Kilas

APBD Jawa Barat Parkir Rp 7,94 Triliun di Kas Bank Daerah

Kompas.com - 06/08/2017, 20:59 WIB


KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengakui adanya anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2017 yang mengendap di kas bank daerah. Sisa anggaran yang disimpan di bank daerah disebabkan penyerapan anggaran terhambat.

Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa mengatakan, APBD yang mengendap sejumlah Rp 7,94 triliun itu nomimalnya tidak signifikan dibanding tahun lalu. Alasannya, APBD tahun ini lebih besar dibanding tahun lalu, dengan adanya alih kelola kewenangan ke provinsi.

"Ada beberapa hambatan. Pengendapan ini karena proses penyerapan anggaran yang relatif lambat," kata Iwa seperti rilis yang diterima Kompas.com, pada Minggu (6/8/2017).

Salah satu hambatan, dia melanjutkan, adalah integrasi SMA/SMK provinsi yang belum sempurna. Integrasi yang belum sempurna terkait mekanisme pembayaran tunjangan guru serta juga pembayaran lainnya yang menyangkut dengan guru.

Menurut dia, manajemen sekolah mengalami kesulitan karena beberapa aturan. Sehingga, diajukan perubahan aturan.

Konsekuensi alih kelola SMA/SMK itu, manajemen sekolah mesti membuat rencana kerja dan anggaran (RKA) sendiri. Ternyata, penyusunan RKA itu tak mudah dan menjadi beban. Akibatnya, penyerapan anggaran pun terhambat.

Proses yang juga harus dilakukan adalah guru harus membuat rekening dan sistem komputerisasi pendataan harus terus berjalan.

"Kalau itu sudah beres, ada dua hal yang diselesaikan. Pertama, tunjangan profesi sampai ke guru. Kedua, mudah-mudahan mekanisme bisa cepat dan langsung," ujarnya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan telah merilis dana simpanan Pemerintah Daerah (Pemda) telah mencapai Rp 222,6 triliun per akhir Juni 2017.

Provinsi yang paling tinggi dana simpanannya di perbankan adalah DKI Jakarta dengan nilai Rp 19,09 triliun. Posisi kedua adalah Provinsi Jawa Barat dana mengendap sebesar Rp 7,94 triliun.

‎Sebelum Kementerian Keuangan mempublikasikan dana daerah yang parkir di bank daerah, Pemerintah Jawa Barat sudah memprediksi rendahnya realisasi anggaran hingga akhir Juni lalu.

Pemerintah Jawa Barat pun menerbitkan surat edaran ke setiap organisasi pemerintah daerah (OPD). Seluruh bupati maupun wali kota di Jawa Barat pun diberitahukan pada awal Juli lalu.

"Saya sudah kasih surat edaran ke semua OPD karena realisasi hingga Juni relatif kecil. Otomatis, uang yang mengendap sebagai sisa anggaran itu‎ masih ada di rekening kas daerah. Saya langsung lakukan langkah teknis operasional untuk proses pencairan dengan tetap mengedapankan koridor berlaku," katanya.

 APBD Jawa Barat tahun ini yang masih mengendap di kas bank daerah mencapai RP 7,94 triliun per akhir Juni 2017. Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa mengatakan penyerapan anggaran memang belum optimal sehingga masih ada APBD yang parkir di kas bank daerah.  KURNIASIH BUDI/ KOMPAS.com APBD Jawa Barat tahun ini yang masih mengendap di kas bank daerah mencapai RP 7,94 triliun per akhir Juni 2017. Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa mengatakan penyerapan anggaran memang belum optimal sehingga masih ada APBD yang parkir di kas bank daerah.

Ia optimistis dengan adanya imbauan itu posisi penyerapan anggaran hingga akhir Juli lalu sudah mendekati 50 persen.

"Posisi anggaran hingga 28 Juli lalu, ternyata cukup signifikan, mau dekati ke 50 persen," katanya.

Pemerintah Jawa Barat mendorong penyerapan dana bagi hasil kabupaten/kota dan bantuan keuangan yang baru mencapai 28,53 persen. Dari total Rp ‎4,2 triliun, anggaran yang terserap untuk pos tersebut baru Rp 1,3 triliun.  

Namun, Iwa memperkirakan sisa anggaran yang masih mandeg di kas bank daerah telah berkurang. Dari total Rp 7,94 triliun, ia memperkirakan tinggal Rp 6,5 triliun yang masih bercokol di kas bank daerah.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau