Menelusuri Romantika Kehidupan Angkatan Laut dalam Novel Arek Bumi Moro

Kompas.com - 01/04/2016, 15:46 WIB

 

Sebuah novel sosio-historis yang penuh dengan informasi tentang dunia AL pada masa pertumbuhan dan pergolakannya, tema yang masih sangat jarang ditulis dalam bentuk wacana apa pun. Dengan mengangkat satu profesi yang khas, novel ini mempunyai

nilai dokumenter yang kuat.” ?Guru Besar FIP Budaya Universitas Indonesia Prof DR. Apsanti Djokosujatno 

Hree Dharma Shanty. Setelah membaca kalimat tersebut, mungkin hal pertama yang terlintas di benak Anda adalah sebuah ajaran agama Buddha atau Hindu. Namun, sejatinya, Hree Dharma Shanty merupakan semboyan Akademi Angkatan Laut (AL) dalam menggladi para kadet semasa menempuh pendidikan. Dalam Bahasa Inggris, semboyan itu berarti embarrassed for doing the defects. Sementara dalam Bahasa Indonesia, Hree Dharma Shanty memiliki arti malu berbuat cela.

Semboyan itulah yang selalu diterapkan Sindhu dalam menjalani hidupnya sebagai seorang perwira AL. Semua bermula saat Sindhu menjadi “Timbul” atau kadet yang mengalami perploncoan begitu masuk ke Akademi Angkatan Laut di Morokrembangan, yang biasa disebut Bumi Moro, hingga pada akhirnya ia berhasil menjadi perwira tinggi Angkatan Laut.

Dalam novel Arek Bumi Moro, Anda akan ikut merasakan kehidupan yang begitu keras dan penuh kedisiplinan dalam lingkungan AL. Keseharian Sindhu diceritakan secara mendetail dan indah oleh I Nyoman Suharta, penulis buku ini. Di balik kerasnya kehidupan ala militer, para kadet dan perwira AL memiliki pedoman hidup dan ketangguhan untuk menjalani hidup mengikuti semboyan Tree Dharma Shanti.

Selain itu, membaca buku ini akan menimbulkan rasa cinta pada tanah air dalam diri. Bagaimana tidak? Sebab, buku ini menceritakan berbagai perjuangan yang telah dilakukan para perwira AL, dimana dalam kisah ini diwakili oleh Sindhu, saat memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan.

Anda tak hanya akan mengetahui kehidupan ala militer, yang masih awam bagi banyak orang, tetapi juga mengikuti kehidupan Shindu sendiri yang penuh dengan romantika, seperti pertemuannya dengan beberapa wanita, dan godaan yang membuatnya nyaris keluar dari jalan Hree Dharma Shanti

Buku ini terdiri dari empat bagian. Bagian pertama mengisahkan perjalanan hidup seorang pemuda Indonesia bernama Sindhu yang lahir pada tahun 1941, tepatnya saat zaman perang kemerdekaan. Kala itu, para pemuda melihat dengan mata kepala sendiri sendiri bagaimana ayah, paman, atau kakak mereka berperang, bahkan hingga tewas.

Oleh karena itu, sifat atau watak dan proses pendewasaan sikap mental para pemuda itu, termasuk Sindhu, terbentuk dan tergladi oleh gegap gempita suasana revolusi. Pengaruh pendidikan formal dan nonformal dalam organisasi kepanduan pun turut mewarnai kepribadian Sindhu. 

Bagian kedua menceritakan kehidupan Sindhu saat menjadi kadet di Bumi Moro, mulai dari tahun 1959 hingga tahun 1962. Bagian ketiga dan keempat lebih menceritakan ragam pengalaman ketika Sindhu bertugas sebagai perwira muda di kapal, dan setelah menduduki jabatan lebih tinggi di darat. Kisah-kisahnya dilatarbelakangi oleh perjuangan Trikora, perjuangan Dwikora, juga peristiwa bersejarah 30 September 1965 dan runtuhnya kekuasaan Presiden Soekarno.

I Nyoman Suharta sendiri merupakan purnawirawan AL lulusan AAL tahun 1962. Dalam kata pengantar, beliau mengatakan, buku ini bukanlah autobiografinya. Buku ini semata-mata merupakan karya fiktif, sehingga tidak menceritakan riwayat hidup seseorang. Buku ini diinspirasi dari perjalanan hidup penulis dan orang-orang yang dikenalnya. 

“Sebagaimana Shindu yang hebat dalam hal kemiliteran maupun seni, menurut saya, Nyoman sendiri memiliki otak kanan yang hebat. Gaya penceritaannya yang detail dan indah, serasa membawa kita menuju masa lampau dan membuat kita merasakan seluk-beluk kehidupan AL, meskipun kita belum pernah menginjakkan kaki di sana. Sehingga membaca 750 halaman buku ini, sama sekali tidak membuat saya merasa bosan, karena begitu menikmati gaya penceritaan yang mengalir dan banyak pengetahuan baru yang saya dapat,” ujar Guru Besar FIP Budaya Universitas Indonesia Ibu Prof DR. Apsanti Djokosujatno.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Apsantidalam kata sambutannya di buku Arek Bumi Moro, “Sebuah novel sosio-historis yang penuh dengan informasi tentang dunia AL pada masa pertumbuhan dan pergolakannya sekitar 50 tahun yang lalu, tema yang masih sangat jarang ditulis dalam bentuk wacana apa pun. Melalui Sindhu, tokoh utamanya, romantika dunia AL yang selama ini asing bagi awam, dipaparkan dengan serius. Dengan mengangkat satu profesi yang khas, novel ini mempunyai nilai dokumenter yang kuat.”

Nah, jika Anda penasaran akan seluk-beluk kehidupan militer, terutama Angkatan Laut pada masa lampau, buku ini layak dibaca dan dikoleksi. Untuk mendapatkan Arek Bumi Moro atau buku lainnya, silakan kunjungi situs Gramedia.com.

Gramedia.com, Transforming your idea(Adv)  

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com