Advertorial

Liliyana Natsir dan Kisah Sukses yang Tidak Datang dalam Semalam (Bagian 1)

Kompas.com - 06/06/2017, 11:45 WIB

Belum genap setahun lalu, Liliyana Natsir dan Tantowi Ahmad menjadi pahlawan bagi Indonesia di Olimpiade Brazil 2016. Lagu Indonesia Raya berkumandang di Rio de Janeiro atas medali emas yang didapatkan oleh pasangan ganda campuran bulutangkis itu.

Prestasi dari pasangan yang mewakili Indonesia itu berhasil meledakkan rasa kebanggaan dari tiap penduduk Indonesia yang menyaksikan langsung maupun lewat layar kaca.

Atas prestasinya tersebut, Liliyana dan Tantowi pun banjir hadiah. Pemerintah memberi hadiah berupa uang tunai Rp 5 miliar. Program Bakti Olahraga Djarum Foundation (BODF) juga memberi Rp 1 miliar dan rumah di Semarang. Apartemen senilai setidaknya Rp 1,5 miliar di Jakarta juga diberikan oleh Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) untuk mereka.

Tidak hanya itu, mereka juga mendapat tiket pesawat gratis ke berbagai negara seumur hidup. Mereka juga berhak mendapat asuransi kesehatan dengan pertanggungan sampai Rp 1 miliar dan uang pensiun Rp 20 juta per bulan.

Kenyamanan hidup tersebut tentu tak datang dalam semalam. Mereka harus mencetak prestasi dan mencicilnya dengan latihan yang panjang dan melelahkan serta disiplin tinggi.

“Olimpiade kemarin (Olimpiade 2016) adalah beban terberat sepanjang karier saya. Berat badan saya sampai turun empat kilogram. Latihan terus menerus dan beban mental juga,” tutur Lilyana pada Konferensi Pers Penyelenggaraan BCA Indonesia Open 2017.

Perempuan kelahiran Manado, 9 September 1985 itu bahkan sudah memulai karier bulutangkisnya sejak tahun 1997, ketika ia masih berusia 12 tahun. Ia bahkan memutuskan pindah ke Jakarta untuk mendalami bulutangkis, dan PB Tangkas di Jakarta menerimanya.

Selang tiga tahun, Butet, panggilan akrab Lilyana, masuk Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) di Cipayung, Jakarta Timur. Sejak memutuskan pindah dari Manado ke Jakarta, ia yakin bulutangkis adalah jalan hidupnya. Ia pun memutuskan keluar dari sekolah di usia 12 tahun.

Sejak 1997 pula, ia yang mengaku tidak pernah jauh dari orangtua harus belajar hidup mandiri di asrama klub bulutangkis di Jakarta itu. Liliyana mengaku pernah ingin pulang kembali ke Manado. Namun, ibunya menasihatinya untuk terus menekuni bulutangkis di Ibukota.

Hari-hari berat penuh latihan juga terus dilakoni agar bakat dan kemampuannya semakin terasah. Kecenderungan Liliyana bermain ganda juga semakin terlihat. Dia dipasangkan dengan Nova Widianto semenjak 2004.

Bersama Nova, Liliyana menyabet beberapa penghargaan internasional seperti Indonesia Open, Runner-Up All England Open, Sea Games dan sebagainya. Ketika Nova pensiun, perempuan bergaya tomboy ini dipasangkan dengan Tantowi Ahmad di 2009.

Bersama pasangan baru ini, Liliyana mendapat gelar tertinggi medali emas Olimpiade di tahun lalu. “Saya masih ingin memberi yang terbaik di ajang BCA Indonesia Open 2017 dan Asian Games tahun depan sebelum pensiun,” sebut Liliyana.

Berlanjut ke bagian kedua.

Sumber: smart-money.co

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com