KOMPAS.com – Juni diperingati sebagai Bulan Bung Karno. Seperti diketahui, Soekarno atau yang biasa disapa Bung Karno merupakan presiden pertama Indonesia sekaligus salah satu tokoh politik besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Bung Karno sendiri lahir dan besar di Kota Surabaya, Jawa Timur. Oleh karena itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya Adi Sutarwijono mengatakan, Kota Surabaya memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia dan pertumbuhan nasionalisme.
Ia mengatakan, Bung Karno menyebut Surabaya sebagai dapur nasionalisme Indonesia karena menjadi tempat pembentukan gagasan Indonesia di masa pemerintahan kolonial Belanda. Di kota ini pun berlangsung berbagai pergerakan dan perlawanan rakyat, sebelum dan pasca-kemerdekaan.
Adi menjelaskan, banyak peristiwa terkait kemerdekaan Indonesia yang terjadi di Surabaya. Salah satunya, pertempuran 10 November 1945 yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Pahlawan.
“Peristiwa heroik itu didahului dengan perobekan bendera Belanda di Hotel Majapahit dan dicetuskannya Resolusi Jihad oleh para ulama yang membakar perlawanan hebat dari rakyat terhadap tentara sekutu,” kata Adi dalam rilis yang diterima Kompas.com, Minggu (9/6/2024).
Berbagai peristiwa di masa lalu itu, imbuhnya, masih bisa dikenali di sejumlah tempat atau menjadi tetenger hingga saat ini. Peristiwa itu pun menjadi modal penting bagi pewaris sejarah generasi selanjutnya dalam menanamkan kesadaran nasionalisme dan pembentukan karakter.
“Surabaya menyimpan banyak kisah perjuangan, kepahlawanan, dan narasi kebangsaan Indonesia. Ini menjadi modal penting untuk membangun kesadaran nasionalisme. Memperkuat wawasan kebangsaan bagi generasi penerus. Itu bisa dilakukan melalui cara-cara kreatif, misalnya, dengan wisata kebangsaan ke tempat- tempat bersejarah,” ucap Adi.
Dalam sebuah kesempatan pada 1946, kata Adi, Bung Karno mengatakan bahwa orang tidak dapat mengabdi kepada Tuhan dengan tidak mengabdi kepada sesama manusia. Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin.
“Untuk itu, api perjuangan Bung Karno di era sekarang diwujudkan dalam berbagai kebijakan pemerintah Surabaya dalam menyejahterakan warga Surabaya, khususnya masyarakat lapisan bawah atau wong cilik,” ujarnya.
Di bidang kesehatan, misalnya. Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya telah membebaskan biaya pengobatan warga miskin dan melakukan perbaikan akses pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan pemerintah lainnya.
Adi menjelaskan, pemerintah dan masyarakat bahu-membahu dalam mengentaskan kemiskinan. Hal ini dilakukan melalui pembenahan kampung-kampung, perbaikan rumah tidak layak huni, dan penciptaan ruang-ruang publik yang bisa dimanfaatkan masyarakat. selain itu, pemerintah juga terus menata lingkungan yang hijau dan bersih.
“Surabaya terus berbenah, tumbuh, dan dijaga sebagai kota yang maju, nyaman, serta dihuni beragam penduduk. Toleransi dan gotong royong telah menjiwai Surabaya,” katanya.
Sejarah Bulan Bung Karno
Pemilihan Juni sebagai Bulan Bung Karno bukan tanpa alasan. Sebab, terdapat tiga peristiwa penting bagi Sang Putra Fajar–julukan Soekarno–yang terjadi di bulan ini.
Pertama, pidato Bung Karno tentang Pancasila di sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) di masa penjajahan Jepang, tepatnya pada 1 Juni 1945.
“Untuk mengenang dan memperingati peristiwa itu, pemerintah menetapkan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila yang diperingati secara nasional,” kata Adi.
Kedua, bulan kelahiran Bung Karno. Bung Karno lahir di Kota Surabaya pada 1 Juni 1901 dengan nama Koesno. Kemudian, namanya diubah menjadi Soekarno.
Bung Karno lahir di rumah kecil dan sederhana di kampung Pandean, Jalan Peneleh Gang 4 nomor 40, Surabaya.
“Beliau lahir dan tumbuh di kota yang kultur masyarakatnya egaliter, blak-blakan, dan penuh persaudaraan. Karakter ini ikut membentuk dirinya, pikiran, serta gagasan-gagasannya,” kata Cak Awi– panggilan akrab Adi Sutarwijono.
Saat ini, rumah tempat lahir Bung Karno telah disulap oleh jajaran pemerintahan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menjadi museum yang bisa dikunjungi masyarakat luas. Dulu, rumah itu sempat dimiliki seorang warga, tetapi kemudian dibeli oleh Pemkot Surabaya menjelang berakhirnya pemerintahan Wali Kota Tri Rismaharini, pada 17 Agustus 2020.
Sebagai destinasi wisata, rumah kelahiran Bung Karno dijadikan sebagai satu rangkaian kunjungan wisatawan dengan rumah indekos Bung Karno milik Haji Oemar Said Tjokroaminoto sewaktu sekolah menengah di Surabaya.
Rumah indekos itu terletak di Jalan Peneleh Gang 7 nomor 29-31. Tak jauh dari rumah lahir Bung Karno. Rumah ini telah lebih dulu dijadikan museum.
Ketiga, Bung Karno wafat pada 21 Juni 1970. Bung Karno wafat dengan mewariskan gagasan-gagasan besar bagi generasi penerus Indonesia dan masyarakat dunia. Salah satunya, kemerdekaan adalah hak setiap bangsa.
“Itu sebabnya, Juni dikenang sebagai Bulan Bung Karno. Mengutip pesan Bung Karno, ‘Kita warisi apinya! Jangan abunya’,” kata Adi.