kabar mpr

Zulkifli Hasan Yakin Pendidikan Bisa Putus Rantai Kemiskinan

Kompas.com - 15/08/2017, 13:36 WIB

Di depan ribuan mahasiswa baru Universitas Telkom, Bandung, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menegaskan bahwa kaum muda memiliki peran sentral dalam sejarah Indonesia. Terlebih lagi, peran itu tercatat dalam sejarah pergolakan politik di negeri ini.

"Pada tahun 60-an hingga era reformasi, mahasiswa hadir di garis depan untuk menentang ketidakadilan. Oleh sebab itu, peran kalian itu menentukan masa depan Indonesia," kata Zulkifli pada acara bertajuk Perkenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru, Rabu (14/8/17) lalu.

Zulkifli pun menegaskan bahwa kesempatan untuk mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi merupakan sebuah anugerah. Sebab, masih banyak pemuda-pemudi Indonesia yang tidak bisa melanjutkan ke bangku kuliah.

Itulah kenapa Zulkifli berpesan kepada semua mahasiswa yang hadir untuk lebih bersyukur. Salah satunya dengan tidak menyia-nyiakan kesempatan dan belajar secara sungguh-sungguh.

"Warisan yang paling penting dalam hidup adalah ilmu. Hanya ilmu yang bisa menolong di masa depan. Kita bisa jadi apa saja lewat ilmu dan tidak ada undang-undang yang melarang hal tersebut,” kata Zulkifli.

Zulkifli mengambil contoh Singapura sebagai salah satu negara yang berhasil mengalami kemajuan pesat dalam kurun waktu relative singkat. Menurutnya, hal itu tidak lepas dari faktor sumber daya manusia yang berkualitas.

Singapura merupakan bukti konkret bahwa ilmu pengetahuan bisa membuat sebuah negara yang minim akan sumber daya alam menjadi sebuah negara maju dari segi ekonomi. Jadi, bisa dibilang, pendidikan adalah modal utama untuk memutus rantai kemiskinan.

Meskipun demikian, pendidikan juga harus diiringi dengan penghayatan serta penerapan dasar-dasar negara. Jika seseorang memiliki bekal pendidikan dan pemahan dasar-dasar negara, maka bisa dipastikan ia mampu memberikan kontribusi besar bagi Tanah Air.

“Selain dapat memberikan kontribusi yang besar, menginternalisasikan dasar negara pun dapat menjadi benteng untuk diri kita dalam menahan serangan ideologi-ideologi ekstrimis dan komunis yang belakangan ini membuat resah masyarakat,” ujar Zulkifli.

Mengutip Bung Hatta, Zul menegaskan bahwa maju mundurnya bangsa Indonesia tergantung sepenuhnya pada rakyat. Sebab, rakyat adalah jantung setiap negara. Oleh karena itu, rakyat harus sadar bahwa kekuasaan dan kedaulatan sepenuhnya ada di tangan mereka.

Jika rakyat menyadari kekuatan yang mereka miliki, maka pihak lain tidak akan berani untuk menyalahgunakan kekuasaan. Jadi, tidak akan terjadi penukaran kedaulatan dengan uang atau sembako.

“Sudah menjadi tugas mahasiswa pula untuk memahami soal politik. Mahasiswa harus menjadi lentera di masyarakat untuk memberikan pencerahan bahwa makna dari Demokrasi Pancasila adalah kekuasaan dan kedaulatan itu milik rakyat,” kata Zulkifli sebelum mengakhiri kata sambutan. (IAP)

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau