Kilas

Kota Semarang Maju Pesat karena Gotong Rotong Warganya

Kompas.com - 15/08/2017, 12:56 WIB

KOMPAS.com - Pancasila sebagai dasar negara membuka peluang bagi masyarakat untuk mewujudkan ide-ide kreatif untuk membangun bangsa. Keterbatasan anggaran tidak serta merta menghambat suatu daerah untuk maju bila semangat gotong royong direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan, Kota Semarang kini tak sama dengan beberapa tahun lampau. Dahulu, Kota Semarang sulit berkembang dibanding kota-kota besar lainnya karena APBD relatif kecil.

Saat ini, Hendrar melanjutkan, perkembangan Kota Semarang begitu pesat. Meskipun, APBD masih kecil, seperti rilis yang diterima Kompas.com pada Selasa (15/8/2017).

Dalam membangun Kota Semarang, pemerintah melibatkan masyarakat. Berbagai ide kreatif untuk membangun kota diakomodasi dan didukung. Hasilnya, kampung-kampung tematik kini menjadi destinasi wisata karena keunikannya.

"Namun sekarang dengan berpegang pada idiologi Pancasila, yang ide-ide kreatif tersebut dapat dikerjakan dengan gotong royong," kata Hendrar dalam Simmposium Nasional yang diselenggarakan oleh organisasi kepemudaan Taruna Merah Putih di Balai Kartini Jakarta, Senin (14/8/2017).

Suasana Kampung Batik Semarang, Desa Bojong, Semarang Timur, Jawa Tengah, kini terlihat lebih rapi dan indah dengan lukisan-lukisan bertemakan batik di berbagai temboknya, Jumat (16/6/2017).KOMPAS.com/MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Suasana Kampung Batik Semarang, Desa Bojong, Semarang Timur, Jawa Tengah, kini terlihat lebih rapi dan indah dengan lukisan-lukisan bertemakan batik di berbagai temboknya, Jumat (16/6/2017).

Kota Semarang memiliki Kampung Batik, Kampung Bandeng, dan Kampung Senin sejak dulu. Berkat ide dan kreativitas warga lokal, kampung-kampung tersebut menjadi lebih apik.

Penataan kampung dan sentuhan seni di kampung tersebut menjadi daya tarik bagi wisatawan. Bahkan, sejumlah titik swafoto tersedia di kampung tematik tersebut. Hadirnya wisatawan tentu memberi dampak ekonomi pada warga kampung.

"Sebagian kampung temati sebenarnya sudah ada dari dulu seperti Kampung Batik, Kampung Senin, atau Kampung Bandeng. Tapi karena tidak bergotong royong dihidupkan dalam masyarakat, kampung tidak berkembang," kata pria yang dinobatkan sebagai Wali Kota Terbaik Dunia dalam ajang Socrates Award di Italia pada 2014 ini.

Sejumlah warga tengah menikmati salah satu sudut Kampung Jadhoel, Selasa (2/5/2017) setelah mengalami perbaikan lingkungan. Ini merupakan kampung lama, pusat batik dengan nama kampung Kampung Batik Tengah berada di Kecamatan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarangt, Jawa Tengah. sebagai kampung pusat batik, hiasan dinding rumah warga dihiasasi hiasan contoh motif batik, supaya memudahkan wisatawan mengetahui jenis motif batik khas di kampung pusat batik ini. KOMPAS/WINARTO HERUSANSONO Sejumlah warga tengah menikmati salah satu sudut Kampung Jadhoel, Selasa (2/5/2017) setelah mengalami perbaikan lingkungan. Ini merupakan kampung lama, pusat batik dengan nama kampung Kampung Batik Tengah berada di Kecamatan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarangt, Jawa Tengah. sebagai kampung pusat batik, hiasan dinding rumah warga dihiasasi hiasan contoh motif batik, supaya memudahkan wisatawan mengetahui jenis motif batik khas di kampung pusat batik ini.

Hendrar pun mengajak seluruh masyarakat Indonesia kembali memiliki semangat gotong royong dan menghadirkannya dalam kehidupan sehari-hari.

"Pada 1964, Bung Karno mengatakan bahwa Pancasila adalah dasar negara yang dapat benar-benar menghimpun segenap tenaga rakyat Indonesia. Maka, bila hari ini kita bicara tentang kreativitas tanpa berlandaskan pancasila, maka kreativitas hanya akan berada pada tataran ide tanpa implementasi", ujarnya.

Simposium bertema "Bangkit Bergerak, Pemuda Indonesia Majukan Bangsa" tersebut dihadiri ribuan peserta. Selain Hendrar, tokoh nasional yang menjadi pemateri adalah Gatot Nurmantyo (Panglima TNI), Yenny Wahid, Sri Mulyani (Menteri Keuangan), Tito Karnavian (Kapolri), dan Rosan P. Roeslani (Ketua Umum Kadin), serta Erick Thohir.

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau