Bagi sebagian orang, menikah adalah keputusan terbesar dalam hidupnya. Pernikahan bisa menjadi titik balik dalam hidup seseorang, terutama bagi wanita karier. Komitmen seumur hidup dengan seorang lelaki bukan tidak mungkin membawa perubahan bagi prioritas dalam hidup, terutama karier. Namun, haruskah wanita merelakan laju kariernya menurun setelah menikah?
Menurut konsultan gender Avivah Wittenberg, ada dua kemungkinan yang bisa dipilih oleh wanita karier ketika akan memilih pasangan hidup.
"Wanita karier yang penuh ambisi hanya memiliki dua kehidupan pribadi, memiliki pasangan yang mendukung atau tidak sama sekali," katanya.
Pernyataan senada pun diungkapkan oleh Direktur Operasional (COO) Facebook Sheryl Sandberg. Dalam sebuah wawancara, wanita paling berpengaruh dan kaya di dunia versi majalah Forbes ini mengungkapkan pendapatnya.
"Sebagai wanita, kamu boleh berkencan dengan siapapun. Namun, menikahlah dengan seseorang yang memiliki prinsip hubungan yang setara, seseorang yang akan mendukung kariermu," tutur Sandberg.
Tak hanya para wanita, miliuner Warren Buffett pun pernah memberikan pernyataan yang mendukung kondisi itu. Ia berpesan agar wanita hidup di antara orang-orang yang baik sehingga ia pun akan menjadi baik. Buffett juga menganggap orang yang paling berperan signifikan adalah pasangan hidup.
Di sisi lain, Wittenberg menyatakan bahwa hubungan pribadi yang tidak baik dapat menjadi racun dalam kehidupan pribadi. Absennya dukungan terhadap keingian, minat, dan karier seorang wanita seringkali berujung pada kemarahan dan stres.
"Para wanita juga menjadi kaget dan terkejut bahwa pasangannya ternyata menjadi seseorang yang tidak mendukung kariernya," lanjutnya.
Penelitian Harvard Business School mengungkap, sebanyak 50 persen pria menempatkan kemajuan kariernya sebagai prioritas utama. Karir istri menempati posisi kedua.
Padahal, wanita pun ingin mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengembangkan karir setelah pernikahan. Dari studi lain pun diketahui bahwa sebanyak 66 persen rumah tangga menempatkan suami sebagai pengambil keputusan, sementara istri berperan mengasuh anak.
"Apalagi, bila secara keuangan, para pria juga memiliki penghasilan lebih besar. Wanita akan memiliki kesempatan lebih kecil meningkatkan karier," tambahnya.
Kecenderungan wanita mengalah pada mimpinya memicu depresi, frustasi, dan tak jarang berujung pada perceraian. Sebanyak 60 persen inisiatif perceraian datang dari wanita yang merasa tak diberi kesempatan untuk mengembangkan karier. Wittenberg pun kembali mengingatkan para calon pengantin untuk memikirkan semuanya sebelum menikah. Sepakati pengembangan karier setelah menikah dan pembagian tugas dalam rumah tangga.