Kilas

Yuk Ikut Melepas Tukik Di Pantai Kili-kili Trenggalek

Kompas.com - 11/10/2017, 19:46 WIB

 
TRENGGALEK, KOMPAS.com – Kabupaten Trenggalek merupakan wilayah di kawasan selatan Jawa Timur yang cukup dikenal dengan pantainya yang indah.

Selain Pantai Pelang yang kini terus dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Trenggalek, Pantai Kili-kili di Kecamatan Panggul merupakan destinasi wisata menarik.

Saat ini, pantai tersebut dijadikan pusat konservasi penyu. Pantai Kili-kili berada satu jalur dengan Pantai Pelang, yakni berada di Desa Wonocoyo, Kecamatan Panggul, Trenggalek.

Seorang wisatawan yang kerap berkunjung ke Pantai Kili-kili, Reva leosyana (32) menilai wisata alam tersebut layak dinikmati bersama keluarga. “Setiap ke Pantai Pelang, Saya dan keluaraga pasti menyempatkan mampir ke Pantai Kili-kili untuk melihat penyu,” katanya.

Baca: Pantai Pelang Siap Dikembangkan sebagai Destinasi Wisata Kelas Dunia

Sejumlah jenis penyu, utamanya jenis sisik dan lekang, sering mendarat di pantai untuk bertelur. Kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) Pantai Lili-kili dengan sukarela merawat dan mengembangkan kawasan ini menjadi lahan konservasi penyu.

Fasilitas pendukung wahana konservasi juga dibangun, di antaranya pos pantau dan tempat penangkaran bagi induk maupun tukik (anak penyu).

Setidaknya, ada tiga jenis penyu berada di kawasan konservasi itu, yakni penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan penyu lekang (Lepidochelys olivacea).  

Selain itu, penyu belimbing (Dermochelys olivacea) yang tergolong langka juga ada di Pantai Kili-kili.

Seekor tukik (anak penyu) berjalan menuju laut usai dilepas dalam upacara ucul-ucul yang digelar setiap Oktober di Pantai Kili-kili, Trenggalek.KOMPAS.com/ SLAMET WIDODO Seekor tukik (anak penyu) berjalan menuju laut usai dilepas dalam upacara ucul-ucul yang digelar setiap Oktober di Pantai Kili-kili, Trenggalek.

“Anak anak senang melihat penyu yang menurut Saya langka. Soalnya, hanya terdapat di Pantai Kili-kili. Wisata ini sekaligus bisa menjadi sarana pendidikan anak tentang hewan yang dilindungi ini,” katanya.

Sejak 2012, lahan konservasi penyu itu diresmikan. Awalnya, para relawan yang disebut Pokmaswas Pantai Kili-kili harus bekerja keras meyakinkan sejumlah warga untuk tidak memburu telur penyu untuk di konsumsi atau dijual.

Para relawan terus membagi wawasan kepada warga yang tinggal di sekitar lahan konservasi. Hasilnya, kini mereka sudah tidak lagi memburu telur penyu. Melainkan, berkerja sama untuk menjaga kelestarian penyu di Pantai Kili-kili.

“Berkat kerja keras kelompok masyarakat pengawas Pantai Kili-kili (Pokmaswas), banyak warga yang turut menjaga kelestarian penyu di sini,” kata Ketua kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) Pantai Kili-kili Ari Gunawan.

Baca: Destinasi Wisata Favorit Arumi Bachsin di Trenggalek

Setiap tahun, kawasan konservasi penyu Pantai Kili-kili mengadakan kegiatan rutin, yakni upacara ucul-ucul.

Sekira sebanyak 1.000 tukik atau anak penyu jenis sisik dan lekang disiapkan oleh petugas konservasi untuk dilepasliarkan ke laut bebas. Pelepasan tukik dilakukan seluruh lapisan masyarakat juga para wisatawan.

“Setahun sekali, Kami mengadakan kegiatan yang bernama upacara ucul-ucul tukik. Seluruh lapisan masyarakat Panggul serta para wisatawan bisa terlibat langsung dalam kegiatan pelepasan tukik,” katanya.

Seorang wisatawan memegang seekor tukik sebelum dilepaskan dalam upacara ucul-ucul yang digelar setiap Oktober di Pantai Kili-kili, Trenggalek.KOMPAS.com/ SLAMET WIDODO Seorang wisatawan memegang seekor tukik sebelum dilepaskan dalam upacara ucul-ucul yang digelar setiap Oktober di Pantai Kili-kili, Trenggalek.

Upacara ucul-ucul tukik umumnya diagendakan setiap Oktober. Kegiatan tersebut  bertujuan melestarikan kelangsungan hidup penyu. Selain itu,  kegiatan ini sebagai sarana edukasi yang tepat, bagi seluruh kalangan masyarakat mengenai konservasi penyu.

“Saya sangat senang sekali karena secara langsung melepas anak penyu (tukik),dan rasa ikut menjaga lebih besar. Tadi tukik sempet saya kasih nama gembil karena bentuknya lucu,” kata wisawatan asal Pacitan, Tri Widyastuti. (KONTRIBUTOR TRENGGALEK/ SLAMET WIDODO)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau