Kilas

Pecel Pitik, Makanan Pengiring Ritual Suku Osing

Kompas.com - 01/07/2017, 12:22 WIB


BANYUWANGI, KOMPAS.com - Pelaksanaan Ritual yang lekat dengan hal-hal simbolis selalu memiliki sisi lain yang tak berhubungan dengan tujuan ritual. Namun sisi lain itu seingkali justru juga menjadi sesuatu yang melekat pada ritual. Salah satunya adalah makanan.

Salah satu makanan yang memiliki peran tersebut di Banyuwangi adalah pecel pithik. Makanan ini merupakan sajian wajib yang sudah menjadi ciri khas dan kebiasaan suku Osing di Banyuwangi saat melaksanakan ritual atau selamatan.

Pecel pithik adalah makanan berbahan utama ayam kampung yang masih muda. Cara pembuatannya memerlukan beberapa hal khusus. Ayam yang telah disembelih lalu dibersihkan dan dipanggang utuh di perapian.

Cara memanggangnya harus dengan cara tradisional. Sehingga, api yang dibuat untuk membakar harus dijaga agar daging tidak gosong dan matang dengan merata.

Sesuai dengan tradisi yang sudah berlangsung di Suku Osing, orang yang memasak tidak boleh banyak berbicara bahkan cenderung diam dan berdoa. Proses memasak pecel pithik menjadi bagian dari rangkaian ritual adat.

Kendati pecel pithik berbahan utama ayam, namun istilah pecel pithik tidak benar-benar diambil dari bahan utamanya yakni pithik atau ayam dalam bahasa Jawa. Pecel pithik bagi Suku Osing merupakan akronim dari "diucel-ucel hang perkara apik," yang berarti dalam Bahasa Indonesia dilumuri dengan berbagai perkara yang baik.

Hal unik dari penyajian pecel pithik ini adalah dominasi parutan kelapa. Ada pun bumbu yang digunakan yaitu kemiri, cabai rawit, terasi, daun jeruk, dan gula. Bahan-bahan tersebut dihaluskan lalu dicampurkan dengan parutan kelapa muda.

Ayam yang telah selesai dipanggang lalu disuwir menjadi bagian kecil-kecil. Dagingnya dipisahkan dengan tulang. Proses pemisahan tulang tak boleh menggunakan pisau atau alat yang lain, tetapi harus menggunakan tangan. Bagian daging yang sudah disuwir dan dipisah dari tulang inilah yang akan dicampur dengan bumbu parutan kelapa dan dihidangkan dalam prosesi selamatan.

Baru-baru ini, pecel pithik hadir kembali dalam ritual Barong Ider Bumi yang dilaksanakan setiap tanggal 2 Syawal. Menteri Arief Yahya yang pulang kampung dan menghabiskan waktu berlibur di Banyuwangi menyempatkan diri hadir dan mencicipi kembali pecel pithik.

"Makanan ini khas sekali. Jarang sekali makan ini. Makanya Saya tadi langsung memesan untuk di rumah," ujar Menteri Arief.

Dengan berkembangnya Banyuwangi sebagai destinasi wisata, makanan ini diharapkan juga menjadi salah satu pilihan kuliner favorit wisatawan. Makanan khas Banyuwangi ini bisa diperoleh langsung dari dapur-dapur warga Banyuwangi. Sehingga, perekonomian keluarga di Banyuwangi pun membaik dengan adanya wisata kuliner tersebut.

Menteri Arief sendiri mengungkapkan bahwa pecel pithik bisa menjadi pelengkap destinasi wisata budaya di Banyuwangi. Sebab setiap wisatawan yang datang tidak hanya berkunjung untuk melihat atraksi dan singgah sebentar di destinasi wisata, tetapi juga ingin merasakan kuliner asli destinasi wisata. Dan pecel pithik dapat menjadi salah satunya.

"Kuliner ini menjadi sangat penting untuk melengkapi destinasi wisata. Setiap kali ada pagelaran budaya dan ritual seperti ini, kami harapkan masyarakat sekitar mendapatkan dampak perekonomian. Pasti ada keuntungan untuk masyarakat di sana," lanjut Menteri Arief.

Pecel pithik memang merupakan satu perpaduan yang unik. Rasa lembut daging ayam muda yang dipanggang akan berpadu dengan gurih parutan kelapa muda. Belum lagi guyuran air kelapa muda yang ditambahkan dalam sajian.

Pecel pithik dan ritual di Banyuwangi seolah menjadi dua hal yang saling terkait. Setiap kali ada ritual, maka pecel pithik akan menjadi pengiring setia yang hadir. Makanan ini akan disantap bersama di akhir acara ritual. (KONTRIBUTOR BANYUWANGI/ FIRMAN ARIF)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com