Kamar Mandi dan Kakus Jadi Masalah

Kompas.com - 07/11/2010, 02:54 WIB

SLEMAN, KOMPAS - Terbatasnya jumlah kamar mandi, yaitu 60 buah, di Stadion Maguwoharjo, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, membuat sekitar 32.000 pengungsi Merapi menghadapi persoalan serius. Apalagi, sejumlah kamar mandi dalam kondisi rusak tak bisa dipakai. Kurangnya sarana mandi, cuci, dan kakus ini masih ditambah kurangnya pasokan air bersih.

”Banyak yang mampat. Air tergenang di kamar mandi,” kata salah satu pengungsi, Narsih (31), warga Purwobinangun, Sabtu (6/11). Ia memilih hanya membasuh wajah dan memandikan anaknya karena satu keluarga hanya dijatah satu ember air ukuran kecil.

Beberapa hari terakhir ia tidak pernah mencuci bajunya. ”Untuk mandi saja sudah sulit, apalagi mencuci baju. Sudah begitu, dijatah juga,” katanya.

Pisah pengungsi

Melihat langsung pengungsi di Stadion Maguwoharjo, Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla berharap agar pemerintah setempat memindahkan sebagian pengungsi ke tempat pengungsian lain untuk mengurangi beban bangunan stadion. Sebab, permasalahan besar akan timbul dengan besarnya jumlah pengungsi.

”Sebaiknya mereka dipecah-pecah lagi sehingga tidak menumpuk seperti sekarang ini. Masih ada posko pengungsian lain, seperti di Universitas Gadjah Mada atau kampus lain yang bisa digunakan,” ujarnya.

Mantan Wakil Presiden RI ini juga mengingatkan seluruh staf PMI yang bertugas di berbagai tempat pengungsian agar memperbaiki sistem kerjanya. Ia menilai, kerja PMI belum efektif karena tempat pengumpulan makanan dan obat-obatan di beberapa lokasi masih disatukan.

Kalla menyatakan, pihaknya akan menempatkan dua kontainer khusus untuk makanan, pakaian, dan obat-obatan di stadion tersebut segera.

Disiapkan air bersih

Secara khusus, PMI juga akan mulai memasok 200.000 liter air bersih per hari bagi para pengungsi di Yogyakarta dan Jawa Tengah.

PMI akan menyiapkannya karena PMI sanggup menyediakan 400.000 liter air per hari.

”Air bersih kebutuhan vital. Jangan sampai kekurangan. Seluruh kebutuhan di tempat pengungsi harus terpenuhi,” kata Jusuf Kalla saat meninjau lokasi produksi air bersih untuk pengungsi di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, Gamping, Sleman, kemarin.

Air tersebut diambil dari Selokan Mataram di Yogyakarta sebelum diolah menjadi air bersih. Sebelumnya pengolahan air bersih dipusatkan di kantor Kecamatan Turi, Sleman. Namun, sejak Jumat lalu dialihkan ke rumah sakit tersebut.

Haris Kusdinar, koordinator produksi dan distribusi air bersih PMI, mengatakan akan memenuhi kebutuhan air tersebut.

PMI menggunakan Selokan Mataram yang debit airnya tinggi dan lokasinya berdekatan dengan rumah sakit. ”Meski dari sungai, air tersebut diolah dengan teknologi tinggi sehingga aman untuk kebutuhan para pengungsi,” kata Haris, sambil menjelaskan, air yang disediakan sebatas standar aman untuk kebutuhan air bersih, tetapi bukan untuk konsumsi. Kebutuhan air minum diambil dari air kemasan.(ENY/MHD)

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau