KOMPAS.com – Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas Jasa Kesenian dan Hiburan merupakan pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas jasa penyediaan atau penyelenggaraan semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, ketangkasan, rekreasi, dan/atau keramaian untuk dinikmati.
Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jakarta Morris Danny mengatakan bahwa obyek PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan mencakup penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang serta jasa tertentu yang meliputi jasa kesenian dan hiburan.
“Obyek pajak itu mencakup tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lain yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu, pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana, kontes kecantikan, kontes binaraga, pameran, serta pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap,” jelas Morris dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Selasa (11/6/2024).
Kemudian, pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor, permainan ketangkasan, serta olahraga permainan dengan menggunakan tempat atau ruang dan/atau peralatan serta perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran.
Obyek pajak lain yang dikenakan PBJT adalah rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang, panti pijat dan pijat refleksi, serta diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Tarif PBJT jasa kesenian dan hiburan
Morris menyampaikan bahwa tarif PBJT atas Jasa Kesenian dan Hiburan ditetapkan sebesar 10 persen.
“Namun, khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan sebesar 40 persen,” tambahnya.
Penentuan itu diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 yang berdasarkan peraturan di atasnya, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Beleid itu salah satunya menuliskan kewenangan daerah dalam menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan tertentu dalam rentang 40 hingga 75 persen.
“Atas dasar itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menetapkan kenaikan di lima sektor atas jasa kesenian dan hiburan ke dalam tarif batas bawah, yakni sebesar 40 persen,” ucap Morris.
Sebagai informasi, besaran tarif itu dibebankan khusus untuk obyek PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa yang ditetapkan dalam UU HKPD.
Berdasarkan peraturan lama, yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 (UU PDRD), tarif khusus PBJT berlaku untuk pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotek, karaoke, klub malam, permainan ketangkasan, panti pijat, serta mandi uap/spa.
Selain jenis obyek yang termasuk dalam pajak hiburan khusus dalam PBJT tersebut, Perda Nomor 1 Tahun 2024 juga menetapkan tarif pajak jasa hiburan lainnya sebesar 10 persen. Angka ini turun dari tarif pajak hiburan yang termuat dalam peraturan sebelumnya.
Sebagai contoh, sebelumnya, tarif pajak untuk pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana yang berkelas internasional sebesar 15 persen. Kini, para penikmat hiburan ini hanya dipungut pajak sebesar 10 persen. Perubahan tarif pajak mencerminkan kebijakan Pemprov DKI Jakarta mengikuti dinamika bisnis dan keuangan terkini.
“Pemberlakuan tarif umum sebesar 10 persen menunjukkan upaya untuk menciptakan keseimbangan dalam mengenakan pajak pada berbagai jenis hiburan yang dinikmati oleh masyarakat,” kata dia.
Bapenda DKI Jakarta berharap, warga Jakarta dapat memahami perubahan itu sebagai upaya pemerintah dalam menciptakan keadilan dan keberlanjutan ekonomi.
“Seiring dengan langkah-langkah kebijakan tersebut, sektor hiburan diharapkan tetap berkembang serta memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan,” imbuh Morris.