Brandzview

Merindukan KTP Lima Menit di Purwakarta...

Kompas.com - 15/03/2017, 12:34 WIB

PURWAKARTA, KOMPAS.com – Jauh sebelum e-KTP diberlakukan, pembuatan KTP atau Kartu Tanda Penduduk di Purwakarta sangat cepat dibandingkan daerah lain di Indonesia. Hanya dalam lima menit warga bisa mengantongi bukti identitas kependudukan itu.

"Cepat, lima menit jadi. Itu karena Purwakarta memberlakukan KTP berbasis desa," ujar Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi kepada Kompas.com, Rabu (15/3/2017).

Dedi menjelaskan, sejak 2008 lalu dirinya membuat kebijakan untuk mempercepat pelayanan pembuatan KTP. Warga tinggal datang ke desa membawa persyaratan.

Petugas desa nantinya akan memasukkan dan mencocokan data dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Purwakarta melalui komputer. Setelah itu, KTP langsung dicetak.

"Semua data pelayanan, termasuk KTP di Purwakarta sudah terkoneksi satu sama lain. Biaya yang dikeluarkan pemerintah sangat murah. Paling berapa ratus rupiah untuk satu lembar KTP," ujarnya.

Sekarang KTP 5 menit itu hanya tinggal kenangan. Sejak e-KTP diberlakukan, pembuatan e-KTP menjadi proses panjang yang melelahkan.

Disdukcapil selalu penuh dengan orang yang menanyakan kapan bisa memperoleh e-KTP. SMS Center Purwakarta pun kerap diisi keluhan warga tentang sulitnya mendapatkan e-KTP. Bahkan, beberapa warga sengaja datang menemuinya untuk menanyakan hal serupa.

Dedi mengatakan, hingga awal Maret 2017,  dari 24.600 warga yang membuat e-KTP, baru 10.000 kartu yang sudah dicetak. Sisanya, sebanyak 14.600 orang, belum mengantongi e-KTP dan hanya memegang KTP sementara.

"Tapi kan KTP sementara itu tidak bisa digunakan untuk transaksi. Ini merepotkan," tuturnya.

Kebutuhan blangko e-KTP sendiri tahun ini mencapai 40.000. Angka itu dihitung dari wajib KTP pemula sebanyak 17.000 orang, kemudian yang hilang dan perubahan status sekitar 10.000 lembar.

"Bayangkan saja, sekarang saja sudah sekian banyak yang menanti e-KTP. Mereka menunggu sampai setahun loh. Akan ada berapa banyak lagi yang menunggu," ucapnya.

Untuk itu, ia mengusulkan pencetakan KTP dikembalikan ke daerah masing-masing.

"Sistem e-KTP harus terkoneksi dengan pusat. Seperti sekarang, administrasinya sudah tertib sehingga akan sulit orang memiliki KTP ganda. Hanya saja, persoalan teknis seperti pencetakan, kembalikan saja ke daerah," ujarnya.

Dedi mengaku tidak keberatan jika pencetakan e-KTP menggunakan APBD. Pasalnya, anggarannya sangat murah dibandingkan pelayanan terhadap masyarakat yang terganggu.

Untuk mencegah persoalan distribusi, Dedi mengusulkan, persoalan tender diatur Peraturan Presiden (Perpres). Pemerintah daerah tinggal mengikuti petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknisnya (juknis) di lapangan.

"Sistem harus tersentral, tapi untuk teknis nyetak tidak usah sentralistik," imbuhnya.

Salah satu warga Purwakarta, Yana (32) sudah setahun menanti e-KTP. Ia sangat terganggu dengan keterlambatan e-KTP.

"Saya merindukan proses yang dulu. Sangat mudah bikin KTP. Kalau sekarang, ribet dan lama," tutupnya.

RENI SUSANTI/KONTRIBUTOR PURWAKARTA

Halaman:
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau