Advertorial

Jangan Keliru, Ini Perbedaan Infak dan Wakaf

Kompas.com - 30/03/2024, 22:06 WIB

KOMPAS.com – Bulan suci Ramadhan menjadi momen terbaik untuk memperbanyak sedekah, termasuk lewat infak dan wakaf. Sayangnya, banyak umat Islam masih keliru membedakan kedua amalan ini.

Melansir laman resmi Kementerian Agama (Kemenag), infak berasal dari kata Arab, yakni “anfaqa”, yang berarti “menghabiskan” atau “mengeluarkan”. Dalam konteks agama Islam, infak mengacu pada tindakan memberikan sebagian harta seseorang sebagai bentuk amal yang dilakukan dengan ikhlas, tanpa pamrih, atau mengharapkan imbalan dunia.

Bagi umat Islam, infak merupakan salah satu wujud rasa syukur kepada Allah atas segala nikmat dan rezeki yang telah diberikan.

Dengan memberikan sebagian harta untuk membantu orang lain, seseorang telah memahami bahwa harta dan rezeki yang dimiliki tidak semata-mata miliknya sendiri, tetapi amanah dari Allah.

Selain itu, infak juga menjadi upaya untuk meningkatkan keimanan dan keberkahan hidup seorang muslim. Dengan berinfak, seseorang akan merasa lebih dekat dengan Allah dan merasakan keberkahan dalam hidupnya. 

Infak sendiri merupakan salah satu cara sederhana untuk berbagi kepada orang yang membutuhkan, mulai dari membantu fakir miskin, mendukung pendidikan, membangun masjid, hingga memberi makan kepada orang yang lapar.

Mengutip laman resmi Badan Wakaf Indonesia (BWI), kata wakaf berasal dari bahasa Arab, yakni “waqafa”, yang berarti “menahan”. Secara terminologi, wakaf berarti menahan hak milik atas materi harta benda (al-‘ain) dari pewakaf dengan tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah) untuk kebajikan umat Islam atau kepentingan agama.

Sederhananya, wakaf menahan asalnya dan mengalirkan hasilnya. Orang yang berwakaf berarti melepas kepemilikan atas harta yang bermanfaat dengan tidak mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada perorangan atau kelompok agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang tidak bertentangan dengan syariat.

Lewat cara itu, harta wakaf dapat digunakan untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial demi kemaslahatan umat secara berkelanjutan tanpa menghilangkan harta asal.

Sebagai contoh, wakaf dapat digunakan untuk mendirikan fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, atau pusat pelayanan kesehatan lain.

Kemudian, wakaf juga dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur publik, seperti jalan, jembatan, atau sumur.

Wakaf juga bisa mendongkrak kesejahteraan sosial. Melalui wakaf, dana dapat dialokasikan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan, seperti anak yatim, fakir miskin, atau difabel.

Tak hanya itu, wakaf juga bisa membantu menyediakan dana pendidikan, baik berupa beasiswa maupun dana untuk mendirikan sekolah atau perguruan tinggi.

Perbedaan infak dan wakaf

Secara umum, perbedaan mendasar antara infak dan terletak pada jangka waktu penggunaan dari hal yang disumbangkan.

Infak memiliki jangka waktu singkat karena akan habis dalam satu kali pakai. Sementara, pemanfaatan wakaf tahan lama dan bahkan bertahan selamanya.

Kemudian, infak bisa disalurkan melalui apa pun, misalnya kotak amal di masjid. Di sisi lain, wakaf menekankan bahwa pengelolaan harta yang diwakafkan harus menghasilkan keuntungan. Lalu, keuntungan. Keuntungan itu disalurkan untuk kesejahteraan sosial seluas-luasnya.

Untuk mengelola harta wakaf, pemberi wakaf (wakif) dapat menyerahkan harta kepada nazir, yakni pihak yang menerima harta benda wakaf untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.

Sebagai penerima amanat, nazir wajib menjaga, mengawasi, memelihara, mengelola, dan memastikan wakaf bermanfaat untuk penerima wakaf (mauquf alaih).

Di Indonesia, peran dan fungsi nazir juga diemban oleh Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU). Salah satunya adalah PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).

Bank Syariah Indonesia (BSI). Dok. BSI Bank Syariah Indonesia (BSI).

Dalam pengelolaan harta wakaf, BSI menghadirkan produk BSI Deposito Wakaf dengan konsep cash waqf linked deposit (CWLD). Produk ini memungkinkan individu atau lembaga untuk menyalurkan wakaf berupa uang tunai dalam bentuk deposito kepada bank syariah.

Hasil pengembangan dari dana wakaf uang tunai dapat memberikan manfaat kepada masyarakat luas melalui proyek-proyek sosial yang dilaksanakan oleh nazir mitra BSI.

Dengan berinvestasi melalui BSI Deposito Wakaf, individu atau lembaga dapat merasakan manfaat finansial sambil berkontribusi positif kepada masyarakat yang lebih luas sehingga pahala pun mengalir secara berkelanjutan.

Secara bersamaan, nasabah pun bisa menempatkan deposito dengan nilai terjangkau, yakni mulai Rp 1 juta. Setiap seri program memiliki tenor satu atau dua tahun. Hal ini mengacu pada seri yang diterbitkan. Adapun pokok deposito akan dikembalikan setelah periode wakaf temporer berakhir.

Untuk mendapatkan informasi lengkap mengenai BSI Deposito Wakaf, klik tautan berikut.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com