Advertorial

2 Dosen UM Tembus Daftar 2 Persen Ilmuwan Top Dunia, Begini Cerita Mereka

Kompas.com - 03/10/2024, 10:50 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Kabar membanggakan datang dari Universitas Negeri Malang (UM). Baru-baru ini, dua orang dosen UM, yakni Prof Hadi Nur, PhD, dan Prof Dr Ahmad Taufiq, SPd, MSi, masuk ke dalam daftar “World's Top 2% Scientists 2023” yang dirilis oleh Stanford University.

Prof Hadi berhasil masuk dalam dua kategori sekaligus, yakni "Long Career" dan "Single Year Impact". Sementara itu, Prof Ahmad sebagai profesor termuda di UM berhasil masuk dalam kategori "Single Year Impact".

Untuk diketahui, World's Top 2% Scientists sebuah daftar yang menampilkan ilmuwan-ilmuwan paling berpengaruh di dunia. Daftar ini dibuat berdasarkan analisis data dari Elsevier–salah satu penerbit terkemuka untuk literatur ilmiah, teknis, dan medis.

World's Top 2% Scientists menggunakan data bibliometrik–data tentang publikasi ilmiah–untuk menilai dampak ilmiah secara obyektif. Cakupan pemeringkatan ini pun cukup luas, yaitu lebih dari 7 juta ilmuwan aktif dari berbagai disiplin ilmu.

“(Capaian) ini adalah anugerah luar biasa. Baru-baru ini, saya juga diberi Anugerah Academic Leader Nasional Bidang Sains 2023 oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi. Kedua capaian ini memberi arti bahwa anugerah ini adalah kesuksesan orangtua dan keluarga, para guru, mahasiswa, dan para kolega kami semua,” kata Prof Ahmad kepada Kompas.com, Selasa (1/10/2024).

Prof Ahmad juga mengatakan bahwa pencapaian itu merupakan anugerah yang berarti bagi lembaga tempatnya mengajar, yakni UM dan Indonesia dalam kancah dunia.

“Pencapaian ini juga berarti bahwa riset dan publikasi ilmiah, khususnya internasional, harus lebih baik lagi dari sebelumnya. Sebab, pencapaian ini bukan tujuan akhir, tetapi sebagai salah satu titik awal untuk terus konsisten dan produktif sebagai ilmuwan,” ucapnya.

Di sisi lain, Prof Hadi Nur memandang pencapaian tersebut dengan kacamata yang berbeda. Menurutnya, bagi para pengambil kebijakan, prestasi dua dosen Indonesia dalam pemeringkatan tersebut tetap penting sebagai acuan untuk memahami posisi riset Tanah Air di kancah internasional.

Akan tetapi, ia mengingatkan bahwa di balik angka-angka tersebut, pemaknaan dari sebuah riset jauh lebih berharga.

“Sebagai seseorang yang telah berkecimpung lebih dari 20 tahun di dunia riset, saya paham siapa saja yang benar-benar unggul di bidang ini. Ilmuwan hebat tidak selalu tecermin dari keberadaannya di daftar ‘World's Top 2% Scientists’. Hal ini sangat bergantung pada topik riset dan tingkat kesulitan penelitian yang dilakukan,” ungkapnya.

Hal serupa juga diungkapkan Prof Ahmad. Menurutnya, walaupun jumlah sitasi dan h-index menjadi salah satu tolok ukur riset dan karya yang dihasilkan berdampak atau dirujuk, khususnya oleh para peneliti lain, terdapat hal lain yang tidak kalah penting.

“Saya berusaha belajar bersama tim riset di Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UM untuk fokus agar riset yang dihasilkan dapat memberikan manfaat yang lebih nyata bagi masyarakat,” katanya.

Pandangan terhadap ekosistem riset di Indonesia

Menurut Prof Hadi Nur, saat ini, posisi dan potensi penelitian Indonesia di kancah global masih rendah. Jumlah ilmuwan Indonesia yang masuk dalam daftar global pun masih minim sehingga perlu evaluasi mendalam terkait kebijakan yang menentukan arah penelitian di Indonesia.

Capaian yang diraihnya bersama Prof Ahmad itu, imbuhnya, dapat dijadikan momentum untuk meninjau kembali kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman yang dihadapi oleh ekosistem riset di Indonesia.

“Potensinya ada. Namun, perlu perbaikan tata kelola riset agar lebih optimal. Ekosistem riset yang mendukung, termasuk alokasi waktu yang memadai bagi dosen untuk melakukan penelitian di tengah beban mengajar yang tinggi, sangat diperlukan,” kata Prof Hadi.

Tak hanya itu, menurutnya, tiga faktor utama dalam penelitian yang saling terkait, yakni sumber daya manusia (SDM), infrastruktur riset, dan pendanaan, juga perlu diperkuat.

Prof Ahmad menjelaskan, pendanaan dan fasilitas penelitian, seperti laboratorium, menjadi kendala yang kerap dialami peneliti di Indonesia.

“Namun, tantangan tersebut dapat diatasi melalui kolaborasi dengan para kolega ilmuwan, baik di dalam maupun luar negeri,” ucapnya.

Untuk diketahui, Prof Hadi memiliki fokus penelitian di bidang kimia, ilmu material, dan kimia fisika dengan -index 34 dan lebih dari 7.000 sitasi. Sementara, Prof Ahmad memiliki kepakaran di sejumlah bidang, seperti nanomaterial, fisika material, dan magnet cair dengan lebih dari 3.500 sitasi dan h-index di atas 27.

Peran dan dukungan UM

Sebagai akademisi dan dosen yang mengajar di UM, keduanya sependapat bahwa UM berperan besar dalam mendukung penelitian yang dilakukan sivitas akademikanya.

Prof Ahmad mengatakan bahwa UM melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), menyediakan hibah penelitian dan pengabdian yang memadai, serta penghargaan untuk karya berkualitas.

"Sudah hampir 10 tahun UM terus memberikan penghargaan atau insentif kepada para peneliti UM yang menghasilkan karya-karya berkualitas, khususnya karya internasional bereputasi," ungkapnya.

Prof Ahmad melanjutkan, UM juga terus melakukan pengembangan fasilitas laboratorium canggih, seperti Laboratorium Sentral dan Laboratorium Terpadu.

“UM juga mengangkat banyak adjunct profesor top dunia untuk mengajar dan melakukan riset di UM. Dengan begitu, para peneliti UM dapat sejajar dengan peneliti terbaik dunia,” katanya.

Prof Hadi menambahkan bahwa status UM sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) memberikan fleksibilitas tinggi dalam menghadapi tantangan global, termasuk dalam menjalankan penelitian berkualitas.

Ia pun berharap, di masa mendatang, UM dapat menjadi institusi yang berperan aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan dan riset yang unggul.

Berkaca pada prestasi gemilang yang diraih sebagai peneliti dan akademisi, Prof Hadi dan Prof Ahmad memberikan pesan kepada peneliti muda yang ingin mengembangkan karier mereka.

Prof Ahmad berpesan agar para peneliti banyak membaca dan belajar dari banyak riset dan publikasi terbaik sebelumnya. Kemudian, selalu konsisten dan totalitas dalam melakukan riset. Jangan lupa juga untuk berkolaborasi dan belajar dengan banyak pihak terkait. 

Sementara itu, Prof Hadi menekankan pentingnya kejujuran dan integritas dalam penelitian. Ia mengingatkan agar para peneliti selalu bersikap jujur dan menghindari penggunaan cara-cara tidak etis hanya demi menghasilkan publikasi yang memberikan kesan prestasi semu.

Sebab, prinsip kejujuran dan integritas dapat menjadi landasan untuk membedakan antara karya ilmiah yang benar-benar bermakna dan karya yang hanya mengejar pengakuan semu.

“Dedikasikan waktu Anda dengan bijak. Cintailah ilmu pengetahuan dengan sepenuh hati karena hanya dengan itu kontribusi nyata dapat dihasilkan,” ujarnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau