Menuju Swasembada

Pangan 2017

Kementerian Pertanian Republik Indonesia bertekad untuk mewujudkan pertanian industrial unggul berkelanjutan berbasis sumber daya lokal demi meningkatkan kemandirian pangan, ekspor dan kesejahteraan petani.

-
Kamis, 14 April 2016

“Sergap”, Strategi Kementan Soal Beras


JAKARTA, KOMPAS.com
– Ada strategi baru Kementerian Pertanian pada 2016, terkait upaya pengendalian pasokan dan harga beras. Program khusus diluncurkan untuk memastikan petani tak dirugikan, sementara konsumen bisa mendapatkan beras dalam harga wajar.

“Sesuai Instruksi Presiden Jokowi, agar dalam panen raya tahun ini harga gabah di tingkat petani tidak jatuh, Kementerian Pertanian telah mencanangkan Operasi Serapan Gabah (Sergap) Nasional,” kata Kepala Bagian Humas Kementerian Pertanian, Marihot Monang, Kamis (14/4/2016).

Pencanangan operasi tersebut, ujar Monang, dilakukan Menteri Pertanan Andi Amran Sulaiman pada 12 Maret 2016 di Desa Babakan, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Tujuan operasi adalah mencegah harga gabah anjlok, hal yang sebelumnya kerap terjadi setiap kali panen raya tiba.

Dengan operasi ini, ungkap Monang, harga gabah di tingkat petani sebisa mungkin berada di kisaran harga pembelian pemerintah (HPP), yaitu di level Rp 3.700 per kilogram gabah kering panen (GKP). Pelaksanaan operasi menggandeng Bulog, Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), TNI, BRI, dan para penyuluh pertanian.

“(Bersama-sama) menyerap gabah petani di daerah,” ujar Monang.

Targetnya, Sergap dapat mempercepat upaya Bulog menyerap gabah dari petani. Pada musim panen Maret-April 2016, Bulog mematok target serapan 3,9 juta ton gabah dengan harga sesuai HPP.

Rantai pasokan

Sergap tak hanya memastikan stabilitas harga pembelian gabah dan menjamin stok Bulog, tetapi yang terpenting justru memotong rantai pasokan gabah. Selama ini, disparitas harga beras ditengarai berasal dari panjangnya rantai pasokan dari gabah petani hingga beras sampai ke tangan konsumen.

“Semula ada 9 level rantai pasokan gabah, sekarang menjadi 3 level saja lewat Sergap,” sebut Monang.

Diyakini, pemangkasan rantai pasokan gabah akan menjaga harga beras di kisaran Rp 7.300 per kilogram. “Konsumen bisa mendapatkan harga yang wajar,” tegas Monang.



Data Kementerian Pertanian mendapati, setiap kenaikan 5 persen harga GKP akan berdampak pada penurunan harga beras sekitar 25 persen sampai 30 persen. Sebaliknya, penurunan harga GKP malah tidak membuat harga beras lebih murah.

“Maka layak kalau kedua harga, GKP dan beras, perlu terus dikontrol,” ujar Monang.

Bila harga beras dari olahan hasil panen petani bisa terjaga, lanjut Monang, konsumen pun akan mendapati harga beras di pasaran pun kompetitif dibandingkan beras impor. Secara makro-ekonomi, harga beras yang terjaga akan turut mengendalikan inflasi.

Ujungnya, impor beras pun bisa tak diperlukan lagi. “(Satu lagi), kesejahteraan petani dapat diwujudkan untuk menjamin kontinuitas produksi,” kata Monang.

Capaian dan sinergi

Sejak pencangan operasi “Sergap” pada 12 Maret 2016, Kementan bersama Bulog sudah mengumpulkan sekitar 792.000 ton gabah per pekan pertama April 2016. Dibandingkan periode yang sama pada 2015, angka tersebut melonjak tiga kali lipat. Targetnya setiap hari terkumpul 30.000 ton hingga 40.000 ton.

Untuk mengejar target serapan gabah pada 2016, ada “kuota” per provinsi. Jawa Tengah misalnya, dipatok 615.000 ton. Adapun Jawa Barat ditarget 650.000 ton, Sulawesi Selatan 500.000 ton, Lampung 150.000 ton, Nusa Tenggara Barat 241.500 ton, dan Sumatera Selatan 150.00 ton.

Operasi tersebut melibatkan 50.000 tenaga harian lepas penyuluh pertanian lapangan. Dana yang dialokasikan untuk “Sergap” mencapai Rp 20 triliun. “Bulog sudah menegaskan komitmennya menyerap gabah petani dengan membuat kesepakatan tertulis,” kata Monang.

Adapun dukungan TNI dalam operasi penyerapan gabah ini adalah untuk pendampingan, selama tim khusus bentukan Kementerian Pertanian melakukan penyerapan gabah.