Krisna, calon wasit yang pernah jadi pemain

Mengenal Calon Deputi Gubernur BI (2)

Kompas.com - 18/03/2010, 10:04 WIB

KOMPAS.com — Di kalangan bankir, nama Krisna Wijaya tak asing lagi. Bekerja di BRI selama 20-an tahun, Krisna juga pernah memimpin Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS.

Saat ini Krisna menjabat Komisaris Bank Danamon. Dulu, Krisna pernah dicalonkan menjadi Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), tetapi tidak terpilih. Kini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali mencalonkan Krisna untuk kursi Deputi Gubernur BI bidang Pengawasan, menggantikan Siti Ch Fadjrijah yang akan habis masa jabatannya.

Siapa Krisna, bagaimana visi dan misinya kelak jika terpilih, dan seperti apa pandangannya soal sistem pengawasan bank yang belakangan ini mendapat banyak sorotan. Berikut petikan wawancara Persda Network dengan Krisna, akhir pekan lalu.

Apa visi Anda untuk maju?
Berangkat dari bankir komersial, saya tahunan bekerja di perbankan. Tentu saya lebih banyak melihat harapan ke depan bagaimana sebaiknya BI. Saya melihat bidang tugas BI di bidang moneter sudah berhasil dengan kemampuan menjaga stabilitas. Dari sistem pembayaran bisa dikatakan perlu disempurnakan. Tapi cukup berhasil, misalnya, bagaimana memfasilitasi masyarakat kecil untuk menikmati fasilitas alat pembayaran yang canggih. Mestinya ada keberpihakan seperti itu. Saya sendiri dalam garis benak pikiran saya. Kira-kira melakukan transformasi BI untuk mewujudkan ekonomi kerakyatan.

Yang perlu diperbaiki dalam pengawasan bank?
Karena orientasi saya tadi bagaimana memberikan manfaat bagi ekonomi kerakyatan, maka implikasi dalam pengawasan tadi akan bertransformasi dalam pengawasan yang sama. Saya ingin tegaskan bahwa kita tidak kekurangan tenaga ahli.

Di BI banyak yang pintar dan pahami fungsi pengawasan, tapi lebih ke pendekatan yang scientifid. Ini ilustrasi yang sering saya sampaikan. "Menjadi wasit sepak bola itu tidak harus berasal dari pemain sepak bola. Tapi kalau ada wasit yang pernah menjadi pemain sepak bola, maka value art (seninya) akan beda".

Saya coba analogikan itu bahwa sumbangan saya nanti lebih kepada bahwa saya wasit yang pernah menjadi pemain. Dengan pendekatan itu, maka art atau seni untuk mengawasi itu bisa dikembangkan. Karena saya dulu adalah obyek yang pernah diawasi.

Itu apakah artinya karena Anda satu-satunya calon dari luar BI?
Menurut saya, mungkin bisa diartikan seperti itu. Tadi kan ditanya kenapa saya. Bukan pembenaran. Tentu yang harus diutamakan kalau dari sisi strategi apa yang paling miliki. Tentu yang saya miliki saya bisa jadi wasit yang mantan pemain. Artinya, kalau ada "trik-trik" saya bisa punya chemistry atau intuisi wah ini bagus luarnya saja. Dalamnya harus dilihat ada yang tidak beres, intuisi saya soal itu sudah terlatih.

Saat ini pengawasan dalam sorotan, apa yang perlu diperbaiki?
Sebagai orang yang menjadi obyek yang diawasi, ada dua yang harus diubah, yakni pola pikir maka perlu transformasi. Pola pikir mengawasi sebagai kegiatan rutin. Ini harus kita ubah. Akibat rutinitas pekerjaan itu segala sesuatunya dianggap selesai kalau yang diinginkan pengawas sudah terpenuhi.

Misalnya aturan terus pelaksanaannya begini. Dan, itu diperbaiki dianggap sudah selesai dan tidak dilihat kenapa itu dilakukan lebih dalam dan diperbaiki lagi. Karena itu tadi rutintas. Harus kita kembangkan metode dan teknis beda untuk tiap-tiap bank. Kira-kira begitulah teknis implementasinya.

Ini pencalonan Anda kedua kalinya?
Saya tentunya sebagai manusia harus berusaha. Tapi saya sadari itu ada garis tangan. Saya percaya sepenuhnya kepada DPR yang berhak memilih. Apa saya layak dipilih. Pertanyaannya sekarang apakah BI perlu orang komersial? Kalau perlu jawabannya kapan? Kalau dua jawaban ini bisa dipenuhi apakah saya layak atau tidak. Karena kan banyak bankir lain. Ini menjadi sesuatu penting bagi saya agar publik dan pers berperan pertanyakan ini.

Kalau dianggap BI perlu orang dari kalangan komersial. Kalau itu saya bisa jawab di negara yang memiliki bank sentral selalu ada orang komersial. Kalau dikatakan tahun sekarang perlu orang komersial? Berikutnya Krisna tepat tidak? Kalau dipandang perlu dan belum sekarang yah mungkin saya belum dianggap tepat. Tapi kita lihat di sejumlah negara bank sentral selalu mengakomodasi orang komersial karena perlu akumulasikan antara scientific dan pengalaman dalam praktiknya. Bisa dibayangkan, yang diperiksa dan sekarang memeriksa. Tentu ada kelebihan tersendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com