Advertorial

Menakar Keuntungan dari Mengoleksi Uang Kuno Indonesia

Kompas.com - 08/11/2017, 19:00 WIB

Tidak hanya sebagai hobi, mengumpulkan uang kuno bisa sekaligus menjadi investasi. Mengapa? Uang kuno yang Anda kumpulkan rupanya bisa mendatangkan keuntungan yang berlimpah.

Anggota Soematra Noemismatic (Soentic), Riky Daniel Karo-karo menuturkan, dalam beberapa tahun mendatang uang kuno yang dikoleksi nilainya bisa menjadi semakin tinggi dan harganya berkali-kali lipat.

"Bila ingin dijadikan investasi, uang yang dikoleksi harus diperhatikan kondisinya. Semakin baru kondisi uang kuno yang dimiliki maka nilai investasinya akan semakin tinggi," ucap dia seperti ditulis Tribunnews.com.

Sofwan, mantan Direktur Keuangan Patra Jasa, membenarkan bahwa uang kuno bisa dijadikan ladang investasi. Sofwan mengungkapkan, return dari berinvestasi uang kuno sangat menjanjikan. Menurut dia, untuk investasi jangka pendek (hitungan bulan) keuntungannya ditaksir 5-20 persen, sedangkan investasi jangka panjang (di atas setahun) bisa lebih dari 100 persen.

Tidak percaya? Ia punya pengalaman menyimpan uang Republik tahun 1959 bergambar bunga dan burung. Jumlah uang kuno itu sebanyak 1.000 pak (100 ribu lembar) yang dibelinya seharga Rp 200 jutaan. Hebatnya, tahun 2006 lalu ada yang berani menawar Rp 1 miliar.

“Tapi, tidak saya lepas," ujar dia seperti dilansir Swa. Sofwan bermaksud menjual lagi uang kunonya secara bertahap dan tidak dilakukan seluruhnya. Sebab, ia percaya investasi uang kuno bisa dijadikan tabungan sekaligus warisan.

Awalnya, Sofwan mengaku tertarik membeli uang kuno lantaran dipicu rasa bingung mencari wahana investasi baru. "Saat jalan-jalan di Pasar Baru, Jakarta, saya menjumpai sejumlah orang yang melakukan transaksi uang kuno, sehingga saya terinspirasi menjadikannya sebagai instrumen investasi,"  katanya.

Ikut lelang

Arifin Martoyo mengungkapkan, tak pernah ketinggalan ikut lelang untuk mengoleksi uang kuno asal Indonesia. Bahkan pada 1998 hingga 2000-an, dia ikut semua lelang di seluruh balai lelang dunia yang menjual uang rupiah kuno. Sejak 1999 Arifin juga sudah menggunakan internet untuk berburu rupiah kuno dari seluruh dunia, termasuk lewat lelang di situs eBay.

"Saat kerusuhan 1998, koleksi uang kuno Indonesia nyaris habis, banyak kolektor kita membawanya ke Singapura dan Hong Kong, serta menjualnya di sana. Makanya saya telusuri lewat eBay dan di balai lelang, karena di dalam negeri tidak ada lagi," kisahnya seperti ditulis Beritagar.id.

Dia mencontohkan, untuk seri uang kertas rupiah bergambar wayang, saat itu harganya mencapai Rp 5 juta per lembar. Sedangkan di dalam negeri harganya mencapai Rp 7 hingga Rp 10 juta rupiah.

Namun, saat ini uang seri gambar wayang dengan kondisi jelek saja mencapai Rp 75 juta per lembarnya. Kalau kondisinya mulus total tanpa cacat, harganya bisa dua atau tiga kali lipatnya. Menurut dia, k­­isaran harga uang kuno, menurut Arifin tergantung dari banyak hal. Seperti nominal dan tahun terbit, kondisi fisik, hingga tingkat kelangkaannya.

Jenis uang kertas kuno Indonesia yang disukai pasar lelang antara lain gambar Patung Ken Dedes dalam nominal Rp 10 tahun 1952, gambar Candi Prambanan dalam nominal Rp 5 tahun 1959 dan 1979, serta gambar Candi Borobudur dalam nominal Rp 10.000 tahun 1992.

Sedangkan untuk gambar satwa yang laris menurutnya adalah seri uang kertas dengan gambar badak dalam nominal Rp 25 tahun 1957, gambar orang utan dalam nominal Rp 5, gambar rusa dalam nominal Rp 10, gambar buaya dalam nominal Rp 50, atau gambar tupai dalam nominal Rp 100.

Sumber : Website BCA Prioritas

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau