Advertorial

Wayang Listrik Memadukan Wayang dan Teknologi

Kompas.com - 30/12/2016, 20:15 WIB

Apa jadinya jika pertunjukan wayang dibawakan dengan tidak biasa. Bukan dengan wayang kulit, wayang golek, atau wayang orang, melainkan dengan wayang listrik? Ya, seorang seniman asal Desa Bona, Bali, I Made Sidia menyuguhkan inovasi baru dari kesenian wayang yangbegitu atraktif lantaran memadukan perwayangan dengan teknologi, namun tetap mempertahankan nilai filosofis dari wayang itu sendiri.

Bertempat di Museum Nasional pada November lalu, Made membawakan cerita epic Ramayana dalam pagelaran Wayang for Student yang dihelat oleh PT Bank Central Asia Tbk (BCA).

“Cerita Ramayana ini abadi. Di dalamnya terkandung banyak pesan yang berbeda dari cerita cinta kebanyakan," kata Made di depan para pelajar. 

"Terpenting," kata Made lagi,"lewat cerita ini dan wayang yang kita saksikan, kita bisa lebih dapat merasakan ini mewakili realita, bahwa kebenaran harus selalu mampu unggul dibandingkan kejahatan. Agar kebenaran tak hancur dibutuhkan perjuangan keras."

Jika pertunjukan wayang tradisi memakai blencong, atau lampu kuno yang dinyalakan dengan minyak kelapa untuk memproyeksikan wayang ke layar, maka karya kontemporer Made ini menggunakan proyektor yang dioperasikan oleh laptop. Pemakaian laptop memberikan gambar dan visual effect yang lebih jelas sebagai latar dalam pertunjukkan, menampilkan gambar-­gambar yang berbeda, dari hutan, gunung, candi, dan lainnya.

Kreatifas Made tidak hanya sampai disitu. Alih-alih menggunakan bahan wayang yang mahal, ia memilih memanfaatkan kaca mika, kardus, busa tebal, dan sterofoam sebagai bahan wayangnya.

Untuk kardus, busa tebal, dan sterofoam ia membentuknya menjadi wayang. Sedang untuk kaca mika, ia melukiskan sosok wayang pada kaca tersebut. Dalam pertunjukannya wayang-wayang tinggal dimainkan di belakang layar dalam cahaya pantulan proyektor.

“Wayang for Student” merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Bakti BCA yang diselenggarakan untuk mengedukasi sekaligus memperkenalkan wayang sebagai salah satu budaya Indonesia yang diakui oleh UNESCO kepada generasi muda Indonesia. Sebelumnya, BCA pernah mengadakan pagelaran serupa pada tanggal 16 – 17 dan 22 - 24 September 2016 di Semarang dan mengajak sekitar 3.000 siswa siswi SMP dan SMU.

Pementasan Wayang Listrik tidak hanya didalangi oleh satu orang, melainkan beberapa dalang. Untuk memudahkan bergerak, para dalang berinovasi lagi dengan skateboard alias papan seluncur. Dengan menggunakan papan seluncur dalang-dalang ini akan lebih lincah dan efektif beraksi.

Menariknya, selain menggunakan bahasa Indonesia, kisah ini kadang diselipi oleh bahasa inggris dan daerah Bali.

Sebanyak 600 siswa-siswa dari 6 SMP dan 6 SMU wilayah Jakarta dan sekitarnya terpukau dengan wayang listrik Made.

Salah satunya Ancila Sekar, pelajar kelas XI SMK Strada Budi Luhur, ia mengatakan, “Asik banget, awalnya kita para remaja mungkin bingung karena pertunjukan wayang kan kuno dan enggak keren. Dulu pas pulang kampung, aku pernah diajak nonton wayang, karena pakai bahasa daerah jadi aku kurang begitu mengerti. Tapi pas, kita datang ke Wayang for Student, kita lebih mengerti karena pertunjukannya pakai bahasa Indonesia dan tadi juga ada yang disisipi bahasa inggris. Menurutku, acara ini keren,  kita jadi tahu cerita tentang Rama dan Sita, dan juga tahu tentang wayang.”

“Wayang for Student” merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Bakti BCA bidang budaya, yang berada di bawah payung program “BCA untuk Wayang Indonesia”. Acara ini diselenggarakan untuk mengedukasi sekaligus memperkenalkan wayang sebagai salah satu budaya Indonesia yang diakui oleh UNESCO kepada generasi muda Indonesia. Dalam kegiatan yang mengusung tema “Wayang in The City” ini, BCA menghadirkan pertunjukan wayang yakni Pentas Wayang Golek oleh Adi Konthea dari Sunda dan Pentas Wayang Listrik dengan dalang I Made Sidia dari Bali.

 “Kami melihat, saat ini keterlibatan generasi muda dalam budaya wayang dan frekuensi pagelaran wayang masih minim sehingga membuat wayang kurang berdaya dalam merebut ruang dan perhatian anak-anak muda Indonesia. Kehadiran Wayang for Student diharapkan dapat terus mendorong generasi muda Indonesia untuk lebih mengenal, mencintai, dan tergerak untuk melestarikan budaya bangsa yang telah diakui dunia ini,” ungkap Direktur BCA Suwignyo Budiman.

 Selain itu, BCA juga mengadakan kontes Videg Blog (Vlog), dimana para siswa membuat vlog berdurasi 1 menit dengan tema wayang Indonesia.

Sebelumnya BCA telah mengadakan pertunjukan wayang serupa namun selama lima hari dengan mengajak 3.000 siswa-siswi SMP dan SMU di Semarang pada September 2016. Pada tahun 2015, BCA juga menggelar pagelaran “Wayang in Town – Journey in A Thousan Years” di Galeri Indonesia Kaya yang dihadiri 600 pelajar yang berasal dari 20 SMP dan SMU di Jakarta dan Tangerang.

Di tahun yang sama, BCA juga mengadakan FUN-tastic Wayang at School di SMP Pangudi Luhur Domenico Savio, SMP Negeri 18 Semarang, SMP Kanisius St. Yoris dan menjangkau 1.550 siswa. BCA juga pernah mengadakan kegiatan sejenis kepada pelajar SD sampai SMA di Ubud, Bali pada 2014. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com