Mengoptimalkan Lifting Migas Nasional

Kompas.com - 10/11/2015, 09:55 WIB


Lifting minyak dan gas bumi (migas) menjadi tolak ukur utama kinerja industri hulu migas karena langsung mempengaruhi penerimaan negara. Bagaimana negara mengontrol pekerjaan penting ini?

Setelah terangkat ke permukaan, migas akan melewati sebuah proses untuk memisahkan  antara minyak, gas, dan air. Migas yang sudah murni kemudian dikumpulkan di sebuah tempat penampungan (storage) hingga jumlahnya mencukupi untuk dijual. Produksi migas yang siap jual tersebut dikenal dengan istilah lifting.

Istilah lifting juga dipakai untuk proses penyerahan migas dari produsen ke pembeli. Dari lifting inilah penghitungan bagi hasil antara pemerintah Indonesia dengan kontraktor kontrak kerjasama (kontraktor KKS) dilakukan. Sebagai lembaga negara yang bertanggung jawab melakukan pengelolaan kegiatan usaha hulu migas, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengemban tugas untuk melakukan pengawasan lifting, agar migas yang sudah diproduksi benar-benar memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran bangsa Indonesia. 

Pada tahap awal, pengawasan dilakukan SKK Migas dalam penentuan dan perumusan kontrak perjanjian jual-beli minyak maupun gas bumi dengan pembeli. Harga jual minyak atau gas bumi termasuk elemen yang dipertimbangkan dalam perumusan ini. SKK Migas berkepentingan mendapatkan harga yang menguntungkan bagi negara. Harga gas dalam setiap kesepakatan jual-beli ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sedangkan harga minyak mengacu pada harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM tiap bulan. 

Kontrak perjanjian jual-beli migas harus sudah disepakati sebelum lifting dilakukan, bahkan sebelum lapangan mulai berproduksi. Kontraktor KKS berkewajiban mencari pembeli dan menandatangani kontrak jual-beli sebelum proses produksi migas dimulai. Kontrak tersebut menjadi jaminan bahwa migas yang telah diproduksikan nantinya benar-benar tersalurkan ke pembeli dan tidak bertimbun di tempat penampungan. 

Setelah kontrak jual-beli ditandatangani dan lapangan migas mulai berproduksi, negara selanjutnya melakukan pengawasan pada teknis lifting. SKK Migas mengawasi lifting di titik-titik penyerahan migas. Titik penyerahan adalah lokasi tempat kontraktor KKS wajib menyerahkan migas yang menjadi bagian negara kepada pemerintah. Di titik penyerahan, kontraktor KKS juga sudah bisa mengklaim migas hasil produksi, yang menjadi bagian mereka sesuai kesepakatan dalam kontrak kerja sama. 

Pengawasan saat lifting dilakukan beberapa pihak, yaitu SKK Migas, kontraktor migas, dan pembeli. Khusus untuk migas yang diekspor, petugas bea dan cukai juga turut mengawasi. Untuk lifting melalui kapal tanker, pengawasan dilakukan pada setiap pengapalan di terminal. Sedangkan pengawasan lifting melalui pipa dilakukan setiap akhir bulan pukul 24.00 di titik penyerahan. 

Secara spesifik, SKK Migas mengawasi dan menyaksikan pengukuran tinggi, suhu, dan pengambilan contoh migas, menyaksikan pelaksanaan analisis contoh migas, serta menyaksikan pengujian sistem alat ukur. SKK Migas juga harus menandatangani tiga dokumen lifting, yaitu surat jalan penyerahan (delivery ticket), sertifikat jumlah muatan (certificate of quantity), dan sertifikat mutu (certificate of quality). Tanpa adanya persetujuan SKK Migas atas dokumen-dokumen tersebut, setiap kegiatan lifting tidak bisa dilakukan. 

Khusus untuk lifting minyak, SKK Migas tidak hanya mengatur minyak bagian negara, tetapi juga mengatur minyak yang menjadi bagian kontraktor KKS. Guna mempermudah pengelolaan, SKK Migas membentuk Forum Shipcoord (Shipping Coordination Meeting) yang rutin diselenggarakan setiap minggu. Forum ini berfungsi mengatur jadwal lifting seluruh minyak yang diproduksi di Indonesia, baik yang menjadi bagian negara maupun kontraktor KKS. Melalui pengaturan yang terkoordinasi, lifting diharapkan bisa berjalan lancar dan tidak mengganggu produksi serta menghindari melimpahnya stok minyak di tempat penampungan (high inventory). 

Pengawasan terus dilakukan SKK Migas setelah migas diserahkan kepada pembeli. Divisi Akuntansi SKK Migas tiap bulan menghitung bagian (entitlement) negara dan kontraktor KKS untuk produksi migas yang sudah terjual. Periode perhitungan entitlement per wilayah kerja adalah Januari hingga Desember. 

Setiap bulan, SKK Migas juga mengeluarkan perkiraan entitlement (provisional entitlement) berdasarkan jumlah lifting, harga minyak, dan biaya operasi pada bulan itu. Provisional entitlement menjadi acuan berapa bagian negara dan berapa bagian kontraktor KKS yang masih bisa diambil masing-masing pihak pada lifting berikutnya. Pada akhir tahun, SKK Migas menghitung ulang entitlement ini berdasarkan realisasi lifting, harga minyak, dan biaya operasi selama setahun penuh. 

Apabila berdasarkan hasil penghitungan ulang tersebut, kontraktor KKS ternyata telah mengambil bagian lebih banyak dari seharusnya, negara dapat menagih pengembalian kelebihan lifting, begitu pula sebaliknya. Langkah ini dilakukan agar migas yang telah dihasilkan dan disalurkan ke pembeli mampu memberikan manfaat optimal bagi bangsa dan negara. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com