KompasProperti - Pembangunan kota baru di Cikarang merupakan salah satu cara Lippo Group mengembangkan investasi. Proyek di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat itu juga diprediksi mampu meningkatkan perekonomian rakyat melalui lapangan kerja baru.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat memang menghadapi persoalan tingginya tingkat pengangguran terbuka, kemiskinan, dan tingkat ketimpangan.
Tingkat pengangguran terbuka di Jawa Barat sebesar 8,89 persen, gini ratio atau tingkat ketimpangan sebesar 0,4 poin, dan angka kemiskinan sebesar 8,77 persen.
Dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, megaproyek Lippo Group senilai Rp 278 triliun di Cikarang diklaim mampu menyerap 85 ribu tenaga kerja.
Baca: Meikarta dan Progres Sejumlah Proyek Properti Lippo Kini
Wakil Gubernur Jawa Barat Dedy Mizwar dalam Kompas.com pada Senin (21/8/2017) mengatakan, Indonesia diperkirakan akan mengalami puncak bonus demografi pada 2020 hingga 2035.
Dampaknya, Dedy melanjutkan, jumlah kelas pekerja menjadi sangat besar. Persoalan ini perlu mendapat solusi cepat dan tepat.
Baca juga: Universitas Diminta Berperan Mengurangi Pengangguran dan Kemiskinan
Saat ini, tenaga kerja yang terserap dalam pembangunan kota baru Meikarta sebagian besar dialokasikan untuk tenaga marketing.
Selain bekerja di marketing office di Maxxbox Cikarang, tenaga marketing juga disebar ke sebelas pusat perbelanjaan Lippo Group di Jakarta dan sekitarnya.
Tenaga kontrak lainnya yang terlibat dalam proyek Meikarta adalah sopir mobil golf. Mereka bertugas mengantar calon konsumen meninjau area pembangunan kota baru.
Saat ini, ada 50 orang sopir yang bertugas setiap hari. Nantinya, akan ada penambahan sopir karena Lippo Group telah menambah jumlah mobil golf.
Baca juga: Lippo Bantah Meikarta Bakal Jadi Biang Kemacetan
Eko Azami (20), sopir mobil golf yang mengantar Kompas.com berkeliling area proyek, mengaku mendapat informasi lowongan kerja di proyek Meikarta dari kerabatnya.
Setelah menjalani seleksi, Eko dan puluhan orang lainnya mendapat pelatihan mengendarai mobil golf. Ia mengaku tak membutuhkan waktu lama untuk bisa menguasai teknik mengendarai mobil itu.
Setiap hari, Eko dan para sopir lainnya bekerja dari pukul 08.00 hingga 20.00. Upah yang diterima setiap bulannya sebesar Rp 3,3 juta.
Para sopir pun menjalani kerja lembur bila pihak manajemen menyelenggarakan promosi besar di lokasi itu. Seperti, festival musik yang digelar pada 19-27 Agustus lalu.
"Rata-rata setiap hari mengantar tiga rombongan. Kalau sedang ramai, seperti Sabtu dan Minggu, bisa mengantar tujuh rombongan," katanya, Senin (4/9/2017).
Ia mengaku senang dengan pekerjaan barunya tersebut. Apalagi, selama dua tahun setelah lulus sekolah, ia belum mendapat pekerjaan tetap.
Selain sopir mobil golf, tenaga administrasi dan marketing komunikasi juga direkrut dari pasar tenaga kerja.
Jika kota baru itu sudah berjalan normal, diperkirakan akan ada sekitar 6-8 juta tenaga kerja yang terserap.