PURWAKARTA, KOMPAS.com - Program penerapan pendidikan full day school (FDS) berbasis madrasah dan pesantren di Kabupaten Purwakarta dinilai sebagai salah satu solusi pro-kontra pasca-pemberlakuan FDS beberapa waktu lalu.
Purwakarta akan memadukan antara pendidikan umum yang dilanjutkan siang sampai sore harinya dengan pendidikan agama, melalui madrasah diniyah dan pesantren yang terintegrasi.
Program ini segera diterapkan di tingkat sekolah dasar dan menengah pertama Purwakarta seusai penandatanganan kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Purwakarta dengan Kantor Kementerian Agama Purwakarta pada Senin (14/8/2017).
"Mudah-mudahan ini sebagai salah satu solusi adanya pro-kontra tentang penerapan FDS selama ini," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Purwakarta, Purwanto, Selasa (15/8/2017) pagi.
Pemerintah Kabupaten Purwakarta tengah mendata seluruh sekolah dan madrasah yang akan berintegrasi. Pemilihan kedua lembaga pendidikan disesuaikan dengan jarak tempuh atau lokasi.
Selain itu, tenaga pengajar guru agama pun akan didata, diseleksi. Pemerintah Purwakarta tetap memprioritaskan guru agama yang ada di tiap madrasah diniyah.
"Mereka pasti akan mendapatkan tambahan gaji dari Pemerintah Kabupaten Purwakarta melalui dinas pendidikan. Kalau sudah terintegrasi berarti guru agama tersebut sudah menjadi bagian dari dinasnya," ujarnya.
Teknis pelaksanaan FDS disesuaikan dengan hasil pendataan. Artinya, bisa saja pengajaran agama madrasah diniyah yang tempatnya di sekolah umum dengan mendatangkan guru agama. Atas, para siswa masih mengikuti pelajaran agama di madrasah diniyah kampungnya tapi masuk absensi sekolah umum.
"Para siswa masuk sekolah madrasah diniyah absensinya nanti akan ke sekolah umum juga, selain dari absensi madrasah. Jadi kalau ada siswa yang tak ikut sekolah agama, dianggap bolos sekolah umum," katanya.
Pola FDS berbasis madrasah diniyah dan pesantren di Purwakarta ini sejatinya masih dengan pola pendidikan yang ada selama ini. Setelah siswa belajar di sekolah umum, mereka belajar agama di madrasah diniyah.
"Sebetulnya sama dengan pola ini seperti pelajaran sejak dulu bagi para murid. Cuma sekarang namanya saja jadi keren full day scholl," ujarnya.
Selain madrasah diniyah, keterlibatan pesantren dalam pola pendidikan di Purwakarta ini adalah tindak lanjut para siswa yang menonjol prestasinya di bidang agama.
Siswa yang memiliki keahlian Tilawatil Quran, akan langsung dikirim ke pesantren untuk memperdalam ilmunya tersebut.
"Nanti pelajaran agamanya juga setiap siswa tak akan sama, ada kelasnya. Kalau ada yang menonjol akan langsung dikirim ke pesantren yang sama akan diintegrasikan juga dengan pemerintahan daerah," katanya.
Sedangkan, bagi siswa non-muslim porsi waktu belajar disesuaikan dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Pemerintah daerah pun akan memfasilitasi sama mulai dari sarana khususnya dan tenaga pengajar agama.
"Kalau yang non-muslim sama, tenaga pengajarnya sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing," ujarnya.
Lebih bersemangat
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Purwakarta HE Sutisna optimistis, penerapan FDS berbasis madrasah dan pesantren bakal menambah semangat para guru agama. Sebab, guru agama akan mendapatkan tambahan penghasilan dari pemerintah daerah meskipun hanya bersifat tambahan.
"Diharapkan akan memacu semangat para guru agama diniyah karena ada penghargaan lebih dari pemerintah daerah setempat. Jika ada anggapan sekolah lima hari di Purwakarta bisa menghilangkan madrasah diniyah, ternyata tidak," katanya.
Program ini juga telah disepakati kedua lembaga pemerintah daerah melalui dinas pendidikan dan Kantor Kemenag Kabupaten Purwakarta untuk segera dilaksanakan. Usai mendata madrasah diniyah, pesantren dan para tenaga pengajarnya, program FDS siap diterapkan.
"Terobosan ini sangat diapresiasi oleh Kemenag. Mudah-mudahan bisa menjadi percontohan bagi daerah lainnya," ujar Sutisna.
Pola pendidikan FDS merupakan pengembangan program pembelajaran siswa wajib mempelajari kitab kuning di Purwakarta. Pembelajaran kitab kuning merupakan salah satu muatan lokal di sekolah Purwakarta.
"Yang sudah berjalan kan ada pelajaran kitab kuning di sekolah umum sebagai mata pelajaran muatan lokal. Nah, sekarang skalanya semakin besar dengan berbasis madrasah," ujarnya.
Program pendidikan umum dan keagamaan wajib baca kitab kuning merupakan terobosan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi.
Program belajar kitab kuning ditanggapi positif dari para ulama sepuh di beberapa daerah Jawa Barat. Seperti dari Pimpinan Pondok Pesantren Cipasung, Kabupaten Tasikmalaya, KH Abun Bunyamin, Pengasuh Pimpinan Pondok Pesantren Buntet Kabupaten Cirebon, KH Faris Fuad Hasyim, bahkan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Maruf Amin pun mendukung penuh program tersebut. (KONTRIBUTOR KOMPAS.com/ IRWAN NUGRAHA)