KOMPAS.com – Tidak ada usaha yang berjalan mulus tanpa hambatan. Hal ini dialami oleh Neneng Kurniasih. Ia merupakan seorang penjual kue dan baju di Rindam, Pasar Rebo, Jakarta Timur, yang usahanya sempat limbung akibat pandemi Covid-19.
Neneng memulai usahanya dengan berjualan kue kering. Seiring waktu, ia memutar modalnya untuk berjualan baju secara kredit.
“Saya mulai berjualan kue kering pada 2012 dengan sistem pre-order,” ujar Neneng dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Selasa (25/6/2024).
Keuntungan dari kue kering tersebut, lanjut Neneng, digunakan sebagai modal untuk memulai usaha baju kredit. Sayangnya, usaha Neneng sempat anjlok akibat pandemi Covid-19.
Setelah lama tidak berjualan karena pandemi dan minim modal, Neneng dikenalkan dengan program “Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera” atau Mekaar besutan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.
Sebagai informasi, program Mekaar adalah pinjaman modal untuk perempuan prasejahtera pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang diluncurkan sejak 2015.
“Saya mencoba pinjam modal ke PNM Mekaar sekitar 2021-2022. Saya mendapat pinjaman sekitar Rp 6 juta,” tutur Neneng.
Dengan modal tersebut, ia kembali menjalankan usaha baju.
“Saya pikir saat itu (usaha) makanan sudah banyak pesaingnya. Namun, setelah usaha baju membuahkan keuntungan, saya akhirnya memanfaatkan pinjaman tersebut sebagai modal untuk berjualan kue kering lagi,” ujar Neneng.
Lewat produk usaha bernama “Nastar Jadoel Emak Nye Ociit”, Neneng mengaku menerima banyak pesanan kue kering.
Terdapat berbagai macam kue dengan harga produk yang bervariasi, di antaranya nastar 500 gram dibanderol dengan harga Rp 60.000, sagu keju Rp 55.000, kue putih salju Rp 60.000, dan biji ketapang 600 gram seharga Rp 40.000. Neneng juga menjual peyek kemasan toples 5 liter seharga Rp 40.000.
Tak hanya kue kering, Neneng menerima pesanan dimsum dari mahasiswa sekitar usahanya di Jakarta Timur. Biasanya, semua pesanan dilayani lewat WhatsApp.
Soal usaha baju, Neneng juga mengaku dagangannya cepat laku. Neneng mengambil stok dari pasar atau toko besar dan menjualnya dengan sistem kredit sebulan.
Neneng mengaku bahwa ia tidak mengambil keuntungan yang terlalu besar dari usaha baju tersebut.
Alhasil, banyak orang tertarik untuk beli baju karena harga yang terjangkau. Berkat pinjaman dari PNM Mekaar pula, omzetnya meningkat.
“Setelah bergabung dengan PNM Mekaar, saya tak hanya mendapatkan pinjaman modal usaha, tetapi juga kenal dengan anggota PNM Mekaar lain,” ujar Neneng.
Berkat kelompok atau komunitas tersebut, Neneng jadi bisa memperluas pemasaran dan menarik banyak pembeli.
“Bahkan, banyak ibu-ibu anggota PNM Mekaar yang ikut memesan kue kering dan baju kepada saya. Dengan pendapatan yang semakin meningkat, kini saya bisa meraih omzet usaha di atas Rp 5 juta per bulannya,” ujar Neneng.
Neneng merasa bersyukur karena pinjaman dari PNM Mekaar membantu usahanya bangkit. Berkat pendapatan yang meningkat, ia pun bisa menyekolahkan anaknya tanpa kendala biaya.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengungkapkan komitmen BRI, PNM, dan Pegadaian dalam mengembangkan ekonomi tingkat akar rumput lewat Holding Ultra Mikro (UMi).
Supari menyatakan bahwa transformasi ekonomi sejatinya dimulai dari bawah dengan memberdayakan pelaku usaha mikro yang menjadi agen pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional.
Sejak dibentuk pada September 2021, total kredit yang disalurkan kepada pelaku usaha mikro dan ultramikro per kuartal I-2024 mencapai Rp 622,6 triliun. Jumlah ini menyentuh 47,6 persen dari total pembiayaan BRI dengan 36,8 juta nasabah.
"Pemberdayaan tidak cukup hanya dengan memberikan kredit. Mereka juga harus didampingi dan diajari menabung," ujar Supari.