Advertorial

Kesadaran Lingkungan Meningkat, Hunian Vertikal Hijau nan Asri Jadi PIlihan

Kompas.com - 19/04/2024, 17:12 WIB

KOMPAS.com - Dalam keseharian yang serbacepat dan padat aktivitas, sebagian besar warga Jakarta dan sekitarnya kini lebih selektif dalam memilih tempat tinggal. Mereka cenderung memilih hunian vertikal berlokasi strategis yang dekat dengan pusat perbelanjaan, tempat hiburan, restoran, dan kawasan perkantoran.

Seiring dengan peningkatan kesadaran akan pentingnya lingkungan, pengembang properti mulai membangun hunian vertikal dengan konsep ramah lingkungan. Pemerintah pun turut mendorong pembangunan gedung-gedung yang berkelanjutan.

Direktur Bina Teknik Permukiman dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Dian Irawati menuturkan, pembangunan gedung hijau merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan.

Sebagai contoh, Rusun Tenaga Pendidik Universitas Gadjah Mada telah menerapkan prinsip-prinsip ramah lingkungan dan berhasil meraih pengakuan dalam bentuk sertifikasi BGH serta peringkat madya pada tahap perencanaan.

Namun, masih terdapat beberapa kendala dalam mewujudkan bangunan hijau di Indonesia. Salah satunya adalah kekurangan data yang mendalam mengenai bangunan hijau, serta keterbatasan jumlah ahli di bidang tersebut di berbagai daerah. Selain itu, belum ada skema insentif dan disinsentif yang cukup di tingkat daerah, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun melalui mekanisme lain, seperti perdagangan karbon.

Implementasi bangunan hijau pada hunian vertikal juga menemui tantangan tersendiri, terutama dalam mengadaptasi perilaku penghuni. Keterbatasan ruang sering kali mendorong penghuni untuk lebih bergantung pada peralatan elektronik, sementara interaksi mereka dengan lingkungan sekitar terbatas.

"Dalam hunian vertikal, prioritas utama penghuni adalah ruang pribadi mereka, sehingga mengubah perilaku mereka menjadi lebih sulit," ujar Dian.

Untuk mengatasi hal tersebut, Dian menekankan perlunya pendekatan komprehensif yang melibatkan edukasi, desain ruang, dan interaksi sosial. Pendekatan ini penting untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan berkelanjutan bagi penghuni hunian vertikal yang mengusung konsep bangunan hijau.

Penurunan emisi

Dalam upaya mempercepat pembangunan bangunan hijau, pihak terkait mendorong pemerintah daerah untuk segera merumuskan skema insentif dan penyelenggaraan bangunan hijau di tingkat lokal, serta menjalin kerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait.

Rencananya, pihak terkait bakal membuat nota dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Dalam Negeri untuk melaksanakan rencana pembinaan yang telah tercantum dalam peta jalan penyelenggaraan dan pembinaan bangunan hijau.

Selain itu, penerbitan Surat Edaran Bersama oleh tiga kementerian tersebut kepada seluruh kabupaten/kota akan mendorong implementasi penyelenggaraan bangunan hijau di wilayah masing-masing.

Seiring dengan kewajiban Indonesia dalam mengikuti Perjanjian Paris, negara telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebagai bagian dari upaya global dalam mengatasi perubahan iklim.

Dalam target Enhanced Nationally Determined Contributions (eNDC), Indonesia menetapkan pengurangan emisi GRK tanpa syarat sebesar 31,89 persen dan pengurangan emisi bersyarat sebesar 43,2 persen pada tahun 2030.

Langkah tersebut juga sesuai dengan arahan Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050) yang bertujuan untuk mencapai emisi net-zero pada tahun 2060.

Dalam kerangka Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 dan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021, bangunan gedung dianggap sebagai bagian dari sektor energi dan memiliki peran penting dalam mitigasi emisi gas rumah kaca.

Sub-sektor Bangunan Gedung memiliki target untuk menurunkan emisi GRK sebesar 8,85 persen, dengan target 1,91 juta ton CO2 untuk sektor komersial dan 25,87 juta ton CO2 untuk rumah tangga.

Skema insentif

Anggota Pendiri Utama Green Building Council Indonesia (GBCI) Naning S Adiningsih Adiwoso menekankan bahwa implementasi bangunan hijau untuk apartemen tidak hanya berkaitan dengan aspek fisik bangunan saja, tetapi juga pengaruhnya terhadap masyarakat dan perilaku penghuninya.

Namun, mengubah perilaku masyarakat agar lebih ramah lingkungan dan hemat energi bukanlah hal yang mudah. Diperlukan upaya edukasi yang dilakukan oleh pihak pengelola apartemen kepada para penghuni agar mereka memahami bahwa bangunan tersebut didesain dengan konsep hijau.

Selain itu, perilaku para penghuni juga diharapkan dapat berubah, seperti menggunakan listrik secara lebih efisien.

