KOMPAS.com – Desa Trangsan, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah (Jateng), dikenal sebagai sentra industri rotan. Wilayah ini memiliki sejarah panjang terkait pengolahan rotan hingga menjadi produk-produk rumahan yang bermanfaat.
Industri rotan di wilayah itu telah dimulai hampir satu abad lalu dan dipelopori oleh Ki Demang Wongsolaksono.
Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan anggota kelompok rotan Trangsan, Agung, menjelaskan bahwa pengolahan rotan di desa tersebut sudah menjadi tradisi dan diturunkan hingga ke anak cucu.
“Pengolahan rotan di wilayah kami berkembang pesat. Bahkan, Desa Trangsan dinobatkan sebagai sentra industri penghasil kerajinan rotan terbesar di Jawa Tengah dan kedua di Indonesia,” ujar Agung dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (19/7/2024).
Meski demikian, sempat terjadi penurunan produksi secara drastis pada 2015. Penyebabnya adalah lonjakan harga rotan di pasar internasional sehingga pengrajin kesulitan mendapatkan bahan baku.
Untuk mengatasi hal itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo membentuk Klaster Rotan Trangsan sebagai solusi guna menjawab kebutuhan pengrajin. Kini, klaster tersebut memiliki lebih dari 200 anggota.
Agung mengakui bahwa perjalanan Klaster Rotan Trangsan tak selalu mulus. Beberapa anggota sempat mengeluhkan masalah keuangan. Hal ini pun menurunkan produktivitas mereka.
“Kami sebagai pengurus mencoba mengusulkan ke pemerintah setempat untuk mengadakan pelatihan-pelatihan dan studi banding. Hal itu diharapkan dapat meningkatkan produktivitas para pengrajin,” tutur Agung.
Agung melanjutkan, dari bahan baku rotan, para anggota klaster berhasil menciptakan berbagai barang- barang fungsional ataupun kerajinan tangan, mulai dari bingkai cermin, kursi, meja, tas, tempat tidur, hingga tempat koran.
Produk tersebut dijual ke pasar lokal serta pasar ekspor yang meliputi sejumlah negara dari Amerika, Eropa, Asia, dan Australia.
“Furnitur merupakan produk yang paling banyak diekspor,” tambah Agung.
Para pengrajin bisa menjual hingga 600 kontainer produk rotan per bulan. Adapun satu kontainer berisi produk dengan harga hingga Rp 150 juta untuk produk mebel dan Rp 400 juta untuk kerajinan tangan.
Dukungan program Klasterkuhidupku BRI
Perkembangan usaha yang dialami oleh Klaster Rotan Trangsan tak terlepas dari bantuan dan dukungan yang diberikan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI.
Selain pendanaan, Klaster Rotan Trangsan juga mendapatkan dukungan pemberdayaan melalui program Klasterkuhidupku dari BRI.
Melalui program corporate social responsibility (CSR) BRI Peduli, perseroan juga menyalurkan bantuan peralatan usaha bagi Klaster Rotan Trangsan. Hal ini dilakukan untuk mendukung produktivitas dan pengembangan usaha.
“Peralatan usaha (yang diberikan) menunjang pengolahan rotan. Alat-alat itu dibagikan ke beberapa pengrajin rotan yang juga anggota dari Klaster Rotan Trangsan,” ucap Agung.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengatakan bahwa program Klasterkuhidupku merupakan wadah yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk mengembangkan bisnis.
Dengan pemberdayaan serta pendampingan tersebut, pelaku UMKM diharapkan dapat mengembangkan produk dan memperluas usaha.
Supari menegaskan, selain dalam pendanaan, BRI juga berkomitmen untuk mendampingi serta membantu pelaku UMKM lewat pelatihan-pelatihan usaha dan program pemberdayaan lain sehingga UMKM dapat tumbuh serta tangguh.
“Semoga kisah Klaster Rotan Trangsan dapat menjadi inspirasi yang bisa ditiru oleh pelaku UMKM di daerah lain,” imbuh Supari.