KompasProperti.com - Minat baca masyarakat Indonesia tercatat berada di posisi ke-60 dari total 61 negara di kawasan Asia Tenggara.
Dengan begitu, kemajuan membaca masyarakat Indonesia terhitung di bawah Thailand yang berada di peringkat ke-59, Malaysia di peringkat ke-53, dan Singapura di peringkat ke-36 berdasarkan riset The World’s Most Literate Nations 2016.
Setahun sebelumnya, Kantor Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Pernas RI) mencatat 90 persen penduduk usia di atas 10 tahun tidak suka membaca buku, tetapi gemar menonton televisi. Artinya, minat baca masyarakat Indonesia amat rendah.
"Sebanyak 10 persen masyarakat Indonesia di bawah usia 10 tahun gemar membaca, dan 90 persen penduduk gemar menonton televisi dan tidak suka membaca," kata Kepala Kantor Pernas RI Sri Sularsih dalam Safari Gerakan Nasional Gemar Membaca di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, dilansir Antaranews, Rabu (28/10/2015).
Padahal, masyarakat di negara maju umumnya gemar membaca. Setiap penduduk di negara maju rata-rata membaca 20 hingga 30 buku setiap tahun.
Sementara itu, di Indonesia, penduduknya hanya membaca paling banyak tiga buku, dan itu pun masyarakat usia 0-10 tahun.
Perubahan dunia yang cepat sebagai dampak globalisasi mesti dikejar dengan menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Minat baca masyarakat perlu ditumbuhkan pada anak-anak sejak dini dan menjadi kebiasaan positif untuk mendukung pengembangan dirinya.
Keberadaan perpustakaan sebagai sumber informasi berbanding lurus dengan kemajuan peradaban suatu bangsa. Ini karena perpustakaan berfungsi membantu proses akselerasi pembangunan bangsa, terutama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Perpustakaan pada masa yang serba digital seperti sekarang ini dituntut untuk lebih cepat dan mudah melayani informasi yang dibutuhkan masyarakat.
Lippo Group yang tengah membangun Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, juga merancang kota modern lengkap dengan perpustakaan berisi koleksi buku dan informasi.
Keberadaan perpustakaan itu untuk memenuhi kebutuhan informasi para penghuni apartemen ataupun pebisnis di Meikarta.
Chief Marketing Officer (CMO) Lippo Homes Jopy Rusli mengatakan bahwa Meikarta adalah kota baru yang dibangun pengembang Lippo dan merupakan proyek terbesar yang pernah dibangun Lippo Group.
Terkait hal itu, berbasis pengalaman membangun dan mengelola Universitas Pelita Harapan (UPH), Lippo memang tak sembarangan membangun perpustakaan. Pihak pengembang Meikarta berencana membuat pusat layanan informasi modern yang dapat diakses dengan mudah.
UPH memiliki The Johannes Oentoro Library, sebuah perpustakaan modern di Indonesia yang dibuka pada Mei 2006. Perpustakaan itu dinamai demikian untuk mengenang rektor pertama UPH, almarhum Johannes Oentoro.
Perpustakaan seluas 5.400 meter persegi itu didirikan pihak universitas dengan biaya sekitar Rp 50 miliar.
Selain koleksi yang lengkap, perpustakaan juga dilengkapi sistem keamanan prima. Lima alat pemindai mesti dilewati pengunjung yang akan memasuki ruang perpustakaan.
Perpustakaan ini memiliki 50.000 koleksi buku, 2.100 koleksi majalah, 269 artikel jurnal yang tersimpan rapi di lantai 2, lebih dari seribu materi audiovisual, serta 5.000 tesis dan disertasi.
Lippo menaruh perhatian pada perpustakaan digital sejalan dengan perkembangan teknologi terkini. Perpustakaan digital memiliki koleksi buku yang sebagian besar dalam format digital dan bisa diakses dengan internet.
Perpustakaan digital sangat berbeda dengan perpustakaan konvensional yang berupa kumpulan buku tercetak, film mikro, ataupun kumpulan kaset audio atau video.
Isi dari perpustakaan digital berada dalam suatu komputer server yang bisa ditempatkan secara lokal, ataupun di lokasi yang jauh, tetapi dapat diakses dengan cepat dan mudah.
Keberadaan perpustakaan ini merupakan wujud Meikarta sebagai kota baru, yang membutuhkan sebuah tempat untuk menyimpan sejarah perjalanan pembangunan kota, gudang informasi, sekaligus ilmu pengetahuan bagi warganya, termasuk mendukung riset industri.