Menikmati Menu Kampung "Nasi Tus-tus"

Kompas.com - 18/11/2012, 05:58 WIB

MANADO, KOMPAS.com - Bagi anda yang tidak bisa menikmati kuliner ekstrem orang Manado seperti gorengan hewan melata dan mamalia yang jelas tidak halal, jangan berkecil hati dulu. Masih banyak kuliner yang juga ekstrem yang bisa dinikmati dan dijamin 100 persen halal. Tentu tetap dengan rasa yang garang karena royal dengan bumbu pedas.

Salah satu resto yang bisa disambangi ketika berada di Manado, adalah Resto The Kampoeng, yang mengusung tagline "Culture Culiner 100% Manado Banget". Ya, semua menu yang tersaji di Resto yang berlokasi di Mall Manado Town Square ini semuanya khas Manado. Bahkan sangat bercitarasa kampung dan khas rumahan.

Sebut saja aneka kue seperti panada, ongol-ongol, cucur, lalampa, bobengka, nasi jaha, koyabu, apang bakar, pisang goroho. Lalu ada pula ayam garo, kuah asam, binte, tinutuan, daging bulu, nasi sambal. Tersedia pula minuman khas orang Minahasa, saguer isi di bulu (sejenis tuak yang diisi di bambu).

Namun, jangan lewatkan menu istimewanya, nasi tus-tus. Tus-tus adalah bahasa Manado untuk kerak nasi. Kalau di daerah lain kerak nasi mungkin dibuang, tapi bagi orang Manado kerak nasi alias tus-tus adalah makanan yang tak kalah lezatnya.

Jangan membayangkan nasi tus-tus serupa dengan nasi bakar di Jakarta. Ini berbeda. Kalau nasi bakar, dibungkus dengan daun pisang, tetapi nasi tus-tus memang nasi yang sengaja dibuat hangus hingga menjadi kerak.

Resto The Kampoeng menyajikannya dalam sebuah mangkok panas. Nasi putih hangat dilumuri dengan suwiran ikan cakalang, dan tentu sambal pedas ala Manado. Sebelum mencicipinya, aduk dengan sendok kayu yang telah disediakan. Panas yang dihasilkan dari mangkok akan membuat nasi terpanggang menjadi tus-tus.

Suwiran ikan cakalang membuat nasi jadi legit. Campuran ikan dan sambal menjadikan sajian nasi tus-tus menjadi berwarna merah kecokelatan, mirip nasi goreng. Lebih lengkap jika nasi tus-tus ditemani dengan Ikan Kuas Asam yang rasa asamnya diperoleh dari irisan tomat hijau.

"Jadi ingat mama di kampung," ungkap Sonny Dinar yang berkesempatan mencicipi nasi tus-tus siang itu, Sabtu (17/11/2012).

Resto The Kampoeng memang sengaja didesain untuk mengingatkan kampung halaman. Interiornya dipenuhi ornamen kampung yang bisa membawa kenangan ke masa-masa kecil sewaktu di kampung. Piring tempat makan saja merupakan piring blek (piring dari kaleng) yang sangat ndeso. Begitu pula dengan gelas minumnya, juga dari kaleng.

Kursinya berbentuk bulat kecil-kecil, mirip warung makan di kampung. Mejanya terbuat dari kayu dan beralaskan taplak terpal. Interior kampung semakin komplit dengan kehadiran lampu-lampu petromax yang tergantung di langit-langit. Lalu rak-rak di dinding resto terpajang berbagai barang kenangan. Ada radio dua band, timbangan tempo dulu, setrika bara, teko dan panci cit, aneka kaleng kerupuk, termos tahun 1960an, dan berbagai barang khas orang kampung lainnya.

Soal harga, menu yang ada di Resto The Kampoeng cukup terjangkau. Satu porsi nasi tus-tus hanya seharga Rp 30.000. Kue-kue khasnya pun tergolong lumayan murah, Rp 2.000 per potong. Jadi tidak perlu harus juah-jauh masuk ke kampung jika mau menikmati kuliner kampung orang Manado.

Apa yang disajikan oleh Resto The Kampoeng bisa diajungi jempol. Di tengah menjamurnya resto-resto yang menawarkan menu western food, The Kampoeng berani tampil dengan kuliner tradisi orang tua kita.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau