Advertorial

PLN Kejar Target Rasio Elektrifikasi Melalui Energi Baru Terbarukan

Kompas.com - 03/08/2017, 13:04 WIB

PLN terus berupaya untuk meningkatkan  rasio elektrifikasi nasional salah satunya dengan memaksimalkan energi baru terbarukan (EBT). Hal ini ditandai dengan penandatanganan power purchase agreement (PPA) EBT dengan 46 pengembang yang dilakukan di Hotel Mulia, Jakarta Selatan, Rabu (2/8/2017).

Penandatanganan ini merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) nomor 12 tahun 2017 tentang pemanfaatan sumber energi baru terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik dengan harga jual beli listrik yang kompetitif dan keekonomian.  Total kapasitas pembangkit pada penandatanganan PPA sebesar 257,62 megawatt (MW), yang tersebar di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara.

Proses penyediaan ini telah dimulai tahun lalu, di mana harga sudah disepakati dan disetujui oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan. Dalam sambutannya Jonan menekankan pentingnya pemanfaatan EBT yang optimal. 

"BPP tolong dijaga agar tetap rendah jadi masyarakat bisa mendapatkan akses listrik dengan harga terjangkau, listrik berkeadilan," ujar Jonan.

Jonan menambahkan perjanjian jual beli listrik ini bertenor 20-25 tahun. Sejalan dengan hal tersebut, Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN Nicke Widyawati menyatakan penandatangan ini merupakan bukti komitmen PLN dan para pengembang untuk meningkatkan manfaat EBT sesuai dengan target, yakni 23 persen hingga tahun 2025.

Sesuai  arahan Presiden Joko Widodo pada saat mengikuti Conference Of Parties (COP) ke-21 tahun 2015 di Paris dan COP ke-22 di Maroko, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada tahun 2030. Untuk itu PLN merasa penting untuk menggenjot pemanfaatan EBT.

Selain itu, PPA juga menunjukkan komitmen antara PLN dan pengembang untuk memenuhi kebutuhan listrik di sejumlah wilayah terutama di isolated system dengan harga yang kompetitif. Hal ini sesuai tujuan PLN untuk menjaga tarif listrik agar tetap terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dan industri.

Pada sistem kelistrikan PLN saat ini, sudah ada 6.200 MW pembangkit EBT yang beroperasi atau 12 persen dari total kapasitas pembangkit. Selanjutnya, khusus untuk PV, PLN akan mengembangkan PV terpusat untuk mengalirkan listrik ke daerah terpencil yang relatif jauh dari jaringan yang ada. Kawasan ini merupakan daerah tertinggal, daerah perbatasan dan pulau terluar.

Berdasarkan RUPTL 2017-2026, tambahan pembangkit adalah sebesar 77,9 gigawatt (GW). Untuk itu sejumlah langkah strategis telah disiapkan oleh PLN di antaranya, pertama, pengembangan pembangkit listrik EBT harus dioptimalkan. Kedua, PLN memanfaatkan sumber energi yang diperbaharui dari sumber energi hidro, panas bumi (termasuk skala kecil/modular), biofuel, energi angin, energi matahari, biomassa dan limbah.

PLN akan mengembangkan sistem Smart Grid untuk meningkatkan kehandalan. Begitu pula, dengan mengurangi konsumsi bahan bakar menggunakan HSD dan MFO. Selain itu, mengoptimalkan pembangunan pembangkit EBT yang memiliki potensi besar seperti PLTP dan PLTA dan memaksimalkan potensi EBT setempat untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia Timur.

Terakhir, mengembangkan hybrid system untuk daerah-daerah yang sudah dipasok dari PLTD dengan jam nyala di bawah 12 jam per hari.

“Dengan ditandantanganinya PPA makin menunjukkan komitmen PLN untuk terus mendorong pemanfaatan EBT dalam upaya meningkatkan rasio elektrifikasi dan desa berlistrik, sehingga target rasio elektrifikasi sebesar 98 persen pada tahun 2019 dan target porsi EBT 23 persen pada tahun 2025 bisa tercapai juga menciptakan energi listrik yang efisien dengan harga yang terjangkau masyarakat," ucap Nicke.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com