Advertorial

Tingkatkan Target Penurunan Kehilangan Air, PALYJA Atur Upaya Strategis

Kompas.com - 20/01/2017, 15:32 WIB

Angka non-revenue water (NRW) atau tingkat kehilangan air masih menjadi masalah di Jakarta. Sejumlah perusahaan air minum di Jakarta masih berupaya keras untuk menurunkan NRW hingga ke angka minimumnya.

Operator penyediaan air minum untuk wilayah barat Jakarta PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) mencatat, per Desember 2015 tingkat NRW adalah 39,3 persen. Angka tersebut masih tergolong tinggi, sebab masih banyak kebocoran pipa dan juga penggunaan air dari jaringan pipa PALYJA secara ilegal.

Namun secara umum PALYJA dapat menekan angka NRW. Sebab, sejak awal konsesi pada 1998 hingga 2015 PALYJA telah menurunkan NRW yang tadinya 59,4 persen menjadi 39,3 persen.

Non-Revenue Water & Asset Strategy Department Head PALYJA Febrio Awananto mengatakan setiap tahun PALYJA memiliki target untuk menurunkan angka NRW sebesar 1,5 persen. “Tahun 2017 kami menargetkan akan menurunkan NRW sebanyak 2 persen,” kata Awananto di Jakarta, Senin (16/1/2016).

Ia mengaku, sulit untuk menurunkan tingkat NRW. Sebab, menurunkan NRW membutuhkan biaya yang besar. Nilai investasi paling besar adalah untuk memperbaiki kehilangan fisik, yakni dengan penggantian pipa-pipa transmisi maupun pipa distribusi yang bocor. Awananto mengatakan, nilai investasi untuk penggantian pipa bisa jadi terlalu mahal bila dibandingkan dengan nilai dan jumlah air yang mau diselamatkan.

Oleh karena itu, kata Awananto, selama ini PALYJA mengejar penurunan tingkat NRW dengan upaya untuk menekan kehilangan air secara komersial, yaitu kehilangan air yang disebabkan di antaranya oleh anomali meter atau sambungan ilegal.

Pada 2015, PALYJA mengganti lebih dari 20.000 meter air yang rusak. Selanjutnya pada 2016, PALYJA mengganti 70.000 meter air yang rusak atau tidak terbaca.

“Meter yang rusak kami ganti. Semaksimal mungkin digenjot. Tahun 2015 kami ganti cuma sekitar 20.000-an meter air yang rusak yang tidak terbaca. Tahun 2016 kami ganti 70.000, jadi meningkat lebih dari 3 kali,” tutur Awananto.

Menurut ia, cara ini lebih efektif bila dibandingkan dengan penggantian pipa transmisi yang bocor. “Pipanya mahal, konstruksinya juga mahal. Jadi susah. Sebenarnya penggantian pipa relatif cepat, yang lama itu izin untuk menggali dan mengebor,” kata Awananto.

Selain itu, sepanjang tahun 2015 dan 2016 PALYJA juga banyak melakukan pemutusan sambungan ilegal. Cara ini pun efektif untuk mengurangi tindakan pencurian air, sehingga diharap mampu menurunkan tingka NRW. Pemutusan sambungan ilegal PALYJA kebanyakan dilakukan di daerah pelayanan distribusi utara dan pusat, contohnya Muara Baru dan Tanah Abang.

Data terakhir PALYJA tahun 2015 menyebutkan, PALYJA telah menyelesaikan 1.306 kasus penggunaan ilegal dan 1.298 kasus sambungan ilegal.

Meski sudah melakukan serangkaian perbaikan, Awananto menganggap PALYJA masih punya banyak “PR” yang harus dituntaskan terkait penurunan angka NRW. Ia menuturkan, untuk tahun 2017 PALYJA tengah mempersiapkan upaya strategis, yakni menyalurkan air secara akurat ke lokasi yang membutuhkan.

“Penyelesaian masalah yang strategic itu adalah ketika bisa mengalirkan air dengan baik dan memastikan air terkonsumsi dengan pas, sesuai kebutuhan warga. Tidak ada air yang terbuang,” kata Awananto. (Adv)

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com