi daya rumput laut, harus punya perahu. Kalau belum punya, kami bisa saling pinjam ke kelompok yang lain,” tuturnya. 

Sudirman menjelaskan, produk rumput laut yang dihasilkan dijual dalam kondisi sudah dikeringkan. Pembelinya akan datang langsung ke lokasi untuk melakukan tawar-menawar langsung dengan pemilik. Jika harganya cocok, rumput laut akan dijual.

Penghasilan yang didapat setiap bulan tergantung cuaca. Kalau cuaca bagus dan normal, ia bisa mendapatkan 400 kg dalam 100 bentangan. Jika cuaca mulai panas, kondisi rumput laut jadi agak kuning.

Pertumbuhan rumput laut agak lambat jika warnanya kuning. Kalau banjir, rumput laut rusak. Cuaca menjadi tantangan dari jenis usaha ini.

“Kalau harga jualnya sendiri rata-rata Rp 16.000 per kg, tapi harganya sendiri naik turun,” kata Sudirman.

Semakin produktif berkat bantuan BRI

Dalam menjalankan budi daya rumput laut, Sudirman mengaku membutuhkan modal. Pasalnya, pembudi daya membutuhkan banyak perlengkapan, seperti kapal, tali bentang, tali kecil, jangkar, dan masih banyak lagi.

Ia mendapatkan bantuan modal dari BRI berupa pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp 50 juta. Modal ini digunakan untuk memajukan usaha budi daya rumput laut.

Selain itu, Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo juga mendapatkan bantuan dari program KlasterkuHidupku yang diinisiasi oleh BRI.

“Anggota kelompok usaha amat membutuhkan bantuan alat. Ia bersyukur karena mendapatkan bantuan alat, seperti tali bentangan nomor 4, tali paus no 1, 2 unit timbangan 150 kg,” lanjut Sudirman.

Bantuan dari program KlasterkuHidupku sangat membantu produktivitas anggota Klaster Usaha Rumput Laut. Melalui bantuan ini, pihaknya semakin produktif melakukan budi daya rumput laut cottonik.

“Saya berharap, ke depan, kerja sama ini bisa terus berlangsung. Semoga usaha kami semakin lancar,” tuturnya.

Pada kesempatan berbeda, Direktur Bisnis Mikro BRI Supari menambahkan bahwa melalui program Kalsterkuhidupku, BRI berkomitmen untuk terus mendampingi dan membantu pelaku usaha. Selain modal usaha, BRI juga memberikan pelatihan usaha dan program pemberdayaan lainnya.

BRI mendorong kelompok usaha untuk semakin produktif dengan memberikan bantuan peralatan usaha atau sarana prasarana pendukung.

“Semoga bantuan yang diberikan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya,” tutur Supari.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com