TRENGGALEK,KOMPAS.com – Selain memiliki sejumlah destinasi wisata alam yang menarik, Trenggalek juga kaya makanan khas. Salah satunya adalah nasi gegog atau biasa dikenal dengan sego gegog.
Sentra nasi gegog ini berada di bagian utara kota Trenggalek, yakni Kecamatan Bendungan. Wisatawan yang berkunjung ke Trenggalek, Jawa Timur, tak boleh melewatkan makanan tradisional ini.
Nasi gegog pertama kali dibuat oleh warga Kecamatan Bendungan. Menu tradisional ini telah ada sejak dahulu kala dan diwariskan secara turun temurun.
Awalnya, nasi gegog ini hanya dilengkapi lauk ikan teri. Seiring perkembangan jaman, para pembuat sego gegog menambah varian dengan nasi gegog ikan tuna.
“Menu yang banyak dibuat oleh pengusaha rumah makan atau warung makan adalah nasi gegog teri dan tuna,” kata pemilik Rumah Makan Delling, Geger Baktiono (32).
Cara pembuatan nasi gegog ini sangat sederhana. Nasi dimasak setengah matang kemudian dibungkus daun pisang. Nasi bersama bumbu berikut lauknya lalu dikukus hingga tanak.
Nasi gegog hangat bisa dinikmati di kawasan sejuk di dataran tinggi Desa Srabah, Kecamatan Bendungan, Trenggalek.
Penyajian nasi ini pun di setiap rumah makan atau warung semua sama, yakni disajikan secara utuh seperti ketika awal dimasak hingga matang. Minuman hangat merupakan pilihan tepat saat menyantap makanan khas Trenggalek ini.
“Nasi gegog lebih nikmat dimakan langsung di warungnya. Sebab lokasinya sejuk dan asri. Wisatawan bisa menikmati makanan sekaligus pemandangan yang indah dari ketinggian,” kata salah satu penikmat nasi gegog, Lia Amel (20).
Menurut dia, yang membuat nasi ini lebih spesial adalah rasa gurih dan aroma alami daun pisang. Selain itu, rasa pedas nasi gegog sangat menggugah selera.
“Rasa pedasnya serta aroma alami dari daun pisang yang membuat rasanya fenomenal,” ungkap Lia.
Tak sulit menuju lokasi sentra nasi gegog di Kecamatan Bendungan, Trenggalek. Wisatawan hanya membutuhkan waktu sekitar 10 hingga 20 menit dari pusat kota untuk mencapainya.
Hampir semua rumah makan atau warung makan di Kecamatan Bendungan menyajikan nasi gegog sebagai menu utama.
“Setiap berkunjung ke Trenggalek, Saya pasti menyempatkan makan nasi gegog. Hampir semua warung menyediakan menu nasi gegog. Tapi, Saya punya langganan di (rumah makan) Delling ini,” ujar Lia, pelancong asal Kabupaten Kediri.
Setiap hari, rumah makan Delling rata-rata menjual 60 hingga 90 bungkus nasi gegog. Rumah makan berdinding bambu dengan hiasan sepeda motor tua itu juga menerima pesanan nasi gegog yang jumlahnya mencapai ratusan bungkus.
“Dalam sehari, Kami menghabiskan bahan baku beras tiga hingga empat kilogram lebih,” kata Geger Baktiono.
Ia mengaku, menu yang paling banyak dicari pembeli adalah nasi gegog ikan tuna. Rumah makan yang berada di dataran tinggi Puncak Ngares itu pernah membuat varian baru yakni nasi gegog dari beras merah. Sayangnya, menu tersebut jarang peminatnya.
“Mungkin untuk saat ini masih belum waktunya. Ke depan, baru bisa kami buat kembali nasi gegog beras merah ini,” katanya.
Nasi gegog dibanderol dengan harga Rp 3.000 per bungkus. Setiap pembeli umumnya menghabiskan dua bungkus nasi.
“Kalau cuma satu bungkus, rasanya kurang dan lidah masih penasaran,” kata seorang pembeli, Kukuh Setiawan (27).
Berdasarkan penuturan sejumlah warga Kecamatan Bendungan, nasi gegog ini awalnya dibuat oleh para petani ladang yang berada di kawasan pegunungan Kecamatan Bendungan.
Nasi gegog merupakan bekal para petani. Proses penanakan nasi yang sedemikian rupa memungkinkan makanan tersebut tak mudah basi. Selain itu, nasi yang dibungkus daun pisang juga mudah dibawa.
Selain dijual di warung-warung, nasi gegog juga menjadi santapan sehari-hari sebagian masyarakat Kecamatan Bendungan.
“Petani jaman dahulu kalau berladang jaraknya sangat jauh dari permukiman. Dan konon nasi gegog ini dijadikan bekal karena awet dan mudah dibawa,” tutur Geger. (KONTRIBUTOR TRENGGALEK/ SLAMET WIDODO)