kabar ketenagakerjaan

Menaker Nilai Ruang Kebudayaan Efektif Bangun Komunikasi

Kompas.com - 12/11/2017, 20:21 WIB

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menilai bahwa ruang kebudayaan bisa meningkatkan partisipasi masyarakat dalam membahas berbagai macam persoalan yang dihadapi Indonesia, termasuk perihal sumber daya manusia atau tenaga kerja. Hal tersebut disampaikan Hanif saat memberikan kata sambutan di hadapan sejumlah musisi serta aktivis yang hadir pada acara peluncuran album baru musisi John Tobing di Sanggar Maos, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (11/11/2017) malam.

"Saya kira dengan forum ini melalui pendekatan kesenian dan kebudayaan lebih genuine dalam melihat persoalan yang ada. Tidak melulu melihat dari sudut pandang hitam putih," ujar Hanif.

Selain itu, Hanif mengungkapkan bahwa media sosial bisa menjadi wadah interaksi baru antara pemerintah dan publik dalam mendiskusikan berbagai persoalan. Kendati demikian, Hanif menyayangkan pemanfaatan media sosial kini lebih ditujukan untuk menyebarkan ujaran kebencian dan ideologi yang tidak sesuai dengan Pancasila.

"Ini nalar yang kadang kala enggak pas. Konsekuensi dari sebuah gagasan yang kalau didalami justru akan menimbulkan persoalan," kata Hanif.

Hanif menuturkan, dirinya sering memanfaatkan ruang kebudayaan dan media sosial untuk membangun komunikasi dengan para pemangku kepentingan di bidang ketenagakerjaan. Ada banyak cara yang ia tempuh, termasuk dengan melibatkan berbagai kalangan, mulai dari aktivis, musisi, pengusaha, hingga buruh migran.

Melalui ruang-ruang tersebut, kata Hanif, masyarakat dan pemerintah bisa berkomunikasi lebih intens untuk mencari tahu pokok permasalahan dan cara mengatasinya. Dengan begitu, kedua pihak bisa menemukan solusi yang menguntungkan satu sama lain.

"Ini ruangnya berubah, kita menemukan banyak kegagapan dalam merespon perubahan yang ada. Melalui perubahan ruang, masyarakat semakin bisa berinteraksi dengan pemimpinnya," tutur Hanif.

Hanif mengatakan bahwa masyarakat Indonesia harus merasa beruntung karena tinggal di negara yang telah merdeka. Selain merdeka dari penjajah, masyarakat juga memiliki kebebasan untuk berkarya dan berkreasi.

Ia percaya bahwa berkarya merupakan salah satu wujud nasionalisme. Melalui aktualisasi diri, akan tercipta sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing secara global.

Hanif juga menilai, upaya membangun dialog bersama akan menimbulkan rasa optimis dalam berinovasi. Ia berkaca pada komitmen Presiden Joko Widodo yang selalu berusaha optimis, memberikan teladan, mengambil keputusan tepat, dan berani melakukan terobosan.

"Kalau kita absen, problem bangsa ini banyak sekali, makanya harus diselesaikan. Kita terus maju dan sudah di jalur yang benar. Perlu dikawal melalui ruang berdialog untuk menghasilkan sesuatu yang positif," katanya.

Di tengah era globalisasi, Hanif tidak lupa mengimbau masyarakat agar tidak hanya mementingkan diri sendiri dalam menghadapi persaingan dalam dunia kerja. Menurutnya, sikap tersebut akan berdampak buruk, baik itu terhadap individu maupun komunitas.

"Harus dipadukan dengan kolaborasi saling bermanfaat satu sama lain. Harus diseimbangkan, kalau tidak seimbang, akan menjadi tidak jelas," ujar Hanif menegaskan.

Dalam acara tersebut, Hanif turut memeriahkan suasana dengan menyanyikan salah satu karya lagu John Tobing berjudul Darah Juang. Baginya, lagu itu merupakan pengingat untuk terus bekerja keras dan memperjuangkan kepentingan masyarakat. Atas kehadirannya, Hanif menerima cinderamata berupa kaos dari pengasuh sanggar seni Maos sekaligus sosiolog Universitas Indonesia, Arie Sujito.

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau