Kilas

Air Mancur di Purwakarta Tak Cuma Sri Baduga

Kompas.com - 14/08/2017, 16:52 WIB


PURWAKARTA, KOMPAS.com –
Ada yang berbeda saat malam di Purwakarta. Kalau sebelumnya, air mancur menari hanya bisa dinikmati di Taman Sri Baduga, kini pemandangan serupa bisa ditemukan di Komplek Alun-alun, tepatnya di Taman Pesanggrahan Padjadjaran atau lebih dikenal sebagai Alun-alun Kian Santang.

Sabtu (12/8/2017) malam, Pemerintah Kabupaten ( Pemkab) Purwakarta meresmikannya bersamaan dengan diselenggarakan fashion show bertajuk "Gurilap Mojang Sunda". Acara semakin meriah karena diisi oleh DJ Chantal Dewi dan vokalis berambut gondrong Virza Husein.

Dalam kesempatan itu, Pemkab berharap air mancur menari yang kemudian dinamakan sama dengan lokasinya itu, Pesanggrahan Padjadjaran, dapat mendulang kesuksesan dengan mengundang animo masyarakat yang lebih banyak lagi.

Dari namanya, pesanggrahan sendiri merupakan kosa kata yang memiliki makna tempat beristirahat berupa rumah tinggal. Sementara itu, padjadjaran merupakan nama kerajaan yang pernah berjaya di tanah Sunda dan memiliki makna tempat yang setara.

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang hadir meresmikan air mancur tersebut mengatakan peradaban Sunda sebenarnya memiliki keterikatan kuat dengan air. Ia mencontohkan Sungai Citarum yang memiliki manfaat besar bagi kehidupan bukan hanya warga Jawa Barat melainkan juga luar Jawa Barat.

“Citarum bisa melahirkan Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur. Selain itu, ada banyak situ (danau) di Purwakarta. Di antaranya, Situ Wanayasa, Situ Cikumpay, dan Situ Cigangsa,” ujarnya Sabtu.

Karena itulah, kata Dedi, air harus menjadi tema dalam pembangunan di Purwwakarta. “Maka dari itu, basis pembangunan pariwisata di Purwakarta adalah air,” tambah Dedi.

Kegunaan air, lanjut Dedi, dapat menimbulkan ketenangan dan keteduhan dalam kehidupan sehari-hari apabila dikelola dengan baik. Sebaliknya, apabila air tidak terkelola dapat menimbulkan bencana seperti banjir, tanah longsor, bahkan tsunami.

Dedi turut mencontohkan fakta bahwa air dapat menimbulkan ketenangan bagi orang yang sedang marah. Dari situ, muncul sebuah fakta teologis saat orang sedang marah, disunnahkan untuk berwudhu.

“Lihat saja, kalau ada anak sedang marah, siram (saja) pakai air. Suruh ia ambil air wudhu, pasti reda marahnya,” ujarnya.

Air mancur baru tersebut memiliki tinggi 9 meter dan terbentang di sepanjang kolam air yang berada di Alun-alun Kabupaten Purwakarta. Perbedaan dengan air mancur di Taman Sri Baduga adalah, lantunan lagu yang dibawakan oleh grup music binaan Dedi, yakni Emka 9, sebagai latar.

Adapun teknologi yang digunakan untuk  pertunjukan air mancur masih sama dengan milik Taman Sri Baduga. Penonton bisa menonton secara gratis setiap harinya. Untuk menikmatinya, persyaratannya cukup sederhaba, pengunjung diminta untuk tidak menginjak rumput taman dan tidak membuang sampah sembarangan. (KOMPAS.com/IRWAN NUGRAHA)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau