Advertorial

Kisah Perjuangan Butet Manurung Mengajar Baca-Tulis Anak-anak Orang Rimba

Kompas.com - 28/04/2017, 23:08 WIB

Saur Marlina Manurung atau yang biasa dikenal Butet Manurung merupakan seorang perempuan inspiratif yang memiliki segudang pengalaman menarik dalam merintis pendidikan alternatif bagi komunitas adat, khususnya Orang Rimba atau suku Anak Dalam di Jambi melalui Sokola Rimba. 

Selama menjalankan misi mengajarkan baca-tulis terhadap anak-anak suku Anak Dalam, perempuan yang memperoleh Heroes of Asia Award 2004 dari majalah Time ini menemukan persoalan utama yang kerap kali dihadapi Orang Rimba, yaitu minimnya literasi sehingga mereka mudah terkena tipu daya orang asing, sebutan bagi orang-orang yang berasa dari luar. Oleh karena itu, ia tidak ingin Orang Rimba mengalami buta literasi.

Menurut perempuan lulusan antropologi Universitas Padjajaran ini, salah satu upaya literasi yang diberikan adalah dengan memberikan dan mengajarkan materi buku-buku terkait dengan isu konservasi lingkungan, hutan adat, hingga hak asasi manusia khususnya menyangkut hak asasi masyarakat adat. 

"Mereka itu mengandalkan buku seperti itu untuk menyelamatkan atau melindungi diri ketika berhadapan dalam situasi perebutan lahan, penebangan liar hutan adat. Mereka memakai buku itu untuk menghadapi para perampas dan penipu," tuturnya dalam talkshow KEREADTA di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Minggu (23/04/2017) silam.

Para perampas dan penipu yang dimaksud adalah pihak-pihak luar yang memanfaatkan ketidakberdayaan suku Anak Dalam dalam baca tulis demi keuntungan pribadi, seperti perampasan tanah hingga pembalakan liar. Oleh karena itu, Butet memperkuat pendidikan baca-tulis agar mereka bisa dengan teliti memahami hal-hal seperti akta perjanjian, proses jual-beli, hingga penentuan tapal batas hutan adat.

Berkaca dari cerita itu, Butet menilai akses buku bacaan perlu disesuaikan dengan konteks kebutuhan masyarakat lokal. Di sisi lain membaca juga tidak hanya sekadar menambah wawasan melainkan juga meningkatkan kesadaran sosial.

"Baca-tulis yang diajarkan kepada mereka bukan untuk mengejar cita-cita individu melainkan untuk kelangsungan hidup mereka seperti membaca arah angin, membaca vegetasi, membaca alam. Sedangkan, kegiatan menulis mereka lebih ke tindakan nyata setelah membaca alam tadi," jelasnya.

Cerita yang dikemukakan Butet Manurung ini mendapat perhatian khusus dari PT. Bank Central Asia, Tbk yang tengah menjalankan program #berbagi #BukuuntukIndonesia. Vice President of Marketing Communications BCA, Norisa Saifuddin menjelaskan bahwa cerita yang disampaikan Butet Manurung tentu menjadi masukan yang berharga.

"Kami tentunya memberikan perhatian terhadap saran dari berbagai pihak, seperti para pakar dan pegiat literasi sehingga buku-buku yang kami salurkan dari program Buku untuk Indonesia ini nantinya juga bermanfaat dan tepat guna," ujarnya.

Salah satu cara yang ditempuh oleh BCA untuk menyeleksi buku-buku yang nantinya akan disalurkan kepada anak-anak Indonesia di berbagai wilayah yang masih sulit mengakses buku adalah dengan melakukan konsultasi kepada para pakar, pegiat literasi serta berbagai jaringan masyarakat lokal yang akan menjadi titik pelaksanaan program agar bisa dipastikan bermanfaat.

"Kami tidak menduga bahwa program ini mendapat dukungan besar dari kalangan masyarakat yang tergerak untuk memberikan akses buku-buku bacaan bagi anak-anak Indonesia. Sejak diluncurkan Februari lalu bertepatan dengan ulang tahun BCA ke 60, donasi yang terkumpul cukup menggembirakan" ujarnya.

Program Buku untuk Indonesia ditujukan bagi siapa saja yang memiliki kepedulian untuk meningkatkan minat baca anak-anak Indonesia yang masih rendah. Jika Anda juga peduli, caranya sangat mudah. Mulailah dengan langkah kebaikan, berdonasi minimal sebesar 100.000 ribu rupiah via www.bukuuntukindonesia.com.  Donasi Anda akan dikonversikan menjadi buku-buku bacaan untuk anak-anak Indonesia yang minim akan akses buku bacaan. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com