Advertorial

Tren Digitalisasi demi Tingkatkan Bisnis dan Layanan Konsumen Milenial

Kompas.com - 06/10/2017, 11:30 WIB

Chief Executive Officer PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk Hans Prawira menceritakan keberhasilan Alfamart dalam membangun 13.376 jaringan toko serta mampu melayani 4 juta konsumen setiap harinya. Kesuksesan itu tak lepas dari peranan digitalisasi dalam meningkatkan nilai bisnis dan melayani konsumen millenial

Menurut Prawira, dalam beberapa tahun ke depan generasi muda Indonesia berusia 21-30 tahun akan menjadi konsumen masa depan bagi para pelaku bisnis. Oleh karena itu digitalisasi memegang peranan penting dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan pola pikir dan perilaku konsumen millenial.

"Suka tidak suka yang namanya digitalisasi itu harus jadi bagian dari bisnis kita, karena mereka sudah technology savvy. Merekalah yang punya purchasing power," ujarnya dalam acara Indonesia Knowledge Forum ke-6 yang digelar PT Bank Central Asia Tbk di Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Rabu (4/10/2017).

Perusahaan dengan 120.000 pegawai itu telah melakukan digitalisasi untuk menghubungkan jaringan toko offline dengan konsumen yang gemar berbelanja secara online. Tahun 2003, langkah pertama yang ditempuh dengan memakai website untuk berbagi informasi kepada konsumen.

"Tahun 2010 kita ke tahap dua membangun digital channel asset dan engagement dengan shopper. Kita berusaha membangun digital asset base. Kita sudah punya 18 juta followers, paling besar lewat LINE," ujarnya.

Ia mencontohkan, Alfamart pernah membuat kampanye koin Starwars, kampanye tersebut disambut antusiasme konsumen, khususnya penggemar Star Wars. Selain itu Alfamart juga giat menebar berbagai voucher diskon via aplikasi LINE. 

"Program Star Wars tinggi sekali 450 juta reach di medsos. Tapi pada umumnya rata-rata reach kita di medsos sekitar 30-40 juta. Di sisi lain 150 juta voucher yang di redeem konsumen kita," ujarnya.

Bagi Hans, aset digital yang dimiliki perusahaan retail harus dikonversikan untuk menarik konsumen millenial berbelanja ke jaringan toko offline terdekat.

"Kita masuk tahap 3, attract consumen, kita tarik mereka lewat medsos, kita fokuskan ke konsumen millenials dan ibu-ibu muda. Melalui membership kita juga bisa tahu secara detail kebutuhan konsumen," ujarnya.

Tahun 2018, Hans mengatakan Alfamart akan masuk tahap keempat yakni personalisasi dengan memanfaatkan digitalisasi untuk menghadirkan penawaran produk yang relevan dengan konsumen.

"Ke depan kita tidak one for all lagi, tapi one to one. Setiap toko semakin disesuaikan dengan demografi penduduk di sekitar toko," katanya.

Digitalisasi untuk Pemberdayaan Masyarakat

Saat ini Alfamart juga telah memiliki sejumlah toko virtual dan aplikasi yang bisa digunakan oleh konsumen untuk berbelanja bahkan berjualan seperti Alfacart, AMA, Alfagift dan Alfamind. 

"Kita punya sekarang Alfacart kita membangun untuk masuk ke dunia e-commerce. Alfacart terintegrasi dengan 13.000 toko bisa jadi payment point, pick up point, drop off point hingga return point," katanya.

Selain itu Alfamart juga memberdayakan pemilik warung untuk belajar mengelola dan menjual produk mereka dengan baik. 

"Kita dampingi mereka untuk belajar, contoh misal pemilik warung jual cokelat ya harus di-display bagian depan warung di eye level-nya anak-anak supaya mereka bisa lihat," tutur Hans.

Melalui Alfa Micro App (AMA), pemilik warung juga bisa memesan barang tanpa repot memikirkan stok barang dan distribusinya. Hans menyebutkan ada 40 ribu pemilik warung yang telah memanfaatkan aplikasi tersebut.

Di sisi lain terdapat Alfamind, yang menjadi toko virtual sehingga memungkinkan pengguna aplikasi bisa berjualan setelah melakukan registrasi. Pengguna mendapatkan keuntungan margin dari penjualan, dan tidak perlu repot memikirkan stok barang dan proses pengirimannya.

"Kemudian ada Alfagift yang bisa digunakan konsumen untuk mengetahui informasi promo dan special deals lewat aplikasi," ujar Hans.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com