KOMPAS.com – Dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, terdapat istilah Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) Atas Jasa Parkir yang merupakan perubahan dari istilah Pajak Parkir.
Perda tersebut merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 yang mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), DKI Jakarta, Morris Danny menjelaskan, Jasa Parkir adalah jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan dan/atau pelayanan memarkirkan kendaraan untuk ditempatkan di area parkir.
Mulai dari yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha hingga yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
“Jasa Parkir termasuk dalam jenis PBJT. Pajak ini dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu. Sementara itu, Barang dan Jasa Tertentu adalah barang dan jasa tertentu yang dijual dan/atau diserahkan kepada konsumen akhir,” kata Morris dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Senin (17/6/2024).
Morris menambahkan, obyek PBJT mencakup penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi Barang dan Jasa Tertentu yang meliputi Jasa Parkir yang terbagi menjadi dua kategori.
Pertama, penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir. Tempat parkir yang dimaksud termasuk tempat parkir yang dimiliki oleh pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, dan pemerintah daerah lain, yang penyelenggaraan dan/atau pengelolaannya diserahkan kepada pihak swasta.
Tempat parkir itu juga termasuk yang diselenggarakan oleh perkantoran dan hanya digunakan untuk karyawannya sendiri dengan dipungut bayaran.
Kedua, pelayanan memarkirkan kendaraan (parkir valet).
Sementara itu, terdapat sejumlah obyek yang dikecualikan PBJT Atas Jasa Parkir. Berikut adalah rinciannya.
Untuk diketahui, subyek PBJT merupakan konsumen barang dan jasa tertentu. Sementara itu, wajib PBJT merupakan orang pribadi atau badan yang melakukan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu.
Dasar pengenaan PBJT Atas Jasa Parkir
Morris mengatakan, dasar pengenaan PBJT merupakan jumlah yang dibayarkan oleh konsumen Barang dan Jasa Tertentu. Rinciannya meliputi jumlah pembayaran kepada penyedia atau penyelenggara tempat parkir atau penyedia layanan memarkirkan kendaraan untuk PBJT Atas Jasa Parkir.
Adapun dalam hal pembayaran menggunakan voucer atau bentuk lain yang sejenis dengan memuat nilai rupiah atau mata uang lain, dasar pengenaan PBJT ditetapkan sebesar nilai rupiah atau mata uang lain tersebut.
Dalam hal tidak terdapat pembayaran, dasar pengenaan PBJT dihitung berdasarkan harga jual barang dan jasa sejenis yang berlaku di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Sementara, dalam hal Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan kebijakan pengendalian penggunaan kendaraan pribadi dan tingkat kemacetan, khusus untuk PBJT Atas Jasa Parkir, Pemprov DKI Jakarta dapat menetapkan dasar pengenaan sebesar tarif parkir sebelum dikenakan potongan.
Besaran tarif PBJT Atas Jasa Parkir ditetapkan sebesar 10 persen. Sementara, besaran pokok PBJT yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBJT dengan tarif PBJT.
Sementara itu, saat terutang, PBJT ditetapkan ketika pembayaran atau penyerahan atas jasa penyediaan tempat parkir untuk PBJT atas Jasa Parkir.
PBJT Atas Jasa Parkir yang diterapkan DKI Jakarta
Morris menjelaskan, wilayah pemungutan PBJT yang terutang merupakan wilayah Provinsi DKI Jakarta sebagai tempat penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan.
“Pemberlakuan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 yang mengubah istilah ‘Pajak Parkir’ menjadi ‘Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) Atas Jasa Parkir’ merupakan langkah nyata dalam pengaturan dan penataan sistem perpajakan,” ujarnya.
Ketentuan-ketentuan tersebut, imbuh Morris, menjadi pedoman bagi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan jasa parkir di DKI Jakarta.
Menurut Morris, pemberlakuan PBJT Atas Jasa Parkir tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah, tetapi juga mengatur dan mengendalikan penggunaan tempat parkir serta meminimalkan kemacetan lalu lintas di wilayah tersebut.
“Semua pihak, baik penyedia jasa parkir, konsumen, maupun pemerintah, diharapkan dapat bekerja sama dalam menjalankan aturan ini demi tercapainya ketertiban dan kesejahteraan bersama,” tuturnya.
Oleh karena itu, kata Morris, pemahaman yang baik mengenai ketentuan-ketentuan PBJT Atas Jasa Parkir sangat penting agar dapat menghindari kesalahan dalam pelaksanaannya.
“Mari kita dukung bersama upaya pemerintah dalam mewujudkan sistem perpajakan yang lebih transparan, adil, dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat DKI Jakarta,” ajaknya.