Mentan: Saat Daging Sapi Mahal, Masih Ada Sumber Lain Protein Hewani

Kompas.com - 28/04/2016, 19:07 WIB

MAKASSAR, KOMPAS.com –Selain mengejar target swasembada daging sapi, perhatian Kementerian Pertanian juga tertuju kepada pemenuhan kecukupan protein hewani bagi masyarakat. Selain dari daging sapi, ada sumber lain untuk protein ini.

“Untuk mencukupi kebutuhan protein masyarakat, tidak harus daging sapi. Ada sumber protein lain seperti ayam, ikan, dan daging kambing, yang kaya protein,” papar Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, di Makassar, Kamis (28/4/2016).

Berbicara dalam focus group discussion mengenai ketersediaan dan stabilitas harga daging sapi, Amran mengatakan, beragam sumber protein hewani itu bisa mencukupi kebutuhan gizi masyarakat saat harga daging sapi mahal.

Kandungan protein yang terdapat dalam daging sapi, sebut Amran, sekitar 20 persen. Adapun kandungan protein pada dagig ayam sekitar 24 persen, ikan 17 persen, dan kambing 27 persen.

Meski demikian, tegas Amran, sejumlah langkah tetap dilakukan kementeriannya untuk memenuhi kebutuhan daging sapi di masyarakat, sembari menjaga pula pasokan sumber protein hewani lain.

Di antara upaya itu, ungkap Amran, adalah pengurangan biaya sewa lahan Perhutani untuk ladang pengembangan. “Dari Rp 6 juta menjadi Rp 2 juta per hektar,” ujar dia.

Lalu, lanjut Amran, pemerintah telah menghilangkan bea masuk impor indukan sapi, dari sebelumya terkena biaya 5 persen. Selain itu, kebijakan impor sapi pun sudah diubah dari country  based menjadi zona based.

Setiap tahun, ungkap Amran, Pemerintah memberikan pula bantuan inseminasi buatan. “Gratis. Pada 2015 ada 3,8 juta (inseminasi) dan pada 2016 untuk 3 juta akseptor sapi betina,” sebut dia.

Pemerintah, kata Amran, mengembangkan pula 50 sentra peternakan rakyat (SPR). Langkah ini adalah untuk memudahkan pendataan dan monitor ternak.

“Sehingga mudah mengetahui ketersediaan daging dan kondisi kesehatan sapi, (sekaligus) memudahkan penyediaan pakan,” papar Amran.

Menurut Amran, pengembangan SPR juga bertujuan memperbaiki manajemen bisnis sapi dan membangun kelembagaan peternak secara berkelanjutan.

Sementara itu, Pakar Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Rahmat Pambudi mengatakan, pemecahan persoalan produksi memerlukan proses jangka panjang. Adapun penyelesaian masalah pasokan dan stabilitas harga memerlukan penanganan jangka pendek.

“Pengembangan sapi itu butuh penyelesaian tersendiri bahkan tidak sama caranya. Ada jangka pendek dan jangka panjang,” tegas Rahmad. Karena itu, dia berharap pemerintah jeli dalam membedakan dan memilah persoalan ini.


Dalam kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Sudirman Baso, menyampaikan laju pemotongan sapi betina produktif dan tingkat kematian sapi pedet—anakan sapi—masih tinggi. Ia berharap pemerintah turun tangan mengatasi permasalahan ini.

Terkait pentingnya pemenuhan kebutuhan protein, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, secara nasional rata-rata konsumsi protein penduduk Indonesia saat ini sebesar 53,91 gram per kapita per tahun. Angka ini masih berada di bawah standar kecukupan konsumsi protein sebesar 57 gram.

Rata-rata konsumsi protein penduduk tertinggi tercatat di DKI Jakarta dengan 62,89 gram per kapita per tahun. Adapun konsumsi protein terendah ada di Papua, dengan 39,45 gram per kapita per tahun.

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com