Kilas

Masyarakat Jawa Barat Diimbau Siaga Bencana

Kompas.com - 14/08/2017, 16:15 WIB

KOMPAS.com - Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar, mengajak masyarakat untuk senantiasa meningkatkan kewaspadaan serta kesiapsiagaan terhadap segala kemungkinan bencana.

Apalagi, bencana yang disebabkan oleh faktor alam atau non-alam merupakan peristiwa yang sulit untuk diperkirakan secara tepat dan pasti.

"Maka kita harus tingkatkan kesiapsiagaan, terutama bagi yang tinggal di daerah rawan bencana," ujar Deddy Mizwar pada acara Halal Bihalal Potensi SAR Lintas Komunitas, di Mako Brimob Resimen II Pelopor Kedung Halang Bogor, Minggu (13/08/2017).

Berdasarkan data Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, sejak Januari hingga April 2017 tercatat 333 kali bencana. Jawa Barat telah mengalami bencana tanah longsor sebanyak 136 kali, banjir 67 kali, angin puting beliung 58 kali, kebakaran 68 kali, gempa bumi 3 kali, dan gelombang pasang 1 kali.

Bencana tersebut telah menelan korban jiwa sebanyak 11 orang, 4 orang hilang atau belum ditemukan, 38.820 orang luka, dan mengungsi sebanyak 1.268 orang. Sedangkan kerusakan fisik berupa rumah, mulai dari kerusakan ringan hingga berat jumlahnya sebanyak 7.995 rumah, dengan kerugian diperkirakan mencapai Rp 18 miliar.

 Pemerintah Jawa Barat mengimbau seluruh warganya siaga bencana. Hingga empat bulan pertama 2017, tercatat 333 kali bencana terjadi di Jawa Barat. Pemerintah Jawa Barat mengimbau seluruh warganya siaga bencana. Hingga empat bulan pertama 2017, tercatat 333 kali bencana terjadi di Jawa Barat.

Kesiapsiagaan harus dilakukan secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh, mulai dari tahap pra-bencana, pada saat terjadi bencana, sampai dengan pasca-bencana. Termasuk, dia melanjutkan, dengan menambah dan memperkuat kampung-kampung Siaga Bencana, sehingga dampak risiko dapat diminimalkan.

"Dengan demikian, kesiapsiagaan terkait sumber daya dan peralatan menjadi sebuah keniscayaan, agar kita semua dapat memberikan respon secara cepat dan tepat," katanya seperti rilis yang diterima Kompas.com pada Senin (14/8/2017).

Terutama, pada masa tanggap darurat atau 72 jam pertama yang meliputi pendataan secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumber daya, penentuan status keadaan darurat bencana, penyelamatan dan evakuasi korban, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan kepada kelompok rentan, serta upaya pemulihan prasarana dan sarana vital.

Maka, selain peningkatan upaya kesiapsiagan, kepedulian terhadap lingkungan pun perlu terus disosialisasikan. Terlebih, kata Deddy, bila melihat Jawa Barat sebagai provinsi yang punya potensi tinggi untuk terjadinya bencana.

“Dari 135 pergerakan tanah yang terjadi di Indonesia, 111 diantaranya terjadi di Jawa Barat,” ujarnya.

Bangunan pondok pesantren yang terdampak ambrolnya tebing penahan tanah SDN Pasirhalang, Sukaraja, Sukabumi, Jawa Barat, Minggu (5/3/2017). Bencana longsor terjadi Sabtu (4/3/2017) sekitar pukul 17:00 Wib.KOMPAS.com/BUDIYANTO Bangunan pondok pesantren yang terdampak ambrolnya tebing penahan tanah SDN Pasirhalang, Sukaraja, Sukabumi, Jawa Barat, Minggu (5/3/2017). Bencana longsor terjadi Sabtu (4/3/2017) sekitar pukul 17:00 Wib.

Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk serta pembangunan yang pesat, maka pembangunan yang ada perlu memperhatikan daya dukung lingkungan.

Daya dukung lingkungan ditentukan oleh kapasitas alam dalam menyediakan sumber daya, dan ruang bagi kelangsungan hidup manusia serta makhluk lainnya. Artinya, diperlukan kelestarian alam untuk menjaganya.

Menurut dia, menjaga alam demi terbentuknya daya dukung lingkungan yang baik perlu diusahakan semua pihak. Sehingga, potensi terjadinya bencana akibat efek pembangunan dapat dikurangi

"Sudah daerah bencana tinggi, kita jangan mengabaikan daya dukung lingkungannya," ujar Deddy.


Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com