KOMPAS.com - Pemanfaatan tanda tangan elektronik (TTE) di lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) meningkat pesat di era kepemimpinan Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel Prof Zudan Arif Fakrulloh.
Pada Mei 2024, terdapat 332 pengguna TTE. Di era kepemimpinan Prof Zudan, angka ini meningkat menjadi 1.065 pengguna.
Hal itu diketahui saat Prof Zudan menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) Implementasi Kebijakan Kementerian PANRB Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana bagi Wilayah Indonesia Timur di Makassar, Sulsel, Selasa (26/8/2024).
Kegiatan tersebut digelar karena wilayah Indonesia timur secara umum masih menghadapi tantangan dalam mencapai target nilai Reformasi Birokrasi (RB), Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), dan indeks Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) kategori “Baik”.
Keterbatasan infrastruktur teknologi informasi, sumber daya manusia (SDM), dan anggaran menjadi sejumlah faktor penghambat.
Pj Gubernur Sulsel menyambut baik rakor tersebut lantaran dinilai penting dan sangat dibutuhkan oleh pemerintah daerah (pemda).
"Silakan melaksanakan acara di Makassar, Sulsel. Kami siap memfasilitasi. Semakin banyak yang hadir, kami semakin semangat," ujar Zudan dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Selasa.
Prof Zudan melanjutkan, dalam pelaksanaan pemerintahan, pemda tak hanya memberikan pelayanan, tetapi juga meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) yang dicapai berbasis digital.
Sebagai contoh, imbuh Zudan, masyarakat dimudahkan dalam pembayaran menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
“Pemprov Sulsel saat ini melakukan digitalisasi tata kelola administrasi pemerintahan, seperti pemanfaatan TTE. Metode ini mengubah mindset pelayanan publik pada proses administrasi yang biasanya dapat selesai berhari-hari, kini tuntas dalam hitungan menit,” terang Zudan.
Prof Zudan berharap, upaya tersebut menjadi langkah tepat untuk melakukan transformasi digital di lingkup Pemprov Sulsel.
“Untuk Indonesia ke depan, Sulsel menjadi hub wilayah Indonesia tengah dan timur. Kami siap menjadi pilot project dan menjadi tempat share teman-teman bagaimana kami mendigitalkan tata kelola pemerintahan," terangnya.
Kelembagaan yang agile
Pada kesempatan sama, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Abdullah Azwar Anas mengatakan, diperlukan kelembagaan yang agile (lincah) agar instansi pemda dapat berjalan efektif dan efisien.
Menurutnya, kelembagaan yang agile adalah yang mengadopsi teknologi dengan menerapkan SPBE.
Ia menilai, langkah tersebut perlu diterapkan agar lembaga dapat menghadirkan layanan publik yang lebih responsif dan mudah diakses, serta meningkatkan kepuasan masyarakat dan efektivitas pelayanan ke depan.
“Saya berharap, SPBE ini bisa diterapkan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk wilayah timur. Digitalisasi tak sekadar perubahan alat, tetapi sebuah transformasi menyeluruh dalam cara bekerja, berkolaborasi, dan memberikan pelayanan terbaik kepada publik," jelas Anas.
SPBE sebagai wujud transformasi digital akan menjadi strategi utama dalam mempercepat terciptanya birokrasi berkelas dunia dalam mendukung visi Indonesia Maju menuju Indonesia Emas 2045.
Hal tersebut akan dijalankan dengan berfokus pada lima area intervensi Governance-Govtech, yaitu digital capability, digital culture, digital organization/digital structure, digital process, dan digital infrastructure.
“Dibutuhkan digital leadership dalam mentransformasi digital government di Indonesia. Digital leadership yang harus dimiliki seorang leader meliputi birokrasi digital, budaya digital, dan kompetensi digital,” tambah Anas.