"Naluri kami adalah untuk mengubah perilaku masyarakat. Ini bukan hanya sekadar proyek pembangunan bangunan hijau yang selesai begitu saja. Terpenting bagaimana kita menjaga lingkungan dan merubah perilaku penghuni apartemen," kata Naning.

Namun, Naning menambahkan bahwa apartemen dengan konsep hijau juga cenderung memiliki harga yang lebih tinggi.

Hal itu juga diakui juga oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Real Estat Indonesia (REI) Joko Suranto.

Oleh karena itu, kata Joko, diperlukan insentif-insentif, seperti keringanan pajak, pengurangan biaya administrasi, atau bahkan pembebasan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan agar minat pembeli dan pengembang semakin meningkat.

“Sebagai contoh, konsumen kendaraan listrik saat ini dapat memperoleh insentif hingga 25 persen dari harga jualnya,” jelasnya.

Joko juga menyarankan adanya insentif bagi pembelian bangunan gedung hijau yang memberikan manfaat tambahan dan meningkatkan kesehatan masyarakat.

Salah satu contoh hunian vertikal dengan konsep hijau adalah Kondominium EleVee di Kota Tangerang, Banten.

Chief Marketing Officer EleVee Condominium Alvin Andronicus menjelaskan bahwa EleVee Residences telah didesain oleh Alam Sutera dengan kesadaran akan gaya hidup hijau sejak awal.

Lahan seluas empat hektare di sekitar bangunan kondominium dialokasikan untuk taman hutan (forest park). Selain itu, setiap unit kondominium juga didesain dengan tinggi plafon sekitar 3,1 meter yang lebih tinggi dari rata-rata tinggi plafon bangunan pada umumnya yang berkisar 2,7 meter.

"Kami tidak hanya mengangkut sampah, tapi juga mendaur ulang untuk kebutuhan 3R (reuse, reduce, recycle). Kami juga menyediakan fasilitas pengolahan air bersih dan bahkan lintasan lari untuk kegiatan olahraga," jelasnya.

Hal itu pun menunjukkan keseriusan Alam Sutera dalam menjaga lingkungan hijau. Bahkan pembangunan lintasan lari dijadikan sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi dampak lingkungan.

Ramah hewan peliharaan

Saat ini, dua menara EleVee tengah dalam tahap pembangunan. Salah satunya bahkan dirancang sebagai kondominium yang ramah terhadap hewan peliharaan dan dilengkapi dengan fasilitas taman bermain khusus untuk mereka.

“Semakin banyak orang memiliki hewan peliharaan, dan kebutuhan ini ditanggapi oleh Alam Sutera,” tutur Alvin.

Dari proyek dua menara EleVee tersebut, tingkat penerimaannya sudah mencapai 85 persen. Rencananya, pengecoran atap atau topping off dijadwalkan akan dilakukan pada pertengahan tahun 2024, sedangkan terima unit diperkirakan akan dilakukan di awal 2025.

Alvin menyatakan bahwa pihaknya tidak terburu-buru dalam membuka menara baru karena bertanggung jawab terhadap proses pembangunan. Kontraktor yang dipilih untuk membangun EleVee adalah yang dinilai memiliki reputasi yang baik.

Selain menyediakan fasilitas untuk gaya hidup hijau, Alam Sutera juga menawarkan lingkungan sosial yang kokoh bagi pembeli kondominium EleVee. Ini termasuk sistem parkir yang aman, kunci unit berupa password, keberadaan hunian di sekitar kawasan, serta fasilitas seperti gimnasium, pusat yoga, dan kolam renang.

Alvin menjelaskan bahwa mayoritas pembeli unit kondominium di EleVee adalah konsumen akhir, terutama warga dari Jakarta Selatan dan Jakarta Utara, dengan rentang usia sekitar 30-40 tahun.

Namun, ada juga pembeli yang lebih tua yang berencana menggunakan kondominium tersebut untuk beristirahat di akhir pekan.

Menurut Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto, Kota Tangerang dan Tangerang Selatan adalah daerah yang menjanjikan. Kedua daerah tersebut telah berkembang pesat dengan infrastruktur dasar yang baik dan terbentuknya komunitas masyarakat yang solid. Harganya pun masih terjangkau sehingga menjadi pilihan yang menarik bagi warga yang bekerja di Jakarta.

Menurutnya, Saat ini adalah waktu yang baik bagi konsumen untuk membeli apartemen. Ini lantaran suku bunga telah disesuaikan oleh Bank Indonesia, dan pemerintah juga memberikan insentif pajak pertambahan nilai (PPn), meskipun tidak semua kalangan dapat menikmatinya.

Namun, ia menekankan pentingnya membeli dengan hati-hati, karena harga apartemen saat ini cenderung lebih terjangkau jika dilihat dari perbandingan rasio price to income (PIR).

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com