Menuju Swasembada

Pangan 2017

Kementerian Pertanian Republik Indonesia bertekad untuk mewujudkan pertanian industrial unggul berkelanjutan berbasis sumber daya lokal demi meningkatkan kemandirian pangan, ekspor dan kesejahteraan petani.

-
Kamis, 5 Mei 2016

Begini Rencana Kementan Kembangkan Bahan Bakar Nabati

JAKARTA, KOMPAS.com- Sebagai salah satu anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Kementerian Pertanian turut andil dalam penyiapan Bahan Bakar Nabati (BBN) atau biofuel. Tugas itu menjadi tanggung jawab di samping usahanya mewujudkan kedaulatan pangan.

Hal itu tertuang dalam Rancangan Rencana Umum Energi Nasional (R-RUEN) 2016-2050 yang sudah dalam tahap penyelesaian akhir oleh DEN. Kementan disebut menjadi koordinator dalam penyusunan roadmap jenis tanaman dan penyiapan bibit tanaman bahan baku BBN.

“Sesuai tugas, kami akan berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga lain dalam menyusun roadmap,” ujar Staf Ahli Menteri Pertanian bidang Inovasi dan Teknologi, Mat Syukur di Jakarta, Rabu (4/5/2016).

Kata Mat Syukur, biofuel termasuk dalam energi baru terbarukan yang ditargetkan minimal mencapai 23 persen dalam bauran energi (energy mix) pada 2025 selain minyak bumi, gas dan batubara.

Kebijakan jangka pendek

Beberapa kebijakan jangka pendek dan jangka menengah untuk mempersiapkan itu juga tengah dibentuk.

“Dalam jangka pendek, pengembangan BBN, baik biodiesel maupun bioethanol, berasal dari produk yang sudah ada, yaitu CPO (minyak kelapa sawit) untuk biodiesel. Sedangkan untuk bioethanol berasal dari tebu dan ubi kayu,” ujar Mat Syukur yang jugaditugaskan sebagai wakil tetap Kementan untuk DEN.

Fokus pengembangan BBN dalam jangka waktu dekat juga disebutkan olehnya. Usaha untuk mencapai target program mandatory (kewajiban) B20, yaitu penggunaan biodiesel yang berasal dari CPO sebesar 20 persen pada 2016 sedang dilakukan. Lalu, akan dilanjutkan dengan menjalankan mandatory B30 pada 2020.

“Saat ini produksi CPO sudah mencukupi untuk memnuhi target itu. Pada 2016 prediksi produksi CPO mencapai 33 juta ton. Lalu, 6-7 juta ton dari keseluruhan produksi akan dipakai untuk produksi biodiesel,” tambahnya.

Untuk memuluskan rencana itu, Kementan juga melakukan penelitian untuk menciptakan varietas kelapa sawit yang unggul.

“Bahkan, Kementan sedang mengembangkan tanaman penghasil BBN yang tidak ada hubungannya dengan kebutuhan pangan, misalnya Kemiri Sunan,” ujar Mat Syukur.

Kemiri Sunan,pada usia delapan tahun dikatakan oleh Mat Syukur, dapat memproduksi biji 15 ton. Jumlah ini bisa menghasilkan biodiesel sebanyak 6-8 ton per hektarnya.

“Akan tetapi, yang masih jadi perhatian hingga saat ini adalah dukungan kebijakan dalam hal kepastian harga beli biodiesel,” tegas Mat Syukur.

Kebijakan jangka panjang

Sementara itu, untuk kebijakan jangka panjang, Kementan tengah mendorong pemanfaatan biomassa limbah pertanian untuk dimanfaatkan sebagai produksi bioenergi.

“Beberapa limbah yang bisa dimanfaatkan di antaranya, cangkang kelapa sawit, jerami padi, dan jagung. Pemanfaatan ini, sejalan pula dengan pelaksanaan pertanian berkelanjutan” tutur Mat Syukur.

Lebih lanjut, Mat Syukur menilai bila pengembangan BBN berhasil, akan menuai banyak dampak positif. Salah satunya adalah pengwujudan kemandirian energi nasional.

“Implikasi lain adalah ketersediaan lapangan kerja di pedesaan. Dengan begitu, perekonomian pedesaan pun akan meningkat sehingga urbanisasi masyarakat desa ke kota pun berkurang,” ujarnya.

Selain kedua hal itu, pengembangan BBN juga berdampak pada pengurangan emisi gas karbon dioksida (CO2). Oleh karena itu, pengembangan BBN harus didukung bukan hanya oleh pihak terkait, melainkan masyarakat secara keseluruhan.