Soal Hilirisasi ANTAM: Pembangunan Pabrik Feronikel Harus Tepat Waktu

Kompas.com - 18/03/2016, 08:52 WIB


Emiten sektor pertambangan kini tengah mengalami tekanan global akibat jatuhnya harga komoditas. Penurunan harga minyak dunia juga turut menyebabkan perlambatan di industri ekstraksi mineral di Indonesia.

Atmosfir perekonomian dunia yang sedang tidak bersahabat ini pula yang menambah daftar tantangan bagi kelanjutan hilirisasi yang telah dicanangkan pemerintah sejak tahun 2009 lalu. Hal ini yang membuat PT ANTAM (Persero) Tbk tetap melakukan pembangunan pabrik feronikel untuk meningkatkan kinerja Perseroan.

“Justru kami ingin membuktikan komitmen pembangunan pabrik feronikel ANTAM akan selesai sesuai target,” ujar SVP Corporate Secretary ANTAM, Tri Hartono, Kamis (25/3/2016).

Menurut Tri, Saat ini Perseroan tengah melaksanakan proses konstruksi, untuk Proyek Perluasan Pabrik Feronikel di Pomalaa (P3FP) Sulawesi Tenggara sudah hampir rampung, sedangkan Proyek Pabrik Feronikel di Halmahera Timur (P3FH) sedang proses tender kontraktor setelah melakukan rights issue di akhir tahun lalu dan dalam waktu dekat akan segera dilanjutkan kembali ke tahapan kontruksi.

Lebih lanjut, Tri menilai tahun 2015 lalu merupakan titik kulminasi harga komoditas nikel terendah sejak 7 tahun terakhir. Turunnya harga komoditas nikel merupakan tantangan kedua setelah larangan ekspor yang diberlakukan 2014 silam.

“Perkembangan seputar bisnis nikel di 2015 memang anomali, setelah aliran keran ekspor bahan mentah nikel Indonesia dihentikan oleh pemerintah seharusnya harga nikel naik, ini malah turun,” kata ia.

Walaupun pergerakan harga nikel masih dipengaruhi level persediaan dan kondisi ekonomi global, namun ANTAM tetap berkomitmen untuk mendukung dan mewujudkan hilirisasi melalui penyelesaian P3FP dan P3FH.

“Harapannya pada saat proyek ini selesai harga nikel akan rebound,” ujarnya.

Proyek Pembangunan Pabrik Feronikel Haltim (P3FH) di Halmahera Timur telah dimulai sejak tahun 2011, dengan kapasitas awal 40.000 TNi (ton nikel dalam feronikel) per tahun dan estimasi nilai proyek US$1,6 miliar.

“Konstruksi proyek ini terkendala seiring dampak dari rendahnya harga komoditas, serta adanya larangan ekspor yang berpengaruh terhadap pendapatan perusahaan,” ungkap Tri.

Tri juga menekankan bahwa konstruksi akan segera berjalan setelah Perseroan mendapatkan Rp3,5 triliun dana PMN di akhir tahun 2015 lalu. Ia juga menuturkan bahwa ANTAM mengharapkan proyek P3FH akan selesai pada 2018.

“Tentu saja membangun pabrik yang tadinya berkapasitas 40.000 TNi menjadi 15.000 TNi harus merubah desain proyek konstruksi,” tutur Tri.

“Kami juga telah menandatangani kesepahaman bersama dengan PT Bukit Asam (Persero) Tbk perihal supply batubara untuk pembangkit listrik P3FH. Overall sedang kita review ulang sekaligus tender kembali kontraktor EPC-nya, kami tetap komit proyek ini akan selesai diakhir tahun 2018. Dalam kondisi saat ini kami harus benar-benar prudent dalam mengeksekusi investasi,” Tri menambahkan.

Proyek hilirisasi ANTAM lainnya berada di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Proyek Perluasan Pabrik Feronikel Pomalaa (P3FP) akan menambah kapasitas produksi feronikel Perseroan dari 18.000-20.000 TNi menjadi 27.000-30.000 TNi per tahun.

“Proyek senilai US$600 juta ini melewati 8 paket konstruksi diantaranya fasilitas Jetty atau pelabuhan, belt conveyor, refining plant-3, ladle furnace, line-4 ore preparation & calcining, electric smelting furnace-4, oxygen plant-5 dan coal power plant” ujar Tri. “sekarang status progress EPC-nya sudah 99.08%,” tutup Tri. (adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com