KOMPAS.com – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berkomitmen menata ruang di wilayahnya agar selaras dengan alam. Hal itu menjadi landasan upaya mencegah bencana di Jabar.
Komitmen tersebut diungkapkan Dedi Mulyadi, yang akrab disapa KDM, dalam beberapa kesempatan, salah satunya saat pelantikan Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPD Apdesi) Provinsi Jawa Barat di Kota Bandung, pada 15 Mei 2025.
Menurut KDM, tata ruang di Jabar saat ini kacau karena lebih banyak mengadopsi pendekatan politik, bukan konservasi alam.
“Perkebunan berubah menjadi kawasan tambang dan industri. Gunung kehilangan hutan, laut kehilangan pantai akibat tata ruang yang kacau,” ujarnya dikutip dari siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (17/8/2025).
Ia menilai, tata ruang Jabar juga masih tumpang tindih. Ada daerah yang ditetapkan sebagai destinasi wisata, namun di saat yang sama berlangsung kegiatan pertambangan. Karena itu, evaluasi tata ruang menjadi hal mendesak.
“Buat tata ruang yang menjauhkan dari musibah. Kalau mengeruk alam seenaknya, akan ada musibah,” kata KDM.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa tata ruang yang selaras dengan alam bukan berarti meniadakan kawasan industri, permukiman, maupun pembangunan lainnya. Namun kelestarian hutan dan sumber mata air harus tetap dijaga.
“Artinya, gunung indah, air mengalir jernih, sungai berkelok, pantai bersih, sawah terasering,” ucap KDM.
Di hadapan DPRD Jawa Barat, ia juga sempat mengungkapkan keresahannya terhadap tata ruang di Jabar.
KDM menyebut kesalahan penataan ruang telah menghilangkan kawasan hijau seluas 1,2 juta hektar.
Hilangnya kawasan hijau paling luas terjadi di Bekasi dan Kabupaten Bogor. Perkebunan di wilayah tersebut telah berubah menjadi kawasan pariwisata, permukiman, dan perhotelan.
Mengetahui masalah itu, KDM berencana merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jabar pada 2025.
“Kalau tata ruangnya tidak diubah, maka kita akan dikepung bencana longsor dan banjir. Tidak aneh, hari ini banjir tidak terjadi di daerah dataran, tetapi justru di pegunungan,” katanya.
KDM pun menginstruksikan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk menelusuri detail tata ruang Jabar yang pernah disusun Pemerintah Hindia Belanda.
Menurut KDM, tata ruang yang dibuat Hindia Belanda lebih selaras dengan alam sehingga dapat menjadi rujukan revisi RTRW Jabar.
“Tak akan bisa sama dengan zaman kolonial, tetapi kita dekatkan, jangan sampai kita kacau,” ungkapnya.