Advertorial

Kebijakan Pemprov Jabar Jadi Percontohan Pencegahan Korupsi Nasional

Kompas.com - 25/10/2016, 09:08 WIB

Indonesia memiliki angka kriminalitas korupsi yang tinggi. Berbagai faktor menjadi alasan bagi para pelaku untuk korupsi. Tidak hanya dilakukan oleh pejabat saja, korupsi juga dilakukan oleh karyawan-karyawan kecil.

Salah satu faktor karyawan melakukan korupsi adalah kecilnya gaji yang diterimanya. “"Dulu gaji sebulan PNS hanya cukup untuk satu minggu, yang tiga minggunya mereka mencari-cari, kalau imannya tidak kuat ada yang melakukan tindakan yang menyimpang seperti korupsi tapi ini hanya sebagian orang saja," ujar Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK, Ranumihardja saat beraudiensi dengan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan beserta OPD, Jumat (21/10/2016).

Oleh sebab inilah, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengeluarkan kebijakan mengenai pemberian Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemprov Jabar pada tahun 2013.

Dalam acara audiensi yang dilaksanakan di Ruang Sanggabuana, Gedung Sate, Bandung ini Ranumihardja juga berharap melalui kebijakan tersebut dapat memberantas korupsi secara nasional. Menurutnya, kini gaji para ASN sudah sangat mencukupi, ditambah dengan tunjangan TPP yang selama ini sudah berjalan di Pemprov Jabar. "Mudah-mudahan kedepan lebih sejahtera lagi, dari pada uang-uang siluman lebih baik kan resmi," tuturnya.

Kebijakan tersebut, telah mendapat apresiasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain untuk kesejahteraan, kebijakan ini juga dapat menghilangkan praktik korupsi di kalangan PNS. KPK pun akan menjadikan kebijakan ini pilot project dan akan menjadi percontohan untuk Pemda lain di Indonesia.

Dalam waktu dekat Pemprov Jabar akan menandatangani perjanjian kerja sama dengan KPK terkait dengan sejumlah kebijakannya yang akan digunakan oleh KPK dan menjadi percontohan bagi provinsi lain.

"Dalam waktu dekat kami akan MoU dengan KPK untuk menjadikan sejumlah layanan publik di Jabar menjadi layanan percontohan bagi Provinsi lain termasuk TPP dan ini juga untuk mencegah tindakan korupsi," kata Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.

Kedatangan Deputi KPK ke Pemprov Jabar tersebut, selain untuk menjadikan kebijakan TPP Pemprov Jabar sebagai pilot project nasional, KPK dapat memastikan agar para pejabat Pemprov Jabar berani melaporkan jika ada oknum-oknum KPK gadungan yang memiliki dan kepentingan pribadi.

Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa berkata bahwa pernah ada pejabat eselon III dan IV yang didatangi dan berurusan dengan oknum-oknum KPK gadungan ini. Namun karena sudah bisa diselesaikan di tingkat bawah, laporan resmi terkait ini belum ada yang masuk ke pihaknya.

“Setelah eselon II diberikan pemahaman, nanti para pejabat ini akan menjelaskan ke jajaran di bawahnya,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, menurut Iwa juga turut mengadukan kasus sengketa tanah dan bangunan di Dinas Peternakan yang ditenggarai ditunggangi mafia hukum. Deputi KPK sendiri meminta agar Pemprov Jabar untuk terus menambah bukti yang mendukung adanya dugaan tersebut.

“KPK minta dukungan buktinya untuk ditindaklanjuti,” ujarnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau