Advertorial

Bisnis Ritel Offline Lesu, KemKominfo Genjot Transaksi e-Commerce

Kompas.com - 29/11/2017, 19:26 WIB

Bareksa.com - Survei Bank Indonesia menunjukan pertumbuhan penjualan ritel non makanan per September 2017 menyusut 6,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Dalam beberapa pemberitaan juga menyebut beberapa toko ritel pakaian yang mulai menutup gerai di sejumlah wilayah di Jakarta.

Tetapi yang menarik pertumbuhan penjualan ritel e-commerce online yang mayoritas transaksinya adalah penjualan non makanan justru meningkat pesat.

Data statista.com yang baru dirilis Oktober 2017 menjabarkan angka penjualan ritel e-commerce online telah mencapai US$7,05 miliar atau sekitar Rp91,6 triliun (asumsi kurs Rp13.000 per dolar AS). Angka tersebut tumbuh 22 persen dibanding akhir Desember 2016. Kenaikan itu juga lebih tinggi dibandingkan dengan pemain-pemain ritel offline besar yang penjualannya hanya tumbuh rata-rata 10 persen.

Grafik: Angka Penjualan Ritel E-Commerce

Sumber: Statista.com- Sumber: Statista.com

 

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mengatakan arah kebijakan pemerintah saat ini salah satunya adalah penguatan dan pemberdayaan UMKM termasuk dengan skema bisnis “Shared Economy”. (Baca juga: 2020, 6 Juta UMKM Go Digital Berpotensi Raih Transaksi Ribuan Triliun). 

Rudiantara mengambil contoh keberhasilan dari Tokopedia yang berhasil menerapkan model bisnis disruptif yang mampu memberikan peluang bisnis dan lapangan pekerjaan ke seluruh pelosok negeri bahkan hingga ke wilayah terpencil. 

Kemajuan ini tak lepas dari besarnya jumlah pengguna internet di Indonesia yang membuat Indonesia menjadi salah satu pasar transaksi online terbesar di dunia. Hingga 2022, jumlah pengguna internet diperkirakan menjadi 139,54 juta dari 104,96 juta di 2017 berdasarkan data statista. Sekitar sepertiga dari jumlah tersebut atau sekitar 43,9 juta merupakan potensi jumlah pembeli online. 

Grafik: Jumlah Pengguna Internet

-- -

Rudiantara menegaskan Pemerintah tetap memantau perkembangan dari transaksi e-commerce online agar tercipta industri yang sehat dan dapat dipercaya masyarakat. Hal ini menjadi salah satu inisiatif yang tertuang dalam peta jalan pengembangan e-commerce. 

Kementerian Komunikasi dan Informatika yang akan mengkoordinasi beberapa Kementerian/lembaga (KL) yang terkait seperti Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik. 

Startup Unicorn 

Tumbuhnya industri e-commerce salah satunya terbukti dari startup yang sudah menyandang status unicorn. Saat ini dari tiga startup yang sudah berstatus unicorn, salah satunya di bidang e-commerce, yakni Tokopedia. Dua lainnya adalah Go-Jek dan Traveloka. 

Startup e-commerce lain yang disebut segera menyusul status unicorn adalah Bukalapak. Unicorn adalah perusahaan rintisan yang memiliki valuasi lebih dari US$1 miliar. (Lihat juga : Menteri Rudiantara : Startup Sukses, Bakal Ada Lima Unicorn Indonesia di 2019). 

Menteri Rudiantara menambahkan kementerian dan pelaku bisnis di perusahaan rintisan telah mengamati sejumlah startup di Indonesia. Hasilnya, terdapat 44 startup yang berpotensi menjadi unicorn di masa mendatang. 

"Prospek perkembangan startup di Indonesia masih bagus. Sebab success rate startup di Indonesia telah meningkat jadi 4 persen. Artinya apabila ada 1.000 startup, maka 40 di antaranya berpotensi untuk sukses," ungkapnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com