Advertorial

Menperin Beberkan Strategi untuk Pertahankan Performa Gemilang Sektor Industri

Kompas.com - 31/05/2024, 14:36 WIB

KOMPAS.com - Indonesia sedang mengejar target untuk menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas dan tinggi. Dengan daya beli per kapita yang semakin meningkat, peluang untuk mengisi kesenjangan konsumsi per kapita di Indonesia semakin besar.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa ada beberapa komoditas yang konsumsinya masih rendah di Indonesia. Salah satunya, keramik dengan konsumsi per kapita hanya 2,2 meter persegi (m2). Angka ini di bawah rata-rata dunia yang mencapai 2,5 m2.

Kemudian, mobil dengan tingkat kepemilikan 99 mobil per 1.000 orang. Angka ini masih jauh di bawah Thailand dengan 240 mobil per 1.000 orang dan Malaysia dengan 450 mobil per 1.000 orang.

Konsumsi produk kosmetik, seperti produk perawatan rambut, juga hanya setengah dari konsumsi Thailand.

Menurut Menperin, kondisi tersebut menjadi peluang bagi industri dalam negeri untuk membidik pasar domestik.

“Ada potensi kita untuk berkembang, terutama dengan jumlah penduduk kita yang jauh lebih banyak dari negara kompetitor. Pertanyaannya, kesenjangan konsumsi per kapita ini mau diisi dengan produk impor atau produk dalam negeri?” tegas Agus dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (31/5/2024).

Menperin menambahkan, pihaknya tidak anti-impor, asalkan bukan impor bahan baku atau produk yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memiliki data bahan baku dan produk industri yang sudah diproduksi di dalam negeri.

“Kami ingin industri memakai bahan baku dari yang sudah tersedia di dalam negeri,” ujarnya.

Menperin menyampaikan bahwa dalam lima tahun terakhir, kinerja industri manufaktur nasional terbilang gemilang. Performa ini perlu dilanjutkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi nasional melalui berbagai program dan kebijakan strategis.

“Saat ini, saya sebagai Menperin, masih memiliki tanggung jawab dan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan, termasuk menyiapkan keberlanjutan atau tongkat estafet kepada pemerintahan yang baru nanti. Utamanya, terkait kebijakan di sektor industri manufaktur,” papar Agus.

Beberapa tahun terakhir, sambung Menperin, semua sektor termasuk industri mengalami tantangan berat, seperti pandemi Covid-19.

“Saat pandemi, saya mendapat arahan dari Bapak Presiden Joko Widodo agar sektor industri tetap berjalan dengan mengikuti protokol kesehatan. Kami membuat sejumlah terobosan seperti Izin Operasional Mobilitas dan Kegiatan Industri (IOMKI) yang ternyata memberikan kontribusi terhadap perekonomian,” ungkapnya.

Melalui kebijakan tersebut, industri nasional mampu kembali bangkit sehingga Indonesia tergolong salah satu negara dengan pemulihan ekonomi cepat.

“Selain pandemi, tantangan lain yang dihadapi adalah konflik antara Rusia dengan Ukraina yang juga memengaruhi kinerja manufaktur. Akan tetapi, berkat kerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan, industri kita memiliki tingkat resiliensi yang tinggi,” imbuhnya.

Bahkan, kepercayaan diri para pelaku industri di Indonesia tecermin dari capaian Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur Indonesia yang berada di fase ekspansi selama 32 bulan berturut-turut.

Di dunia, hanya ada dua negara yang berhasil pada posisi tersebut, yakni Indonesia dan India. Level positif ini juga terlihat dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang sejak diluncurkan oleh Kemenperin pada November 2022 lalu hingga saat ini masih berada dalam zona ekspansi.

“Industri kita saat ini masih dalam kondisi sehat dan solid. Pada April lalu, PMI kita tetap ekspansi, meskipun Indonesia memiliki libur nasional selama sepuluh hari yang tidak dialami oleh negara-negara lain. Akan tetapi, alhamdulillah, kita masih tetap ekspansi,” terangnya.

Dalam upaya membina sektor industri, Menperin menyebutkan ada tiga faktor penting yang menjadi menjadi perhatian Kemenperin, yaitu sumber daya manusia (SDM), proses, dan teknologi.

Pada faktor pertama, Kemenperin memiliki Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) yang bertanggung jawab menyiapkan SDM kompeten sesuai kebutuhan dunia industri.

Ada beberapa program yang sudah berhasil, seperti pendidikan dan pelatihan vokasi yang link and match dengan industri. Sebanyak 100 persen lulusannya terserap di dunia industri.

“Memang dari kuantitas, jumlah lulusannya masih perlu ditingkatkan karena terkait anggaran. Akan tetapi secara kualitatif, kegiatan tersebut tetap dilaksanakan secara masif,” jelasnya.

Pada faktor kedua, lanjut Menperin, perputaran roda sektor industri menunjukkan daya tahan yang membanggakan. Aktivitas tersebut didukung berbagai kebijakan fiskal dan nonfiskal untuk menopang proses produksi di industri, termasuk pemenuhan bahan baku, logistik, dan transaksi.

“Kebijakan tersebut juga untuk menarik minat investasi baru di Indonesia. Selain itu, melalui skema local currency transaction, diharapkan dapat memudahkan transaksi dengan negara mitra serta menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dari fluktuasi, khususnya terkait dengan dollar Amerika,” tandasnya.

Sementara pada faktor teknologi, Indonesia bertekad untuk mempercepat transformasi digital melalui peluncuran peta jalan Making Indonesia 4.0.

“Kami sudah melakukan asesmen terhadap 1.200 perusahaan, dan sekitar 15 persen yang sudah melakukan transformasi ke teknologi industri 4.0,” ungkap Agus.

Guna mengakselerasi upaya tersebut, Kemenperin terus menyosialisasikan dan mengubah pola pikir para pelaku industri bahwa transformasi digital bukan sebuah biaya, tetapi investasi.

“Dengan adanya teknologi ini, perusahaan akan lebih efisien dan kualitas produk yang dihasilkan berdaya saing tinggi,” tandasnya.

Agus kembali menegaskan bahwa kebijakan yang perlu dijalankan secara konsisten adalah penetapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk sektor industri yang diamanatkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan HGBT.

“Dalam Perpres itu, disebutkan bahwa HGBT untuk sektor industri harus 6 dollar AS per MMBtu. Perpres itu masih aktif. Jadi, saya tidak mengerti kalau ada bagian dari pemerintah yang tidak mau mengikuti Perpres itu dengan segala alasannya, walaupun kami berani untuk mematahkan alasan tersebut. Artinya, ini perlu koordinasi yang kuat,” paparnya.

Berdasarkan hasil kajian, dari tujuh sektor industri yang telah mendapatkan fasilitas HGBT, dampaknya luar biasa dengan peningkatan ekspor, investasi, dan pajak. Ketujuh sektor tersebut adalah industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, dan sarung tangan karet.

“Total nilai tambah yang didapat dari ketujuh sektor tersebut lebih dari Rp 147 triliun atau tiga kali lipat dari bagian negara yang harus disetor. Ini merupakan benefit dari kebijakan HGBT sektor industri. Banyak calon investor yang masih menunggu apakah kebijakan HGBT ini akan dilanjutkan. Karena ini sangat menarik, salah satu kunci untuk maju adalah syaratnya harga gas,” ungkapnya.

Selain itu, kebijakan pengoptimalan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) turut memberikan kontribusi terhadap peningkatan produktivitas dan daya saing industri dalam negeri.

“Selain penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI), instrumen untuk mendorong pertumbuhan industri adalah melalui TKDN,” imbuhnya.

Menurut Menperin, prinsip dari penerapan TKDN di antaranya adalah mendorong investasi, menumbuhkan industri yang masing kosong, dan memperluas nilai tambah bahan baku dalam negeri.

“Selain itu, kebijakan yang perlu dijalankan adalah meningkatkan konsumsi per kapita kita,” jelasnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com